Chiara mendorong tubuhnya turun dari mobil, tapi Junias menahan tangannya lebih dulu begitu ia berhasih melepas sabuk pengaman. Kepala si gadis tertoleh sambil mendengkus risih."Kamu boleh keluar dari kerjaan sekaligus rumah Yanu, tapi apa harus cuti kuliah juga?"Sepanjang perjalanan tadi, Chiara sudah banyak bicara tentang berbagai rencananya selama menetap di rumah orangtua. Salah satunya cuti satu semester, maksimal dua semester. Itupun kalau biaya belum bisa terkumpul.Mengingat uang di rekeningnya akan diserahkan pada sang kakak untuk biaya pendidikan. Selebihnya pasti kurang, meski ada sokongan beasiswa dari kampusnya."Lebih baik cuti daripada berhenti, Mas." Ia menatap Junias yang masih mencengkeram tangannya. "Lagi pula aku di rumah juga mau cari kerja, nggak kayak pengangguran yang nyusahin orang rumah."Pundak Junias mulanya menegang, lalu melemas. "Biar Mas yang cari kerjaan di kota, ada perusahaan lain yang—"Chiara berdecak. "Perusahaannya Abi Iskandar?" selanya seraya
Chiara baru saja membereskan pakaian dan barang-barangnya dari kardus yang dikirimkan Junias seminggu setelah kepulangannya. Lantas ia mendapati ibunya tengah duduk di ruang tengah sambil melipat pakaian bersama tv yang menyala. Menampilkan berita siang yang mengusung tema kekerasan.“Kok Kak Ardan di rumah terus, Bu?” tanyanya membuka percakapan. Satu tangan menyambar kaos untuk dilipat. “Emangnya nggak ke LPK buat lanjut diklat?”Chiara lumayan kaget mendapati kakaknya di rumah selama seminggu penuh. Ia mudah saja langsung bertanya, tapi beberapa terakhir ini, ia lebih betah menghabiskan waktu di kamar tanpa melakukan apa pun.Sementara itu, Chiara sadar betul tatapan orangtua dan kedua saudaranya khawatir. Dan juga penasaran tentang alasannya mendadak pulang seperti orang pindahan.Ibu menepuk paha Chiara pelan. “Sudah dua minggu ini, kakakmu di rumah. Maklumlah, Bapak masih cari tambahan dana. Sayangnya, nggak ada keluarga yang mau bantu pinjamin uang ke Bapak. Katanya belum ada,
Yanuar baru saja menepikan mobilnya bersama kendaraan lain di tempat dengan simbol P. Ia melepas sabuk pengaman begitu mematikan mesin, lalu meraih sebuket bunga mawar putih sebelum turun. Bersama kacamata hitam bertengger di pangkal hidung, Yanuar melangkah memasuki tempat pemakaman umum.Sudah tiga tahun Yanuar menghindar dan enggan menyambangi pusara mendiang Avita dan anaknya. Ia selalu memiliki alasan kuat agar tak dipaksa datang ke sana. Butuh banyak keberanian dan kesiapan untuk sekadar membangun niat dan sampailah ia di titik ini.Buket bunga diletakkan di dekat makam. Yanuar duduk di sisi yang nyaman—di antara tempat Avita dan anaknya."Hi …." Suara Yanuar pelan, terselip serak di sana. "Maaf, aku baru ke sini sekarang, Ta."Di balik kacamata hitam, sepasang mata itu sudah berkaca-kaca. Namun terkesan ironis saat Yanuar tersenyum lebar dan memberi kekehan kemudian."Aku kacau setelah kamu tinggal pergi, aku … hancur, Ta …." Yanuar mengembuskan napas, lalu menarik satu napas l
“Ibu tahu ini berat buat kamu.” Ucapan Ibu datang bersamaan usapan lembut di punggungnya.Selepas mendapati pilihan untuk menikah dengan Oky, pikiran Chiara sangat kalut. Ia tahu benar semua ini bukan kemauan kakak dan orangtuanya yang memaksanya untuk menikah dengan orang yang jelas tak dicintainya sama sekali.Chiara justru sudah menaruh kecurigaan pada Oky. Tampaknya pria itu menyalahgunakan kekayaannya agar bisa menikahi Chiara. Kalau memang memiliki kepribadian yang baik, dan sosok sahabat loyal, seharusnya Oky bisa membantu Ardan dengan kerugian yang fantastis itu.Mengapa pula Oky memanfaatkan kondisi Ardan yang baru terkena musibah ini?“Bu ….” Mata Chiara berkaca-kaca.“Kamu beneran nggak pa-pa, Nak?” Ibu memeluk Chiara erat. “Dan soal pacar kamu gimana?”Mata Chiara membelalak seketika. “P-pacar?” tanyanya setelah menarik diri dari pelukan. Sejauh ini, dari banyaknya anggota keluarga, hanya Junias yang mengetahui hubungannya dengan Yanuar. Rasanya aneh ketika ibunya sendiri
Selama satu jam sudah Yanuar berkutat dengan ponsel. Menghubungi Yabes dan beberapa kenalannya yang kerap menyewa orang untuk menguak identitas seseorang. Ia sudah gatal ingin menggali informasi terkait pria bernama Oky yang digadang akan menjadi calon suami Chiara.Tiap kali ingat ucapan Junias, tangannya mengepal erat dan menghantam meja kerja. Emosinya meluap-luap. Apabila semua yang terjadi sudah diskenario baik oleh Oky, ia tak segan-segan membawa pria itu mendekam di penjara.Selang beberapa saat setelah memberikan intruksi, Yanuar hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran buruknya yang dipenuhi bayangan Chiara saat dipinang nanti. Ia menghela napas berat dan menyandarkan kepala di bahu sofa. "Gue nggak salah dengar, 'kan?" Itu suara Yabes yang sukses menghentikan sesi istirahatnya. "Chiara mau nikah besok?" tanya pria itu lagi yang mau tak mau Yanuar membuka mata.Setelah dilihat, rupanya Yabes tak datang sendirian. Leona turut serta ke rumahnya. Sejak Chiara bekerja se
Semua berlalu cukup cepat. Mendadak Oky sudah tersungkur di lantai dan beberapa orang datang melerai. Yanuar yang menjadi penyebab utama kejadian tersebut kini menatap ke arahnya. Lalu mengulurkan tangan sambil menggerakkan kedua alis."Chia ... aku datang untuk kamu," ujar si pria lirih.Chiara menyapu pandangan ke sekeliling. Ia mendapati Yabes yang mulai mengurus sisanya. Kemudian Junias memberi isyarat melalui anggukan kalau semua hampir selesai.Ia menelan ludah sewaktu menjatuhkan pandangan ke telapak tangan Yanuar yang masih setia mengarah padanya. Baru saja niatnya muncul untuk meraihnya, satu tangan menarik lengannya untuk mundur karena keluarga Oky mulai mengamuk."Ibu ... Bapak ...." Chiara melihat kedua orangtuanya yang menaruh ekspresi kecewa dan juga bingung begitu diminta duduk di kamar. "Biar Chia jelaskan semuanya."Ibu lebih dulu pergi keluar ruangan, meninggalkannya bersama Bapak. Pria itu mendekatinya, berdiri di hadapannya. "Tenangkan diri kamu dulu, biar masalah
“Jun, coba kamu jelaskan semuanya!”Suara wanita itu menggelegar ketika Yanuar hendak menapaki kaki di ruang tengah. Tempat di mana hampir semua orang berkumpul, kecuali dari pihak Oky dan keluarganya yang berada di teras karena sibuk diinterogasi polisi.“Siapa laki-laki tadi dan kenapa dia bisa bilang Chiara hamil anaknya?” tambah si wanita yang jelas Yanuar tahu itu ibu dari Chiara. “Tante nggak habis pikir dan ngga percaya bahwa anak gadis Tante dan Om hamil di luar nikah … bagaimana ini, Jun?”“Namanya Yanuar Atmajaya, Te,” ungkap Junias pelan tanpa terpengaruh emosi bibinya. “Dan Yanuar itu bosnya Chiara waktu bekerja di kota.”“Maksud kamu … Chiara dihamili bosnya sendiri?” Ibu Chiara menyimpulkan secara gamblang dengan nada menggebu-gebu. “Setahu Tante, Chiara sempat punya pacar, Jun. Jadi … akan masuk akal kalau Chiara hamil karena pacarnya. Bukan bosnya sendiri.”Di balik dinding, Yanuar tertegun. Ia tak menyangka Chiara akan menyebarkan hubungannya pada keluarga. Meski kemu
Di balik pintu kamarnya, Chiara menahan napas sewaktu mendengar Sukma dan Prabu datang ke rumah demi memenuhi keinginan Yanuar. Bukanlah suatu hal yang mustahil karena kamarnya memang tidak didesain seperti milik Yanuar yang kedap suara.Terlepas dari itu semua, Chiara tak menyangka hubungannya akan sejauh ini dengan Yanuar. Duda dingin dan kerap menjengkelkannya itu sekarang sedang melamarnya. Dan juga berusaha mengambil hati Bapak serta Ibu yang kemungkinan sulit menerima lantaran perbedaan latar belakang yang membentang.Setelah lama berpikir dan menenangkan dirinya, Chiara membuka pintu. Langkahnya bergerak perlahan, benar-benar diperhatikan karena tak ingin membuat tamu menganggapnya aneh.Beberapa detik, ia beradu pandangan dengan Yanuar. Ada binar harapan yang tergambar jelas dari tatapan pria itu. Sampai kemudian, Chiara melempar ujaran permohonan. “Saya rasa … ada baiknya kami berdua bicara lebih dulu sebelum ini diteruskan.”“Oke.” Yanuar pun bangkit dari duduk dan hendak me