Yanuar memandang lekat punggung mungil itu yang perlahan menghilang begitu memasuki kamar mandi. Ia menutup wajah seketika, menyadari panas yang dirasa. Mungkin telinganya sudah sangat memerah sekarang, seperti wajahnya yang bisa disamakan dengan kepiting rebus.Senyum tak berhentinya tercurah di sana. Bibirnya ia kulum saat merasa sisa jejak milik Chiara. Tak pernah ia bayangkan tingkahnya yang kembali seperti ABG ini. Padahal usianya sudah kepala tiga.“Astaga …” gumamnya seraya menyentuh dada. Jantungnya bergemuruh, menandakan rasa senang bukan kepalang.Di tengah kegilaannya, staff hotel mengetuk pintu. Membawakan pesanan yang disambut Yanuar dengan senyum aneh. Ia meletakkan minum serta camilan di meja. Lalu bergerak menuju kamar mandi dan memanggil Chiara yang sejak tadi belum keluar juga.Ketika gadis itu keluar, dapat Yanuar saksikan betapa keras usaha Chiara untuk menghindari tatapannya. Langkah si gadis bergerak lambat seakan menunggunya berjalan lebih dulu.“Ini jus Chiara
Langit malam yang penuh bintang malam itu berbeda dengan perasaan tak karuan Yanuar. Begitu pula Chiara yang sudah lantang meneriaki tuannya. Jujur, ia kelepasan. Semua yang terpendam dalam hati, mendadak meledak. Chiara kesulitan mengontrolnya, sebab sudah tak tahan melihat bagaimana hidup Yanuar yang terus menjadi kambing hitam."Apa Bapak mau diam aja terus menerus?" tanya Chiara setelah ada jeda cukup lama di antara mereka. "Pak?""Lebih baik kita kembali ke dalam, ada beberapa orang penting yang belum saya sapa," tukas Yanuar, tampak sengaja mengalihkan topik. "Kamu harus ikut saya, di sini lebih berbahaya kalau kamu sendirian."Yanuar mengulurkan tangan, mungkin berharap si gadis setuju menyambutnya. Namun, Chiara justru menatapnya lurus-lurus."Chiara …."Mata gadis itu menyipit seolah sedang sibuk menelisik. "Apa orang-orang di dalam ada hubungannya sama kejadian proyek Bapak yang tersendat itu?" Pasang iris tajam bak elang itu melebar. "Tahu dari mana kamu?" tanyanya. "Kamu
Yanuar seketika kelimpungan saat tak menemukan Chiara di meja yang sempat ditunjuknya tadi. Gadis itu menghilang entah ke mana. Beberapa kali ia memendar ke sekeliling, memerhatikan setiap spot yang ada, hasilnya nihil. Lantas ia mulai bergerak ke kamar mandi, mencoba memeriksa sebisanya, tapi sama saja.Satu-satunya tempat yang ia yakini adalah luar gedung. Yanuar melangkah cepat, tak peduli banyak pasang mata memandanginya. Terlebih saat meja yang ditempati Abi bersama rekan-rekan bisnisnya, masa bodohlah Yanuar.Tepat di ambang pintu, ia langsung mendengar percakapan yang ia tebak adalah Chiara bersama Junias. Sebelum terbang ke Bali, Yabes sempat memberitahu bahwa Junias memang diperintah ikut ke acara atas suruhan Papi. Tidak heran jika melihat soso pria itu di sini. Namun, yang membuat kekesalannya naik adalah ucapan Junias pada Chiara.“Sial!”Sudah dua kali bogem mentah yang dilabuhkan ke rahang pria itu. Akan tetapi belum ada rasa puas yang dirasakannya. Melihat betapa syokny
Seharusnya Yanuar sudah bisa membayangkan betapa riuhnya tempat sarapannya kali itu. Bukan hanya suasananya, melainkan orang-orang yang baginya harus ia hindari. Seperti sosok Junias dan Abi yang baru datang sepertinya.Dua pria itu tak memberikan kesan baik ataupun buruk. Mereka justru sibuk dengan keinginannya masing-masing. Mengambil piring dan mengisinya dengan makanan yang disukai.Sementara Yanuar baru menghabiskan dua hidangan yang cukup mengenyangkan perut. Berbeda dengan Chiara yang begitu jatuh cinta pada cita rasa masakan chef-nya. Ia membiarkan gadis itu memilih sebebasnya sembari memerhatikan dari jauh.“Aspri baru?”Lamunannya sontak berakhir begitu Jendra, kawan lamanya yang merupakan pewaris utama dari perusahaan sebelah melempar tanya padanya. Tatapan pria itu masih terpaku pada Chiara yang masih berkutat memilih makanan ringan di meja.Yanuar menggersah kasar. “Asisten rumah tangga gue,” akunya jujur.“Menarik, sih.” Jendra berkomentar, seakan semudah itu jatuh pada
