Suasana kian menegang ketika Prabu dan mantan besannya terus saja mencerocos—tak mau kalah. Sementara Yanuar menghela napas panjang dan berat selama menyaksikan dua orang tua beradu mulut dan entah kapan akan usai.Sampai kemudian, orang yang menjadi bahasan utama pun akhirnya muncul. Abi baru menuruni anak tangga dari lantai dua tanpa bantuan lift seperti biasa. Yanuar lumayan terkejut mendapati Abi yang terkenal manja bisa bergerak mandiri seperti itu.“Nah, biang kerok sudah datang!” seru Prabu penuh cibiran.Abi hanya mengulas senyum, tampak santai menyambut beberapa tamu penting di kediaman orangtuanya. Salah satunya Yanuar yang menjadi titik fokusnya sekarang.“Sekarang kamu mengaku saja, Abi,” imbuh Prabu sudah tak sabaran.Abi menduduki tempatnya yang berada di sebelah sang ayah. “Mengaku untuk?” Kepalanya dimiringkan sambil meluruskan pandangan ke arah Yanuar.Tanpa berlama-lama, pengacara Yanuar langsung memberikan setumpuk berkas di meja. Abi dan keluarganya menaikkan kedua
Mimpi apa Yanuar semalam, sekarang bisa memandangi pujaan hatinya yang tengah bergerak ke sana-sini di kitchen set. Tangan Chiara yang lihai tengah mengupas beberapa butir kentang dan menyiapkan bumbu untuk membuat perkedel. Beberapa waktu lalu, ia sempat ditanya oleh si gadis soal menu makan malam yang diinginkan.Tanpa berlama-lama, Yanuar langsung menjawab yang terbersit di kepala. Salah satunya perkedel kentang dan sayur yang diinginkan selama ini. Rupanya, ia tak hanya rindu Chiara, tapi juga masakan gadisnya.Lantas Yanuar bangkit dari sofa. Ingin memandangi Chiara dari dekat. Ia memasuki area dapur dan menduduki stool sembari memangku dagu dengan sebelah tangan.“Makin cantik aja, deh,” godanya sambil mengerlingkan mata.“Kalau ganteng namanya cowok,” timpal Chiara sama sekali tak terpengaruh gombalan Yanuar. “Mending duduk manis dan jangan banyak ngomong, apalagi gombal.”Yanuar meringis. Ia masih sulit tertawa karena memar dari tamparan yang didapatnya dari ibunda Avita bebe
"Itu bukan kesalahan kamu."Ujaran Chiara langsung menohok relung hati Yanuar. Setelah beberapa waktu lalu ia mendapat kabar dari Abi melalui telepon, lantas ia menceritakannya pada Chiara dan juga Leona yang saat itu membantu di dapur."Mau masuk rumah sakit atau nggak, namanya musibah nggak ada yang tahu." Leona menimpali. "Dan apa yang dibilang Chiara bener, bukan salah lo, Kak."Yanuar menggulung kemejanya hingga siku. Ia berusaha menenangkan diri sendiri dengan mengatur napas sekaligus pikiran. Selama bertahun-tahun ke belakang, ia sudah dituduh macam-macam. Bahkan ditekan dengan segala hal yang jelas bukan salahnya.Hingga kemudian, kepalanya terangguk pelan. "Fine," balasnya. "Musibah tetap musibah, right?"Di sana Chiara mengulas senyum bangga. Sementara Leona mengangkat dua ibu jarinya, menunjukkan rasa lega atas pilihan sang kakak."Akhirnya kakak gue berhasil lepas dari jerat keluarga jahanam!" sembur Leona tanpa menyaring kata-kata sama sekali.Sepasang mata melotot seketi
Berbekal dari suruhannya, Yanuar mengantongi rumah sakit dan ruangan di mana mantan mertuanya dirawat. Ia pergi bersama Yabes. Setibanya di tempat, Abi berada di depan ruang perawatan bersama beberapa orang berseragam hitam yang berjaga. "Punya nyali juga lo ke sini?" cibir Abi alih-alih menyambut niat baik Yanuar. "Gue ke sini hanya memastikan, apa benar ucapan lo bisa dipegang atau cuma kebohongan?" balas Yanuar tak kalah telak. "Kalau boleh, gue mau jenguk ke dalam." Abi tergelak. "Setelah apa yang lo lakukan siang tadi?" Yanuar mengangkat bahu. "Why not?" "Mas—" "Biarkan Yanu masuk, Bi." Seseorang menampakkan diri di balik pintu. Otomatis menyela ucapan putranya. "Mama mau ketemu saja dia." Abi tampak tak terima dan meminta ayahnya mengubah keputusan. Namun, Yanuar lebih dahulu diminta masuk. Dan mau tak mau Abi membiarkan hal itu terjadi di depan matanya sendiri. Yanuar melewati pintu sekaligus ayah Avita. Ia mengangguk sopan dan masuk kemudian. Tanpa diikuti Yabes—tentun
