Chiara sama sekali tidak memprediksi apa pun selepas menikah dengan Yanuar. Paginya memang seperti yang sudah-sudah. Ia bangun dan menyiapkan keperluan suaminya sebelum berangkat ke kantor.Sayangnya, pekerja rumah tangga sudah membuat sarapan di atas meja. Padahal Chiara berkeinginan membuatkan Yanuar dengan tangannya sendiri.“Kenapa cemberut begitu?” Yanuar meraih kedua sisi pipi Chiara yang gembil, lalu memberikan kecupan manis. “Ada yang buat kamu nggak nyaman?”Chiara menggeleng pelan. “Nggak pa-pa,” balasnya berbohong. “Itu pakaian Mas udah aku taruh di atas tempat tidur. Sarapannya juga udah disiapkan sama Bibi di meja makan.”Yanuar yang saat itu hendak beranjak, akhirnya mengurungkan niat. Ia menatap Chiara dengan kerutan samar di kening.“Kamu nggak nyaman karena orang lain masak buat aku, ya?”Chiara menipiskan bibir. Lalu memalingkan pandangan. Ia pikir, Yanuar dengan mudahnya mampu membaca isi kepala dan perasaannya sekarang. Sampai-sampai bisa menebak dengan benar.“Say
Seolah seperti mimpi, Chiara kembali menjejakkan kaki di perusahaan yang sempat menjadi tempatnya magang dulu. Ia juga beberapa kali singgah ke bangunan megah itu untuk mengantar makanan. Begitu turun dari mobil, Chiara menatap bangunan itu lama. Sejak dulu, ia sudah memimpikan bekerja di kantor bergengsi tersebut. Namun sekarang, justru Tuhan memberikan status istri sebagai pewaris utama perusahaan impiannya. Seulas senyum takjub terulas di wajahnya. Lalu Chiara bergerak melangkah masuk dan menyapa baik satpam sekaligus resepsionis. Mereka sempat menanyakan kabar karena sudah lama tidak kelihatan. “Perlu diantar, Mbak Chia?” Petugas keamanan menawarkan. Chiara menggeleng dengan senyum tipis. “Masih ingat denah ruangan Pak Yanuar kok, Pak. Nggak bakal nyasar juga saya,” jawahnya iseng. Ia memasuki lift dan menekan lantai yang ingin dituju. Hampir seluruh pegawai di perusahaan Melintang Raya tak ada yang tahu soal siapa istri Yanuar saat ini. Mereka hanya diberi kabar soal status b
Betapa hancurnya kepercayaan Chiara begitu ia mendapati anggukan kepala dari Yaya. Sosok teman dekat yang sudah seperti saudaranya sendiri itu diam-diam menusuk dari belakang. "Kenapa ... kenapa lo sampai bertindak kayak gitu, Ya?" Chiara menatap kecewa sang teman. "Emang gue salah apa sampai lo tega senar rumor kalau gue simpanan anak konglomerat?"Yaya menghela napas panjang seraya memalingkan wajah ke sisi dinding yang berlumut. "Lo itu pick me," pungkas gadis itu. "Merasa paling polos, tapi akhirnya kepincut juga sama orang kaya. Lo jilat prinsip lo sendiri, Chia!"Chiara menelan ludah kepayahan. Ia tertegun sambil menatap gampang Yaya cukup lama. Ia cerna pelan-pelan anggapan itu hingga kepalanya pusing karena mentok."Pick me? Jilat prinsip sendiri?" Chiara terkekeh tak habis pikir. Merasa sedang bermimpi karena ulah temannya sendiri. "Emang apa yang lo tahu soal prinsip hidup gue, Ya? Apa?"Selama ini, Chiara menyimpannya sendirian. Dari gosip yang menyeret namanya dengan Yanu
Bukan Chiara namanya jika terus memikirkan hal yang menyebabkannya sakit hati. Sebisa mungkin, ia mengabaikan semua yang berurusan dengan Yaya. Bahkan tiba di hari pertama kuliah, Chiara mengambil duduk di barisan paling depan.Selain meminimalisir pertemuannya dengan Yaya, Chiara ingin lebih fokus pada kuliahnya semester ini. Pun tatapan sekeliling tentangnya mudah diterka. Kebanyakan melabelinya dengan predikat wanita simpanan alias ani-ani.Mereka tak tahu saja jika predikat itu hanya omong kosong. Nyatanya, sekarang Chiara justru sudah menikah dan sah menjadi istri seorang Yanuar Atmajaya.“Lihat deh, masih punya muka dia ngampus lagi,” bisik seseorang yang berada di kelas yang sama dengan Chiara. “Bisa-bisanya masuk ke kelas. Nggak ada malunya sama sekali. Kalau gue sih, udah pindah ke luar negeri sekalian dibayarin buat tinggal di sana.”Di bawah meja, tangan Chiara meremas jemarinya satu sama lain. Berusaha menahan emosi yang berkobar-kobar akibat komentar pedas itu. Perhatian
Apa yang diucapkan Yaya sebelum ini tentang kemungkinan kehamilannya, Chiara jadi banyak berpikir di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit terdekat. Sambil menahan mual yang tak tertahankan, ia terus memikirkan hal itu.Chiara meraba perut bagian bawahnya. Mencoba merasakan sesuatu barangkali memang ada makhluk kecil yang berhasil tumbuh di sana. Sementara Yaya terus meminta sopir taksi online agar mempercepat laju kendaraan.Saat memasuki ruang pemeriksaan, seorang dokter menempelkan benda di beberapa tubuhnya untuk memastikan banyak hal. Setelahnya, sosok yang mengenakan APD itu mengangguk-anggukkan kepala."Gimana, Dok?" tanya Chiara langsung. "Apa benar saya hamil?"Si dokter mengulum senyum. "Untuk mengetahui lebih lanjut, dokter bagian obgyn akan memeriksa nanti," katanya. "Sekarang, saya akan beri obat pereda mual."Entah harus lega atau bagaimana, Chiara pun bingung. Haruskah ia mencegah pemeriksaan selanjutnya karena mual yang dirasakannya adalah hal biasa? Namun, ia tak me
Chiara dibantu Yaya dan pekerja rumah tangga rumahnya untuk berbaring di kamar. Rasa lemas nyatanya masih mendera dan membuatnya harus bergantung pada orang lain. Selepas itu, Chiara meminta Yaya tetap tinggal di kamarnya sampai Yanuar sampai di rumah. Ia juga ingin Yaya membantunya menyiapkan kejutan. “Ini hasil USG-nya mau ditaruh mana?” Yaya menyodorkan amplop berisikan hasil pemeriksaan janin. Raut Aura berubah cerah seketika. Ia mengamati lembaran foto itu lekat sambil tersenyum. Sementara Yaya mengambil kertas berisikan informasi terkait kehamilan pertama Chiara dari rumah sakit. “Tadi lo bilang baru 3 minggu?” kata Yaya memastikan. “Di surat hasil pemeriksaannya kok beda? Di sini 6 minggu, Chia.” “Hah?” Chiara dibuat melongo setelah asyik melihat janinnya. Lalu menatap Yaya bingung. “Apa gue salah dengar ya?” Yaya duduk di pinggiran ranjang. Kemudian berdecak heran, “Mungkin iya, lo setengah nggak fokus dengerin dokter ngomong. Tapi setahu gue, pemeriksaan USG itu baru ke
Pandangan Yanuar masih mengabur saat menatap lamat-lamat selembar foto hasil USG yang baru didapatkan belum lama ini. Memang bukan kali pertamanya Yanuar melihat keberadaan darah dagingnya. Sebelum ini, sewaktu menikah dengan Avita, Yanuar pun mendapatkan hal yang sama, meski waktunya cukup panjang dan berliku.Akan tetapi, perasaannya sama. Bahagia dan seperti mimpi. Yanuar kembali mengarahkan sorot pada Chiara yang tak berhenti tersenyum bahagia.“Kita jaga si baby sama-sama,” ujar Yanuar sambil mengusap perut Chiara yang masih rata. “Hi, baby. Ini Papi.” Yanuar mendekatkan wajah dan menyapa si jabang bayi yang bahkan belum memiliki tubuh lengkap di dalam perut Chiara.Chiara membelai rambut Yanuar dan sesekali memainkan helaiannya yang berantakan. Sejujurnya ia merasa geli saat jemari panjang suaminya terus meraba perut dan menggerak-gerakan jari di sana.“Are you happy, Mas?” “Mmm, banget.”Lagi, Yanuar kembali memeluk Chiara. “Apa pun yang kamu mau, akan Mas turuti. Pokoknya bil
Semenjak mengetahui istrinya hamil, Yanuar berusaha pulang lebih cepat. Beberapa jadwal rapatnya di luar pun diubah, mengingat Chiara membutuhkan banyak perhatian darinya. Akhir-akhir ini, Chiara lebih manja dan bersikap seolah tak bisa jauh darinya. Kalau sudah begitu, Yanuar tak mungkin sanggup menolak. Ia terlalu cinta Chiara sampai merelakan banyak waktu kerjanya demi istri dan calon bayi mereka.“Udah mulai ngidam belum?” Yabes bertanya di tengah perjalanan pulang. Sore itu, ia memang ditugaskan mengantar Yanuar sampai rumah dengan selamat. Melihat reaksi Yanuar yang santai dan tak begitu grasa-grusu, Yabes bisa menerka momen itu belum datang. “Ngidam makanannya mah belum, tapi kayaknya Chia ngidamnya gue, sih,” kelakar Yanuar yang memicu cebikan Yabes. “Tapi serius, Bes, Chia itu jadi manja banget. Selama gue kenal dia, baru kali ini gue lihat sosok Chia yang lain. Bener-bener beda!”Yabes terkekeh mengikuti gelak tawa yang dibuat Yanuar selama membicarakan istrinya. Mungkin