Kalau ditanya gugup atau tidaknya, sudah jelas Chiara akan menjawab lantang. Ia kelewat gugup sampai jantungnya nyaris copot. Ya memang siapa yang tidak menggila ketika tiba-tiba dicium tuannya sendiri?Namun, seperti apa yang dikatakan Yanuar, sikap profesionalitas itu sangat penting. Alhasil, itulah yang dipilih Chiara. Dan sepertinya, keputusan itu salah besar di mata Yanuar.Pria itu merajuk dan mengajukan protes. Sampai detik ini, Chiara diminta menatap paras tegas nan tampan itu lamat-lamat. Ia ingin berteriak dan mendorong dada bidang itu kuat-kuat karena rasanya sudah tak sanggup.“Pak, ini sempit kalau Bapak terus maju begini!” keluh Chiara yang sontak mengalihkan topik. “Nanti kalau saya jadi ayam penyet, Bapak mau tanggungjawab?”Yanuar menjauhkan tangannya. Lalu mendengkus jengkel, “Nggak perlu tanggungjawab, kalau perlu saya langsung makan habis kamu tanpa sisa.”“Ya Tuhan, ternyata Pak Yanuar suka makan sesama?” Chiara tak ingin kalah dengan layangan sarkas itu. Jika Yan
Yanuar berhasil menggerakkan kepalanya ke kiri untuk menghindari benda yang dilempar Chiara ke arahnya. Ia menghela napas sembari mengerutkan kening saat mendapati reaksi panik berlebih dari Chiara.Begitu mengakhiri teleponnya dengan Mami, ia memutar tubuh dan menemukan sosok Chiara yang berjongkok tengah mengaduk isi koper. Perhatiannya teralih pada balutan handuk yang menutupi sebagain tubuh gadis itu.Chiara berteriak, memberikannya ancaman untuk tidak membuka mata apalagi mengintip. Sungguh menggelikan. Alih-alih merasa takut, Yanuar malah memajukan langkah, mendekati gadis itu.“Emang saya mau ngintipin apa?” Yanuar balik bertanya. “Badan kamu aja tertutup gitu, kok.”Perkataannya mungkin terkesan enteng dan begitu meremehkan hingga Chiara mendengkus sesaat sebelum berlari menuju kamar mandi. Di dalam ruangan itu, Chiara melempar keluhan dan aksi protes yang tentu saja didengar baik Yanuar dari luar.Tak sampai lima menit, Chiara sudah keluar dengan pakaian rapi. Sementara Yanua
Paparan yang disampaikan Hayu dan beberapa staff yayasan seolah seperti angin lalu. Masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Yanuara tak bisa fokus ketika melihat Chiara begitu akrab dengan putra Hayu yang bernama Eshan.Pemuda itu tampak jauh lebih muda. Mungkin dua tahun di atas Chiara. Tubunya juga atletis, seperti rajin berolahraga ke gym. Tidak sepertinya yang hanya datang sebulan sekali, itupun jika ada kemauan.Melihat perbedaan jauh darinya dan Eshan, Yanuar makin kesal. Apalagi senyum Chiara yang terus tersungging di wajah selagi mendengar Eshan bicara. Memang apa, sih yang mereka bicarakan sampai begitu asyik sekali di sana?“Pak Yanu?”Ia sontak terhenyak dan mengalihkan pandangan pada Hayu. “Iya, sampai mana tadi?”Hayu melanjutkan tanpa mengeluh sedikitpun. Kini Yanuar berusaha lebih untuk mendengar penjelasan ulang wanita yang nyaris menginjak kepala lima. Meski sesekali ia melirik ke arah Chiara yang hendak pergi ke spot lain bersama Eshan.“Semoga Pak Ya
Napas Chiara tertahan saat itu juga. Ia tak memutuskan kontak mata, meski sudah berjalan beberapa detik setelah ungkapan Yanuar padanya. Detik berikutnya, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela demi mengatur detak jantungnya yang berpacu dua kali lebih cepat.“Kamu kok diam aja?” dengus Yanuar akhirnya. “Ditanggapi dong, saya dari tadi nunggu.”Chiara tercenung. Lalu tangannya bergerak menyugar rambut panjang nan hitamnya itu sebelum kembali menoleh ke belakang. Ia menggigit bibir ketika gugup kembali menyerang.“Saya bingung mau ngomong apa, Pak,” aku Chiara jujur. “Ini Bapak lagi ngajak saya pacaran ya?” Ia menggaruk tengkuknya pelan.Yanuar menghela napas panjang. “Pindah ke belakang sini,” titahnya yang tak mampu diganggu gugat Chiara. “Duduknya samping saya.”Meski suara berat itu masih terdengar menjengkelkan, tapi Chiara sama sekali tak kesal. Ia merasa hal itu adalah keharusan yang dipenuhinya tanpa ada keluhan yang muncul dalam benak.Chiara menempati sebelah Yanuar yang ko