Sebuah cincin berlian melingkar indah di jari manisnya. Chiara memandangnya lekat dengan perasaan takjub dan masih tak percaya jika besok pagi, ia resmi menjadi istri Yanuar Atmajaya. Satu napasnya dilepaskan perlahan bersamaan detak jantung yang berdetak tak karuan. Rasanya baru kemarin Chiara menampar Yanuar di ruang kerjanya ketika dipaksa resign. Lalu sekarang, statusnya akan berubah.“Belum tidur, Neng?” Ibu muncul di balik pintu kamar. “Besok subuh kita udah harus siap-siap ke Plataran Candradimuka. Belum lagi proses riasnya. Istirahat ya?”Jangankan Ibu yang mengingatkan hal itu kesekian kali, Sukma dan Leona juga beberapa kali mengiriminya pesan. Tentang serentetan jadwal yang harus Chiara ingat besok di hari pentingnya.Kendati demikian, Yanuar belum menghubunginya dalam seminggu terakhir. Chiara juga demikian karena keduanya patuh akan aturan pingit. Walaupun rasa rindu sudah tak terelakkan.Chiara bangkit duduk. Ia meringis karena masih gugup. “Susah tidur, Bu,” akunya. “R
"SAH!" Seluruh orang yang hadir otomatis berseru kompak begitu mendapati Yanuar berhasil menyelesaikan ucapan ijab kabulnya. Senyum merekah pun tampak jelas di wajah Chiara saat itu. Yanuar menatap gadis yang kini berstatus menjadi istrinya dengan lekat sambil mengulum senyum bahagia. Kemudian sesi dilanjut doa, tukar cincin, dan berfoto bersama. Tangan Yanuar tampak betah melingkar di pinggang Chiara selagi fotografer mengarahkan mereka. Setelahnya, Yanuar sudah bersiap untuk memberi kecupan, baik di kening maupun bibir sang istri. Sayangnya pembawa acara yang diambil alih Junias yak memberi kesempatan tersebut. "Kok cemberut gitu?" celetuk Chiara seraya menatap ekspresi Yanuar yang terus ditekuk sejak tadi. "Nggak senang sama pernikahan ini? Atau perut kamu lapar?" Iris Yanuar sontak mendelik. "Aku senang banget bisa nikah sama kamu," jawabnya pelan. "Aku kesal karena belum cium istri. Padahal kita udah sah dari beberapa jam yanh lalu." "Apaan, sih?" Chiara berdecak untuk menyem
Yanuar tak berhenti memandangi wajah lelah Chiara yang meringkuk di bawah selimut dengannya. Bibir merah itu tampak bengkak karena ulahnya. Dan ia sama sekali tak menyesal sudah membawa istrinya melakukan kegiatan panas beberapa kali. Ia bergumam kecil karena bersyukur atas apa yang dialaminya sepanjang malam. Semua terasa indah dan nyata setelah beberapa waktu, ia merasa gagal menjadi seoranh pria. Dipandanginya bagian inti tubuhnya yang mulai mengeras begitu memikirkan Chiara memanggil namanya beberapa kali. "Sialan, gue jadi ketagihan gini," desisnya tak enak melihat sang istri masih tertidur pulas. Daripada ia merasa pusing karena hasratnya yang muncul, Yanuar memutuskan memejamkan mata dan berusaha tidur. Di sampingnya, Chiara menggeliat tak nyaman. Cahaya matahari mulai memasuki celah jendela dan membuat terang kamar hotel. Chiara membuka mata perlahan dan menangkap Yanuar tengah mendengkur di sela lelapnya. Ia merangkum wajah tampan itu lembut sebelum membenarkan posisi selim
Semalam, Chiara menghabiskan waktu tanpa harus merasa gugup dan gelisah. Yanuar tak meminta dilayani, mengingat malam pertama mereka sudah digunakan secara efektif. Pasalnya Chiara harus merasakan nyeri dan tak nyaman usai melaksanakan kewajibannya sebagai istri. Pagi itu, Yanuar baru saja menuntaskan sesi mandinya. Sejalan dengan gerak kaki, rambutnya yang masih basah mengucurkan tetesan air dari ujungnya. Lantas menyita perhatian Chiara. Chiara kontan meraih handuk kecil dan melangkah mendekati Yanuar yang berdiri di dekat jendela. Chiara sedikit menjinjit dan meletakkan handuk di kepala suaminya. Ia menggerakkan tangan dan mengeringkan rambut basah itu. “Duh, perhatian banget istriku,” tukas Yanuar sambil cengar-cengir. Chiara berdeham pelan saat sadar ditatap. “Biar nggak basah lantainya,” dalihnya sengaja. Yanuar mencolek dagu Chiara. “Kamu tuh lain di mulut lain di hati, ya,” sindirnya yang tahu betul gelagat malu-malu istrinya. Chiara mendengkus pelan, tapi tangannya masi
"Chiara pecah ketuban, Nu."Satu pernyataan berbuah informasi penting itu berhasil membuat tubuh Yanuar kaku. Tangannya terhenti di udara ketika hendak meminum kopi hangat untuk menyegarkan diri dari kantuk."Sekarang udah di rumah sakit." Yabes yang berada di sampingnya menambahkan. "Kata Tante Sukma, Chiara udah masuk pembukaan delapan. Dokter menyarankan pindah ke ruang bersalin, tapi Chiara menolak karena bersikeras nunggu lo."Yanuar memejamkan mata sejenak. Mengingat janji mereka yang akan menyambut kelahiran bayi bersama. Tindakan Chiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena wanita itu masih berupaya keras.Bayangan Chiara yang merintih dan menahan sakit perutnya sekelebat terlintas di benak Yanuar. Sontak Yanuar bangkit dari duduk. "Kita ke rumah sakit sekarang," putusnya cukup mengejutkan Yabes. "Lagi pula pesawat kita delay lama."Seharusnya Yanuar dan Yabes sudah tiba di Kalimatan untuk keperluan dinas, tapi karena cuaca buruk, jadwal penerbangan berubah total. Ia menungg
Rasanya beban-beban di pundak makin berat saja tiap kali ia pulang dari perkumpulan Rein dan yang lain. Tak hanya pundak, rupanya punggung hingga pinggulnya sudah menunjukkan rasa lelah sejak di perjalanan tadi. Perutnya kian membesar di usia kandungan pada bukan ke-7 ini, napasnya sering sesak setiap kali merebahkan diri.Apalagi selama melewati pertemuan tadi, Chiara tak begitu menikmati makanan. Ia hanya menyimak tiap kali perbincangan muncul. Walaupun isinya hanya itu-itu saja. Obrolan wanita berkelas yang membicarakan kekayaan keluarga hingga pasangan, dan sayangnya Chiara tak mampu melakukan hal sama.Memang apa yang harus ia pamerkan dari harta suaminya? Meskipun keluarga Yanuar jauh lebih di atas Rein dan yang lain, tetap saja Chiara tak bisa bercuap-cuap asal agar dianggap ada orang lain. Ia pikir, itu tindakan kekanakan dan kurang pantas.“Kita istirahat habis ini ya, Dek,” gumam Chiara sambil mengelus perutnya yang buncit. “Udah sampai rumah, nih.” Ia membuka pintu dan mela
Ada getar yang bisa Yanuar rasakan ketika menggenggam tangan Chiara. Ia mengeratkannya, berusaha menenangkan tiap detik hingga getaran itu perlahan redup dan akhirnya menghilang. Yanuar tak tahu apa yang tengah dipikirkan Chiara sekaligus disembunyikan istrinya itu sekarang. Yang jelas, mereka sempat cekcok sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit seperti sekarang. Di perjalanan pun, tak ada perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam sampai Yanuar membuka suara begitu merangkul pinggul Chiara menuju poli yang dituju. "Kamu kelihatan gugup, dan ... pucat," celetuk Yanuar sesaat setelah duduk di kursi begitu tiba di ruangan dokter. Chiara mengambil napas dan menggeleng kemudian. "Biasa kalau mau check up pasti ada gugupnya, Mas." Suara itu terdengar penuh kebohongan di telinga Yanuar, tapi ia tak mempermasalahkannya sekarang. Beberapa rangkaian pemeriksaan sudah dilewati Chiara dan Yanuar melihatnya saksama. Penuh perhatian lekat dan fokusnya pun sengaj
