Langit malam yang penuh bintang malam itu berbeda dengan perasaan tak karuan Yanuar. Begitu pula Chiara yang sudah lantang meneriaki tuannya. Jujur, ia kelepasan. Semua yang terpendam dalam hati, mendadak meledak. Chiara kesulitan mengontrolnya, sebab sudah tak tahan melihat bagaimana hidup Yanuar yang terus menjadi kambing hitam."Apa Bapak mau diam aja terus menerus?" tanya Chiara setelah ada jeda cukup lama di antara mereka. "Pak?""Lebih baik kita kembali ke dalam, ada beberapa orang penting yang belum saya sapa," tukas Yanuar, tampak sengaja mengalihkan topik. "Kamu harus ikut saya, di sini lebih berbahaya kalau kamu sendirian."Yanuar mengulurkan tangan, mungkin berharap si gadis setuju menyambutnya. Namun, Chiara justru menatapnya lurus-lurus."Chiara …."Mata gadis itu menyipit seolah sedang sibuk menelisik. "Apa orang-orang di dalam ada hubungannya sama kejadian proyek Bapak yang tersendat itu?" Pasang iris tajam bak elang itu melebar. "Tahu dari mana kamu?" tanyanya. "Kamu
Yanuar seketika kelimpungan saat tak menemukan Chiara di meja yang sempat ditunjuknya tadi. Gadis itu menghilang entah ke mana. Beberapa kali ia memendar ke sekeliling, memerhatikan setiap spot yang ada, hasilnya nihil. Lantas ia mulai bergerak ke kamar mandi, mencoba memeriksa sebisanya, tapi sama saja.Satu-satunya tempat yang ia yakini adalah luar gedung. Yanuar melangkah cepat, tak peduli banyak pasang mata memandanginya. Terlebih saat meja yang ditempati Abi bersama rekan-rekan bisnisnya, masa bodohlah Yanuar.Tepat di ambang pintu, ia langsung mendengar percakapan yang ia tebak adalah Chiara bersama Junias. Sebelum terbang ke Bali, Yabes sempat memberitahu bahwa Junias memang diperintah ikut ke acara atas suruhan Papi. Tidak heran jika melihat soso pria itu di sini. Namun, yang membuat kekesalannya naik adalah ucapan Junias pada Chiara.“Sial!”Sudah dua kali bogem mentah yang dilabuhkan ke rahang pria itu. Akan tetapi belum ada rasa puas yang dirasakannya. Melihat betapa syokny
Seharusnya Yanuar sudah bisa membayangkan betapa riuhnya tempat sarapannya kali itu. Bukan hanya suasananya, melainkan orang-orang yang baginya harus ia hindari. Seperti sosok Junias dan Abi yang baru datang sepertinya.Dua pria itu tak memberikan kesan baik ataupun buruk. Mereka justru sibuk dengan keinginannya masing-masing. Mengambil piring dan mengisinya dengan makanan yang disukai.Sementara Yanuar baru menghabiskan dua hidangan yang cukup mengenyangkan perut. Berbeda dengan Chiara yang begitu jatuh cinta pada cita rasa masakan chef-nya. Ia membiarkan gadis itu memilih sebebasnya sembari memerhatikan dari jauh.“Aspri baru?”Lamunannya sontak berakhir begitu Jendra, kawan lamanya yang merupakan pewaris utama dari perusahaan sebelah melempar tanya padanya. Tatapan pria itu masih terpaku pada Chiara yang masih berkutat memilih makanan ringan di meja.Yanuar menggersah kasar. “Asisten rumah tangga gue,” akunya jujur.“Menarik, sih.” Jendra berkomentar, seakan semudah itu jatuh pada
Kalau ditanya gugup atau tidaknya, sudah jelas Chiara akan menjawab lantang. Ia kelewat gugup sampai jantungnya nyaris copot. Ya memang siapa yang tidak menggila ketika tiba-tiba dicium tuannya sendiri?Namun, seperti apa yang dikatakan Yanuar, sikap profesionalitas itu sangat penting. Alhasil, itulah yang dipilih Chiara. Dan sepertinya, keputusan itu salah besar di mata Yanuar.Pria itu merajuk dan mengajukan protes. Sampai detik ini, Chiara diminta menatap paras tegas nan tampan itu lamat-lamat. Ia ingin berteriak dan mendorong dada bidang itu kuat-kuat karena rasanya sudah tak sanggup.“Pak, ini sempit kalau Bapak terus maju begini!” keluh Chiara yang sontak mengalihkan topik. “Nanti kalau saya jadi ayam penyet, Bapak mau tanggungjawab?”Yanuar menjauhkan tangannya. Lalu mendengkus jengkel, “Nggak perlu tanggungjawab, kalau perlu saya langsung makan habis kamu tanpa sisa.”“Ya Tuhan, ternyata Pak Yanuar suka makan sesama?” Chiara tak ingin kalah dengan layangan sarkas itu. Jika Yan