"Chiara pecah ketuban, Nu."Satu pernyataan berbuah informasi penting itu berhasil membuat tubuh Yanuar kaku. Tangannya terhenti di udara ketika hendak meminum kopi hangat untuk menyegarkan diri dari kantuk."Sekarang udah di rumah sakit." Yabes yang berada di sampingnya menambahkan. "Kata Tante Sukma, Chiara udah masuk pembukaan delapan. Dokter menyarankan pindah ke ruang bersalin, tapi Chiara menolak karena bersikeras nunggu lo."Yanuar memejamkan mata sejenak. Mengingat janji mereka yang akan menyambut kelahiran bayi bersama. Tindakan Chiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena wanita itu masih berupaya keras.Bayangan Chiara yang merintih dan menahan sakit perutnya sekelebat terlintas di benak Yanuar. Sontak Yanuar bangkit dari duduk. "Kita ke rumah sakit sekarang," putusnya cukup mengejutkan Yabes. "Lagi pula pesawat kita delay lama."Seharusnya Yanuar dan Yabes sudah tiba di Kalimatan untuk keperluan dinas, tapi karena cuaca buruk, jadwal penerbangan berubah total. Ia menungg
Rasanya beban-beban di pundak makin berat saja tiap kali ia pulang dari perkumpulan Rein dan yang lain. Tak hanya pundak, rupanya punggung hingga pinggulnya sudah menunjukkan rasa lelah sejak di perjalanan tadi. Perutnya kian membesar di usia kandungan pada bukan ke-7 ini, napasnya sering sesak setiap kali merebahkan diri.Apalagi selama melewati pertemuan tadi, Chiara tak begitu menikmati makanan. Ia hanya menyimak tiap kali perbincangan muncul. Walaupun isinya hanya itu-itu saja. Obrolan wanita berkelas yang membicarakan kekayaan keluarga hingga pasangan, dan sayangnya Chiara tak mampu melakukan hal sama.Memang apa yang harus ia pamerkan dari harta suaminya? Meskipun keluarga Yanuar jauh lebih di atas Rein dan yang lain, tetap saja Chiara tak bisa bercuap-cuap asal agar dianggap ada orang lain. Ia pikir, itu tindakan kekanakan dan kurang pantas.“Kita istirahat habis ini ya, Dek,” gumam Chiara sambil mengelus perutnya yang buncit. “Udah sampai rumah, nih.” Ia membuka pintu dan mela
Ada getar yang bisa Yanuar rasakan ketika menggenggam tangan Chiara. Ia mengeratkannya, berusaha menenangkan tiap detik hingga getaran itu perlahan redup dan akhirnya menghilang. Yanuar tak tahu apa yang tengah dipikirkan Chiara sekaligus disembunyikan istrinya itu sekarang. Yang jelas, mereka sempat cekcok sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit seperti sekarang. Di perjalanan pun, tak ada perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam sampai Yanuar membuka suara begitu merangkul pinggul Chiara menuju poli yang dituju. "Kamu kelihatan gugup, dan ... pucat," celetuk Yanuar sesaat setelah duduk di kursi begitu tiba di ruangan dokter. Chiara mengambil napas dan menggeleng kemudian. "Biasa kalau mau check up pasti ada gugupnya, Mas." Suara itu terdengar penuh kebohongan di telinga Yanuar, tapi ia tak mempermasalahkannya sekarang. Beberapa rangkaian pemeriksaan sudah dilewati Chiara dan Yanuar melihatnya saksama. Penuh perhatian lekat dan fokusnya pun sengaj
“Jadwal gue setelah ini apa lagi, Bes?”Tanpa mendongak ke arah bawahannya, Yanuar melempar tanya sambil menatap foto yang dikirimkan Chiara belum lama ini. Istrinya itu sedang rajin-rajinnya pergi ke kelas yoga dan beberapa pertemuan dengan Lily dan juga Rein.Perubahan Chiara kedengaran bagus sekali. Terutama Mami yang senang bukan kepalang mendapati kabar itu. Sampai Yanuar baru menyadarinya sekarang karena kelewat sibuk dengan urusan kantor dan masalah yang terus datang.“Ada meeting online sama pegawai Kominfo untuk bahas masalah tambang yang sempat muncul di media dua hari lalu.”Kini Yanuar mengalihkan pandangan, beradu tatap dengan Yabes sambil membuang napas kasar. “Jadi, gue nggak dibolehin istirahat atau makan malam di rumah sama istri ya, Bes?”Yabes mengulum senyum samar. Rautnya berubah tak enak mendapati sarkasme yang dilontarkan atasan, tapi apa boleh buat. Semua sudah dirancang baik-baik dan mendapat persetujuan Yanuar secara langsung.“Kasih lima menit,” pinta Yanuar
Chiara menoleh cepat pada meja di dekatnya usai Yanuar memberikan sesuatu di sana. "Itu apa, Mas?""Langsung aja datang ke sana, ya. Mami udah booking paket A buat kamu," jelas Yanuar sambil melangkah pelan mendekatinya. "Nggak perlu pakai taksi, biar sopir yang antar ke manapun kamu pergi."Chiara menjauhkan punggung dari sandaran kursi pijatnya dan menatap bingung Yanuar yang sudah duduk berlutut di depannya sekarang. "Paket A?" tanyanya bingung.Yanuar menganggukkan pelan, tangannya terulur menyentuh lutut Chiara dan memberi usapan lembut. "Pijat di salon, sekalian perawatan," jawabnya. "Kamu pasti capek setelah KKN kemarin. Belum lagi acara penyambutan kepulangan kamu itu."Chiara menyengir lebar, menyadari beberapa bagian tubuhnya memang sedikit pegal semalaman. Namun ia tidak berpikir untuk melakukan spa di salon seperti yang diujarkan Yanuar itu. Perlukah ia?"Emangnya harus, Mas?" Chiara menggaruk tengkuk tak enak. "Aku kan lagi hamil, boleh pijat-pijat gitu?""Boleh, Mami bil
Wajah Chiara sudah berseri-seri sejak berakhirnya malam perpisahan dengan warga desa. Tugasnya dan teman-teman akhirnya selesai. Bukan hanya sambutan di awal, tapi mereka mendapat banyak tanggapan positif di penghujung.Chiara baru saja selesai berkemas barang-barangnya, mengecek ulang isi koper kesekian kali. Kemudian menilik surat-surat yang dituliskan beberapa murid sekolah setelah ia mengisi kelas karya beberapa waktu lalu. Semua indah dan sulit dilupakan begitu saja, sebab mengukir kenangan manis di kepala.“Kerja bagus semuanya!” seru Tino di tengah kesibukan berkemas di posko. “Gue nggak tahu lagi mau apresiasi dengan cara apa, yang jelas gue bangga banget sama kelompok kita ini.”“Ya, gue setuju.” Abas menimpali dengan senyum haru. “Gue pikir, proker kita bakal ngebosenin dan kayak tradisi sebelumnya. Tapi ide-ide yang kita buat cukup cemerlang juga.”Chiara mengangguk setuju. Melihat semuanya menampilkan wajah lega dan penuh bangga, ia pun merasakannya dengan batin berbunga-b
Chiara baru menyeduh susu formula khusus ibu hamil. Selama berada di posko dua minggu ini, ia tak abai memikirkan kesehatan diri sekaligus perkembangan janin di kandungannya. Bahkan setiap malam, sebelum tidur, ia sengaja mengajak si jabang bayi mengobrol.Berbekal informasi yang dibacanya di internet, Chiara mengusahakan apa pun untuk menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang muda. Walaupun memiliki suami yang jauh di atasnya dan lebih berpengalaman, ia lebih senang belajar mandiri.“Rasanya enak?” Venna bertanya begitu memasuki area dapur, tempat yang menjadi destinasi Chiara setiap pagi dan malam dan jumlahnya terbilang sering dikunjungi.Chiara mengulum senyum dan menjauhkan gelas dari bibir. Ia baru meminum setengah dan mengambil jeda untuk membalas Venna. “Kayak susu biasa,” balasnya.Aneh sekali mengatakan ‘biasa’. Padahal selama hidupnya, ia tak membiasakan diri mengonsumsi cairan putih dengan kandungan tinggi kalsium seperti itu. Mengingat ia lahir dan besar di kelu
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn