Chiara baru saja keluar dari kamar Yanuar setelah diusir. Ya, perintah untuk mencari pakaian dalam tuannya dicabut dadakan, seperti tahu bulat. Merasa beruntung memang, tapi Chiara masih bergeming di depan pintu. Memerhatikan lekat, lalu menggaruk rambut saat bingung menyerbu.“Emang asisten orang kaya sampai begininya ya buat cari cuan?” Ia menggeleng heran kemudian. “Masa pakaian dalam aja minta dicariin, masalahnya itu barang pribadi banget, lho! Astagaaa ….”“Barang pribadi apa, Chia?”Gadis itu sontak berjengkit saat mendapati sosok Yabes sudah di sampingnya. Menjejeri dirinya sambil menatapnya penuh tanda tanya.“Bukan apa-apa, Pak!” jawabnya cepat.Mata Yabes yang sudah sipit itu dipaksa menyipit membuat pandangan menyelidik. “Oh gitu ….” Pria itu sedikit menjeda sebelum melanjutkan, “Omong-omong kamu kelihatannya sering banget ke kamar Yanu. Ada urusan apa, Chia?”Mengerjap cepat, Chiara kontan menggerakkan kepala. “Biasalah, Pak … diminta buat—“Mulutnya langsung mengatup saa
“Tetap di dekat saya, jangan jauh-jauh. Oke?” ujar Yanuar masih memegangi pergelangan tangan Chiara. Mengantisipasi agar si gadis tak pergi ke mana-mana.Chiara tergagap, matanya sesekali tertuju pada tautan Yanuar. Hingga akhirnya ia berpikir satu hal. Sebenarnya, apa tugasnya datang ke pesta dekat pantai seperti ini, sih?“Pak, sebenarnya—“ Sayangnya, ucapannya terjeda begitu tuannya menyela tanpa berpikir.“Itu minuman apa?”Yanuar melihat gelas yang digenggam Chiara. Tampak khawatir kalau-kalau si gadis menenggaknya dan berakhir mabuk seperti semalam. Ia tak sanggup lagi membawa Chiara dan menggendongnya hingga kamar.“Jus jeruk, tadi dikasih sama Kak Lily.”“Lily?” Kerutan samar muncul di kening Yanuar, merasa mustahil karena sepengetahuannya, rekannya bernama Lily tak seramah itu pada orang baru. Terlebih pada gadis yang jelas berada di bawah kelasnya.“Kalian udah saling kenal?” tanya Yanuar lagi.Chiara seketika mengangguk pelan. “Ya, begitulah,” jawabnya setengah ragu. Nyat
Chiara masih memandangi wajah lelah Yanuar yang terlelap di ranjang. Ia sudah bekerja keras membawa pria ini pindah ke tempat tidur setelah ambruk di sofa. Rupanya Yanuar mabuk, makanya omongannya melantur.Untung saja Chiara memiliki pertahanan hati yang kuat. Ia tak semudah itu termakan ucapan Yanuar tadi. Bagaimana mungkin seorang asisten sepertinya bisa memancing tuannya untuk turn on?“Heleh, namanya juga mabuk pakai dipercaya.” Chiara terus meyakinkan diri dan menganggap perkataan Yanuar hanya angin lalu.Setelah memberikan selimut dan menutupi tubuh Yanuar hingga dada, Chiara memutar tubuh. Tangannya mulai sibuk mengambil beberapa pakaian yang teronggok di lantai. Hingga kemudian, tatapnya menangkap sebuah pakaian dalam yang masih berada di dalam kemasan.Chiara mengambilnya, menatapnya sesaat sebelum melirik pada Yanuar yang tertidur pulas. “Ternyata beli baru, emang yang lama belum ketemu?” gumamnya pada diri sendiri.Tanpa diminta, Chiara bergerak mencari apa yang menjadi al
Jika Yanuar sempat memecatnya ketika menjadi pemagang, maka berbeda dengan Mark. Pria bermata biru itu memberikan tawaran fantastis padanya. Salah satunya program magang dan pekerjaan yang layak ketika Chiara sudah lulus kuliah.Saat Mark menjelaskan deret tawaran yang ada, Chiara sempat mendapati Yanuar yang menatapnya tajam. Seakan tak suka berdampingan dengan Yabes karena tukar kursi penumpang. Namun Chiara tak benar-benar mempedulikan tuannya, toh kebaikan Yabes dan Mark demi mengantisipasi agar ia tak mabuk lagi.“Hubungi aku kalau berminat ya, Chia.” Mark kembali mengingatkan sambil mengusap pelan kepalanya seperti kakak laki-laki pada adiknya.Chiara mengangguk dan melambaikan tangan sesaat ketika pria itu melenggang pergi. Di tangan ada kartu nama Mark yang terlihat jelas terpampang nama perusahaan. Di mana kantor yang dipimpin Mark memiliki banyak cabang di luar negeri, salah satunya di Prancis.Seulas senyum terbit di bibir Chiara saat membayangkan dirinya mulai bekerja di l
Chiara menyibakkan tirai jendelanya yang sudah ditutup beberapa hari ini selama ia pergi ke Lombok. Tidak ada cahaya matahari yang biasa masuk ke dalam. Bersama helaan napas panjangnya, Chiara menjatuhkan diri di ranjang sambil memandangi jendela yang menampakkan betapa birunya langit kala itu.Menyadari waktunya tak bisa banyak digunakan bersantai-santai, Chiara bangkit dari tempat tidur dan mengeluarkan barang bawaan dari tas. Ia memilah beberapa pakaian, lalu menaruhnya di ember khusus pakaian kotor yang berada di dekat pintu kamar mandi.Baru Chiara melangkah hendak mencuci muka, pintu didorong dari luar tanpa ketukan atau salam. Semenjak tinggal di rumah megah ini, ia sudah terbiasa dengan sikap Endah yang asal menyelonong masuk. Seperti tidak memiliki sopan santun sesama manusia.“Kenapa, Mbak?” tanyanya langsung, sebab sudah malas menghadapi wanita itu.Endah menggerakkan tangan, menunjuk ke belakang menggunakan ibu jarinya. “Dipanggil sama Pak Yanu,” katanya. “Sekarang ya, jan
Chiara menggaruk rambutnya sesaat setelah berhasil keluar dari kamar Yanuar. Ia masih menggerutu dalam hati karena ulah pria tadi yang aneh bin menyebalkan. Sebelumnya dibuat tersentak karena Yanuar mendadak menyentuhnya, lalu ia diminta keluar kamar dengan nada lantang.“Makin hari makin aneh aja Si Kulkas, nggak habis pikir gue,” sungutnya seraya melangkah menuju ruang tengah.Sukma dan Leona terlihat terkejut melihat kedatangannya yang muncul dari arah kamar si tuan rumah. Chiara meringis malu, merasa ada hal yang dilewatkannya dari dua wanita itu.“Dari tadi dicariin ternyata dari kamarnya Kak Yanu?” tanya Leona seraya mendekati Chiara yang masih bergeming di tempat yang sama. “Habis ngapain aja di dalam?”Bersama wajah jenakanya, Leona sengaja memberikan seringai demi menggoda Chiara. Ia bahkan menjawil ujung dagu si gadis agar mau menjawab secara terang-terangan.Dan Sukma meresponnya berbeda. Ada kerutan di kening bersama sorotan serius di sana yang menyebabkan rasa gugup memen
“Pastikan dulu apa yang lo perbuat.”Perkataan Yabes terus mengendap di pikiran Yanuar. Sejak semalam, ia tak bisa tidur nyenyak seperti biasa. Sampai berakibat di keesokkan pagi yang cukup berdampak buruk pada tubuhnya.Ia menggeliat di atas ranjang sembari menatap langit-langit kamar yang dicat putih tulang. Cahaya matahari memasuki celah-celah ventilasi kamar yang membuat keadaannya cukup terang, meski lampu dipadamkan.Kini Yanuar merasa sudut kedua matanya basah akibat lelehan air mata yang tak terbendung lagi. Perasaannya sesak saat banyak pikiran buruknya memenuhi kepala setelah sekian lama tak datang.“Ta, aku nggak bermaksud mengkhianati kamu.” Lirihan itu jelas terdengar bersama serak dan paraunya Yanuar sekarang. “Awalnya aku mau mengalihkan pikiran, biar sedihnya hilang, tapi … tapi setelah semuanya kembali normal, aku justru menyesal. Aku merasa udah jahat ke kamu, Ta,” isaknya yang diikuti napas tersengal. “Aku harus gimana ya, Ta … kamu mau aku gimana?”Yanuar menarik s
Tatapan Yanuar tak lepas dari pintu kamar Chiara yang belum lama ini dimasuki dokter pribadi keluarganya. Sesuai perintahnya tadi, Leona benar-benar menurut.Napasnya terhela panjang begitu mendapati pria berbaju putih keluar bersama Leona. Sesaat adiknya itu menangkap keberadaannya yang sedang asyik mengamati. Yanuar buru-buru memalingkan wajah sebelum masuk ke kamar demi menghindari serangan Leona.“Kak!”Benar saja dugaannya. Wanita muda itu datang dan langsung membuka pintu tanpa mengetuk permisi lebih dulu. Yanuar mengabaikannya sembari menutup wajah dengan siku yang menopang kedua lutut.“Jujur deh sama gue, lo balik ngerokok lagi?” cecar Leona dengan pertanyaan kedua. “Dokter Irawan bilang kalau Chiara ada asma dan penyebabnya karena asap rokok. Chiara juga udah mengiyakan, dia sesak karena rokok lo!”Itu bukan tudingan tanpa dasar yang ditujukan padanya, melainkan memang kebenaran. Yanuar tak berkilah, tak ingin membuat dalih sebab memang itu yang terjadi. Ia nyaris membuat Ch