Yanuar berhasil menggerakkan kepalanya ke kiri untuk menghindari benda yang dilempar Chiara ke arahnya. Ia menghela napas sembari mengerutkan kening saat mendapati reaksi panik berlebih dari Chiara.Begitu mengakhiri teleponnya dengan Mami, ia memutar tubuh dan menemukan sosok Chiara yang berjongkok tengah mengaduk isi koper. Perhatiannya teralih pada balutan handuk yang menutupi sebagain tubuh gadis itu.Chiara berteriak, memberikannya ancaman untuk tidak membuka mata apalagi mengintip. Sungguh menggelikan. Alih-alih merasa takut, Yanuar malah memajukan langkah, mendekati gadis itu.“Emang saya mau ngintipin apa?” Yanuar balik bertanya. “Badan kamu aja tertutup gitu, kok.”Perkataannya mungkin terkesan enteng dan begitu meremehkan hingga Chiara mendengkus sesaat sebelum berlari menuju kamar mandi. Di dalam ruangan itu, Chiara melempar keluhan dan aksi protes yang tentu saja didengar baik Yanuar dari luar.Tak sampai lima menit, Chiara sudah keluar dengan pakaian rapi. Sementara Yanua
Paparan yang disampaikan Hayu dan beberapa staff yayasan seolah seperti angin lalu. Masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Yanuara tak bisa fokus ketika melihat Chiara begitu akrab dengan putra Hayu yang bernama Eshan.Pemuda itu tampak jauh lebih muda. Mungkin dua tahun di atas Chiara. Tubunya juga atletis, seperti rajin berolahraga ke gym. Tidak sepertinya yang hanya datang sebulan sekali, itupun jika ada kemauan.Melihat perbedaan jauh darinya dan Eshan, Yanuar makin kesal. Apalagi senyum Chiara yang terus tersungging di wajah selagi mendengar Eshan bicara. Memang apa, sih yang mereka bicarakan sampai begitu asyik sekali di sana?“Pak Yanu?”Ia sontak terhenyak dan mengalihkan pandangan pada Hayu. “Iya, sampai mana tadi?”Hayu melanjutkan tanpa mengeluh sedikitpun. Kini Yanuar berusaha lebih untuk mendengar penjelasan ulang wanita yang nyaris menginjak kepala lima. Meski sesekali ia melirik ke arah Chiara yang hendak pergi ke spot lain bersama Eshan.“Semoga Pak Ya
Napas Chiara tertahan saat itu juga. Ia tak memutuskan kontak mata, meski sudah berjalan beberapa detik setelah ungkapan Yanuar padanya. Detik berikutnya, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela demi mengatur detak jantungnya yang berpacu dua kali lebih cepat.“Kamu kok diam aja?” dengus Yanuar akhirnya. “Ditanggapi dong, saya dari tadi nunggu.”Chiara tercenung. Lalu tangannya bergerak menyugar rambut panjang nan hitamnya itu sebelum kembali menoleh ke belakang. Ia menggigit bibir ketika gugup kembali menyerang.“Saya bingung mau ngomong apa, Pak,” aku Chiara jujur. “Ini Bapak lagi ngajak saya pacaran ya?” Ia menggaruk tengkuknya pelan.Yanuar menghela napas panjang. “Pindah ke belakang sini,” titahnya yang tak mampu diganggu gugat Chiara. “Duduknya samping saya.”Meski suara berat itu masih terdengar menjengkelkan, tapi Chiara sama sekali tak kesal. Ia merasa hal itu adalah keharusan yang dipenuhinya tanpa ada keluhan yang muncul dalam benak.Chiara menempati sebelah Yanuar yang ko
Nafsu makan Chiara menguap seketika. Perlahan muak pada pemandangan yang ada di hadapannya. Yanuar sama sekali tak merasa risih ketika Winnie menepuk-nepuk pahanya beberapa kali ketika membicarakan hal yang bagi keduanya konyol.Daripada melihat mereka asyik sendiri, Chiara memilih mengarahkan kamera ponselnya pada langit jingga yang begitu menawan. Setidaknya hal itu bagus diperhatikannya sekarang. Tak lupa ia mengunggah potret bagus itu ke media sosial, dan langsung mendapat banyak respon dari pengikutnya, termasuk Dimas.Chiara mengulum senyum geli. Rupanya temannya itu masih memiliki waktu senggang untuk mengomentari unggahannya. Mengingat Dimas super sibuk untuk ukuran mahasiswa, membuat Chiara heran beberapa kali.“Astaga!” Chiara memekik dan langsung menutup mulutnya karena itu Yanuar menatapnya curiga. Ia mengabaikan reaksi pria itu dan langsung mengangkat panggilan dari seseorang.“Chia ….” Sewaktu Yanuar memanggil, Chiara izin pamit ke spot yang sepi untuk berbicara di telep