Mimpi apa Yanuar semalam, sekarang bisa memandangi pujaan hatinya yang tengah bergerak ke sana-sini di kitchen set. Tangan Chiara yang lihai tengah mengupas beberapa butir kentang dan menyiapkan bumbu untuk membuat perkedel. Beberapa waktu lalu, ia sempat ditanya oleh si gadis soal menu makan malam yang diinginkan.Tanpa berlama-lama, Yanuar langsung menjawab yang terbersit di kepala. Salah satunya perkedel kentang dan sayur yang diinginkan selama ini. Rupanya, ia tak hanya rindu Chiara, tapi juga masakan gadisnya.Lantas Yanuar bangkit dari sofa. Ingin memandangi Chiara dari dekat. Ia memasuki area dapur dan menduduki stool sembari memangku dagu dengan sebelah tangan.“Makin cantik aja, deh,” godanya sambil mengerlingkan mata.“Kalau ganteng namanya cowok,” timpal Chiara sama sekali tak terpengaruh gombalan Yanuar. “Mending duduk manis dan jangan banyak ngomong, apalagi gombal.”Yanuar meringis. Ia masih sulit tertawa karena memar dari tamparan yang didapatnya dari ibunda Avita bebe
"Itu bukan kesalahan kamu."Ujaran Chiara langsung menohok relung hati Yanuar. Setelah beberapa waktu lalu ia mendapat kabar dari Abi melalui telepon, lantas ia menceritakannya pada Chiara dan juga Leona yang saat itu membantu di dapur."Mau masuk rumah sakit atau nggak, namanya musibah nggak ada yang tahu." Leona menimpali. "Dan apa yang dibilang Chiara bener, bukan salah lo, Kak."Yanuar menggulung kemejanya hingga siku. Ia berusaha menenangkan diri sendiri dengan mengatur napas sekaligus pikiran. Selama bertahun-tahun ke belakang, ia sudah dituduh macam-macam. Bahkan ditekan dengan segala hal yang jelas bukan salahnya.Hingga kemudian, kepalanya terangguk pelan. "Fine," balasnya. "Musibah tetap musibah, right?"Di sana Chiara mengulas senyum bangga. Sementara Leona mengangkat dua ibu jarinya, menunjukkan rasa lega atas pilihan sang kakak."Akhirnya kakak gue berhasil lepas dari jerat keluarga jahanam!" sembur Leona tanpa menyaring kata-kata sama sekali.Sepasang mata melotot seketi
Berbekal dari suruhannya, Yanuar mengantongi rumah sakit dan ruangan di mana mantan mertuanya dirawat. Ia pergi bersama Yabes. Setibanya di tempat, Abi berada di depan ruang perawatan bersama beberapa orang berseragam hitam yang berjaga. "Punya nyali juga lo ke sini?" cibir Abi alih-alih menyambut niat baik Yanuar. "Gue ke sini hanya memastikan, apa benar ucapan lo bisa dipegang atau cuma kebohongan?" balas Yanuar tak kalah telak. "Kalau boleh, gue mau jenguk ke dalam." Abi tergelak. "Setelah apa yang lo lakukan siang tadi?" Yanuar mengangkat bahu. "Why not?" "Mas—" "Biarkan Yanu masuk, Bi." Seseorang menampakkan diri di balik pintu. Otomatis menyela ucapan putranya. "Mama mau ketemu saja dia." Abi tampak tak terima dan meminta ayahnya mengubah keputusan. Namun, Yanuar lebih dahulu diminta masuk. Dan mau tak mau Abi membiarkan hal itu terjadi di depan matanya sendiri. Yanuar melewati pintu sekaligus ayah Avita. Ia mengangguk sopan dan masuk kemudian. Tanpa diikuti Yabes—tentun
Sebuah cincin berlian melingkar indah di jari manisnya. Chiara memandangnya lekat dengan perasaan takjub dan masih tak percaya jika besok pagi, ia resmi menjadi istri Yanuar Atmajaya. Satu napasnya dilepaskan perlahan bersamaan detak jantung yang berdetak tak karuan. Rasanya baru kemarin Chiara menampar Yanuar di ruang kerjanya ketika dipaksa resign. Lalu sekarang, statusnya akan berubah.“Belum tidur, Neng?” Ibu muncul di balik pintu kamar. “Besok subuh kita udah harus siap-siap ke Plataran Candradimuka. Belum lagi proses riasnya. Istirahat ya?”Jangankan Ibu yang mengingatkan hal itu kesekian kali, Sukma dan Leona juga beberapa kali mengiriminya pesan. Tentang serentetan jadwal yang harus Chiara ingat besok di hari pentingnya.Kendati demikian, Yanuar belum menghubunginya dalam seminggu terakhir. Chiara juga demikian karena keduanya patuh akan aturan pingit. Walaupun rasa rindu sudah tak terelakkan.Chiara bangkit duduk. Ia meringis karena masih gugup. “Susah tidur, Bu,” akunya. “R
"SAH!" Seluruh orang yang hadir otomatis berseru kompak begitu mendapati Yanuar berhasil menyelesaikan ucapan ijab kabulnya. Senyum merekah pun tampak jelas di wajah Chiara saat itu. Yanuar menatap gadis yang kini berstatus menjadi istrinya dengan lekat sambil mengulum senyum bahagia. Kemudian sesi dilanjut doa, tukar cincin, dan berfoto bersama. Tangan Yanuar tampak betah melingkar di pinggang Chiara selagi fotografer mengarahkan mereka. Setelahnya, Yanuar sudah bersiap untuk memberi kecupan, baik di kening maupun bibir sang istri. Sayangnya pembawa acara yang diambil alih Junias yak memberi kesempatan tersebut. "Kok cemberut gitu?" celetuk Chiara seraya menatap ekspresi Yanuar yang terus ditekuk sejak tadi. "Nggak senang sama pernikahan ini? Atau perut kamu lapar?" Iris Yanuar sontak mendelik. "Aku senang banget bisa nikah sama kamu," jawabnya pelan. "Aku kesal karena belum cium istri. Padahal kita udah sah dari beberapa jam yanh lalu." "Apaan, sih?" Chiara berdecak untuk menyem
Yanuar tak berhenti memandangi wajah lelah Chiara yang meringkuk di bawah selimut dengannya. Bibir merah itu tampak bengkak karena ulahnya. Dan ia sama sekali tak menyesal sudah membawa istrinya melakukan kegiatan panas beberapa kali. Ia bergumam kecil karena bersyukur atas apa yang dialaminya sepanjang malam. Semua terasa indah dan nyata setelah beberapa waktu, ia merasa gagal menjadi seoranh pria. Dipandanginya bagian inti tubuhnya yang mulai mengeras begitu memikirkan Chiara memanggil namanya beberapa kali. "Sialan, gue jadi ketagihan gini," desisnya tak enak melihat sang istri masih tertidur pulas. Daripada ia merasa pusing karena hasratnya yang muncul, Yanuar memutuskan memejamkan mata dan berusaha tidur. Di sampingnya, Chiara menggeliat tak nyaman. Cahaya matahari mulai memasuki celah jendela dan membuat terang kamar hotel. Chiara membuka mata perlahan dan menangkap Yanuar tengah mendengkur di sela lelapnya. Ia merangkum wajah tampan itu lembut sebelum membenarkan posisi selim
Semalam, Chiara menghabiskan waktu tanpa harus merasa gugup dan gelisah. Yanuar tak meminta dilayani, mengingat malam pertama mereka sudah digunakan secara efektif. Pasalnya Chiara harus merasakan nyeri dan tak nyaman usai melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Pagi itu, Yanuar baru saja menuntaskan sesi mandinya. Sejalan dengan gerak kaki, rambutnya yang masih basah mengucurkan tetesan air dari ujungnya. Lantas menyita perhatian Chiara. Chiara kontan meraih handuk kecil dan melangkah mendekati Yanuar yang berdiri di dekat jendela. Chiara sedikit menjinjit dan meletakkan handuk di kepala suaminya. Ia menggerakkan tangan dan mengeringkan rambut basah itu. “Duh, perhatian banget istriku,” tukas Yanuar sambil cengar-cengir. Chiara berdeham pelan saat sadar ditatap. “Biar nggak basah lantainya,” dalihnya sengaja. Yanuar mencolek dagu Chiara. “Kamu tuh lain di mulut lain di hati, ya,” sindirnya yang tahu betul gelagat malu-malu istrinya. Chiara mendengkus pelan, tapi tangannya masi
Permintaan Chiara langsung dipenuhi Yanuar saat itu juga. Ia memperpanjang sewa kamar hotel setelah mendapat bantuan Junias. Sebab hotel yang ditempatinya memang banyak peminat. Sisa waktu di Santorini digunakan keduanya untuk bersenang-senang. Chiara memutuskan menetap di hotel dan sesekali berenang di kolam yang tersedia di kamar. Begitu pula Yanuar yang memperhatikan istrinya menghabiskan waktu di sana. “Jangan lama-lama, nanti masuk angin,” ujar Yanuar yang sudah mempersiapkan jubah mandi milik Chiara di pinggiran kolam. “Sini naik, Sayang.”Chiara menatap sekilas. Lalu melanjutkan berendam dengan raut bahagianya. Wanita itu sedang mabuk kepayang setelah menemukan sensasi nikmat di ranjang akibat ulah Yanuar. Chiara baru sadar bahwa suaminya cukup lihai untuk membuatnya mencapai kepuasan berkali-kali.“Sayang ….” Yanuar memanggil lagi dan akhirnya Chiara menurut. Chiara mengenakan pakaian renang yang dibelikan Leona. Warnanya ungu pastel, tampak cocok dengan kulit putihnya. Jug