“Jadwal gue setelah ini apa lagi, Bes?”Tanpa mendongak ke arah bawahannya, Yanuar melempar tanya sambil menatap foto yang dikirimkan Chiara belum lama ini. Istrinya itu sedang rajin-rajinnya pergi ke kelas yoga dan beberapa pertemuan dengan Lily dan juga Rein.Perubahan Chiara kedengaran bagus sekali. Terutama Mami yang senang bukan kepalang mendapati kabar itu. Sampai Yanuar baru menyadarinya sekarang karena kelewat sibuk dengan urusan kantor dan masalah yang terus datang.“Ada meeting online sama pegawai Kominfo untuk bahas masalah tambang yang sempat muncul di media dua hari lalu.”Kini Yanuar mengalihkan pandangan, beradu tatap dengan Yabes sambil membuang napas kasar. “Jadi, gue nggak dibolehin istirahat atau makan malam di rumah sama istri ya, Bes?”Yabes mengulum senyum samar. Rautnya berubah tak enak mendapati sarkasme yang dilontarkan atasan, tapi apa boleh buat. Semua sudah dirancang baik-baik dan mendapat persetujuan Yanuar secara langsung.“Kasih lima menit,” pinta Yanuar
Chiara menoleh cepat pada meja di dekatnya usai Yanuar memberikan sesuatu di sana. "Itu apa, Mas?""Langsung aja datang ke sana, ya. Mami udah booking paket A buat kamu," jelas Yanuar sambil melangkah pelan mendekatinya. "Nggak perlu pakai taksi, biar sopir yang antar ke manapun kamu pergi."Chiara menjauhkan punggung dari sandaran kursi pijatnya dan menatap bingung Yanuar yang sudah duduk berlutut di depannya sekarang. "Paket A?" tanyanya bingung.Yanuar menganggukkan pelan, tangannya terulur menyentuh lutut Chiara dan memberi usapan lembut. "Pijat di salon, sekalian perawatan," jawabnya. "Kamu pasti capek setelah KKN kemarin. Belum lagi acara penyambutan kepulangan kamu itu."Chiara menyengir lebar, menyadari beberapa bagian tubuhnya memang sedikit pegal semalaman. Namun ia tidak berpikir untuk melakukan spa di salon seperti yang diujarkan Yanuar itu. Perlukah ia?"Emangnya harus, Mas?" Chiara menggaruk tengkuk tak enak. "Aku kan lagi hamil, boleh pijat-pijat gitu?""Boleh, Mami bil
Wajah Chiara sudah berseri-seri sejak berakhirnya malam perpisahan dengan warga desa. Tugasnya dan teman-teman akhirnya selesai. Bukan hanya sambutan di awal, tapi mereka mendapat banyak tanggapan positif di penghujung.Chiara baru saja selesai berkemas barang-barangnya, mengecek ulang isi koper kesekian kali. Kemudian menilik surat-surat yang dituliskan beberapa murid sekolah setelah ia mengisi kelas karya beberapa waktu lalu. Semua indah dan sulit dilupakan begitu saja, sebab mengukir kenangan manis di kepala.“Kerja bagus semuanya!” seru Tino di tengah kesibukan berkemas di posko. “Gue nggak tahu lagi mau apresiasi dengan cara apa, yang jelas gue bangga banget sama kelompok kita ini.”“Ya, gue setuju.” Abas menimpali dengan senyum haru. “Gue pikir, proker kita bakal ngebosenin dan kayak tradisi sebelumnya. Tapi ide-ide yang kita buat cukup cemerlang juga.”Chiara mengangguk setuju. Melihat semuanya menampilkan wajah lega dan penuh bangga, ia pun merasakannya dengan batin berbunga-b
Chiara baru menyeduh susu formula khusus ibu hamil. Selama berada di posko dua minggu ini, ia tak abai memikirkan kesehatan diri sekaligus perkembangan janin di kandungannya. Bahkan setiap malam, sebelum tidur, ia sengaja mengajak si jabang bayi mengobrol.Berbekal informasi yang dibacanya di internet, Chiara mengusahakan apa pun untuk menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang muda. Walaupun memiliki suami yang jauh di atasnya dan lebih berpengalaman, ia lebih senang belajar mandiri.“Rasanya enak?” Venna bertanya begitu memasuki area dapur, tempat yang menjadi destinasi Chiara setiap pagi dan malam dan jumlahnya terbilang sering dikunjungi.Chiara mengulum senyum dan menjauhkan gelas dari bibir. Ia baru meminum setengah dan mengambil jeda untuk membalas Venna. “Kayak susu biasa,” balasnya.Aneh sekali mengatakan ‘biasa’. Padahal selama hidupnya, ia tak membiasakan diri mengonsumsi cairan putih dengan kandungan tinggi kalsium seperti itu. Mengingat ia lahir dan besar di kelu
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn