“Jadi Ace sudah menikah?” Hanung mematikan ponselnya setelah melihat video dan foto yang dikirim beberapa rekan kerjanya seraya menatap sesosok pria yang memenjarakan kebebasannya. “Apakah aku dapat bertemu dengannya?” Anak buah Anang Brotoseno yang dituntut sebagai pengawasnya menggeleng. “Anda dan istri sudah terdaftar sebagai manusia yang tidak diperbolehkan bertemu Ace dan keluarganya! Itu sudah menjadi kesepakatan yang anda setujui.”Anak buah Anang Brotoseno melanjutkan penjelasan. Betapa seorang Ace sudah enggan mengakuinya sebagai ayah mertua yang perlu dihormati.Hanung menghela napas, memang tidak ada penjara baginya setelah kasus kemarin, hanya saja orang itu jauh lebih kejam saat menghukumnya. “Lalu di mana, Damian? Kenapa aku tidak mendapatkan informasi keberadaannya?” “Bukankah sudah jelas Damian di mana? Lelaki itu sedang di gembleng mertua Ace seperti yang anda nikmati sekarang.”Setengah nada bercanda anak buah Anang Brotoseno itu tidak berhasil membuat Hanung leg
“Sudah selesai observasinya?” Ace tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya yang meledak-ledak ketika Pamela melewati lima wanita yang memakai kaftan hitam dengan belahan tinggi menyambut kedatangan mereka di perusahaan Abdar yang mengusung warna emas di bagian fasad. Pamela mengeratkan genggaman tangannya untuk menegaskan bahwa ia sedang tidak mengobservasi, ia hanya melihat dan memastikan apa yang disebutkan Ace kemarin betul-betul nyata. “Mereka nyaris mirip cleopatra dan kamu tidak boleh setuju dengan ucapanku, Ace. Ayo bilang padaku kalau mereka jelek!” desak Pamela dengan suara resah dan wajah gelisah. Ace tertawa tanpa suara. Nada cemburu itu sudah lama ia tunggu-tunggu dan hanya perlu satu sentuhan lagi untuk membuat rasa cemburunya semakin memanas.“Sudah aku bilang, mereka cantik-cantik, Pamela. Sekalipun kamu juga blesteran, kamu kalah cantik.” “Aaa... nggak boleh ngomong itu... Kamu mendiskriminasi aku!” Pamela merengek sembari melepas tangannya. “Aku pokoknya marah, k
”Apa yang terjadi selama aku tidur, Ace?” Pamela menghalangi pintu mobil selagi ia masih belum menemukan jawaban atas pertanyaannya.“Aku nyesel karena ketiduran tadi jadi aku nggak tau apa yang dilakukan dua wanita itu! Ayo sekarang kamu jawab apa yang terjadi?”Ace mengambil ponselnya yang berdering seraya mengangkat telepon dari rekannya yang bekerja di rumah sakit. “Kami akan segera ke sana, tunggu. Ini tidak akan lama!” ucapnya lugas seraya menghela napas.“Ayo kita berangkat.”Pamela mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Ace. “Kita mau ke mana?” “Rahasia.” “Ace!” Seketika Ace menahan napas, tubuhnya terpaku di tempat selagi Pamela tetap tidak menyingkir dari pintu mobil dua pintu yang diberikan Abrar untuk memudahkannya berkeliling di Abu Dhabi. “Kita akan ke rumah sakit, Sayangku. Konsultasi dengan dokter kandungan!” Pamela segera menyingkir dan mempersilakan Ace masuk ke dalam mobil. Senyumnya merekah manakala mereka benar-benar tiba di rumah sakit dan segera mendapatkan pel
Satu Tahun Kemudian.“Exhale... Inhale... Stay here... One, two...”Oekkk...Kelopak mata Pamela dan Ace sontak terbuka dan angan-angan pagi di bawah hangatnya sinar matahari sirna. Keduanya saling tatap sebelum beranjak dari matras yoga.“Pasti ada yang ganggu mereka!” Pamela bersungut-sungut, sementara tangis buah hati mereka semakin mirip petasan tahun baru. Terdengar meriah. “Itu sudah pasti!” Ace memakai kausnya dengan cekatan. “Kenapa mereka tidak memahami situasi kita?” Oekk... oekk... Mereka kontan lari tunggang langgang memasuki rumah yang ramai dikunjungi oleh keluarga besar Wiratmaja dan Anang Brotoseno.“Kenapa tidak ada yang menenangkan putri kami?” Ace mendorong bahu Karmen yang menghalangi jalan menuju ruang tengah. “Duduklah saat makan!” Ace menasihatinya dengan jengkel. “Kalian juga, apa-apaan ini.”Ace berkacak pinggang sembari menonton kegiatan pemotretan yang di lakukan seadanya tanpa sepengetahuannya. Putri kembarnya yang tercipta dari program bayi tabung mema
Seusai sarapan, Pamela tersenyum menatap wajah tua yang bersedih di depannya. “Santai, Pa.”Pamela memegang lembut lengan ayahnya, orang yang telah memberinya perlindungan hingga ia berstatus seorang ibu dan istri. Seseorang yang pernah dia benci karena kesibukannya dan seseorang yang pernah menelantarkannya demi sesuatu yang dimilikinya sekarang. Terlepas dari seseorang yang hidupnya keras dan terjal, dia tidak abai memperhatikannya selama ini meski harus melalui tangan-tangan hangat seseorang.“Aku sudah dewasa, Pa. Aku tidak takut lagi dengan Damian.” Pamela menegaskan bahwa membebaskan Damian sekarang bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan. Dia telah membuka lembaran baru, lembaran yang benar-benar indah dan tak tercoreng bekas masa lalu.Anang Brotoseno akhirnya mengangguk pelan. “Jika kamu membutuhkan sesuatu, Papa ada di rumah.” Pamela lekas memeluk ayahnya yang tampak enggan meninggalkan rumah hantu atau lebih tepatnya ia enggan meninggalkan cucu-cucunya yang telah membuatnya
Ace menuangkan anggur putih pada gelas berkaki seraya mengangsurnya ke hadapan Damian setelah mereka mendapatkan izin melalui perjalanan malam dengan ditemani Burhan sebagai satpam sekaligus sopirnya.“Apa yang ingin kamu lakukan setelah keluar dari penjara?” Ace bertanya sembari menuangkan minuman itu pada gelasnya sendiri. Ace sudah bersikukuh, Damian harus terikat dengannya meski risiko yang akan mengiringi perjalanan menuju kebahagiaan dan melampauinya tidak semudah rencana yang dia harapkan menjadi jalan keluar.“Setahun berlalu, banyak yang sudah berubah. Kamu ingin tahu ceritanya?” Ace menyesap anggurnya seraya menyilangkan kakinya. “Miranti dan Hanung bangkrut, seluruh usaha mereka aku ambil alih.” Ada senyum pongah yang tampak di wajah Ace seolah dia menunjukkan kepuasan yang diperolehnya dengan susah payah. “Aku sama sekali tidak menyangka mereka menjatuhkan pilihannya pada perusahaan ku untuk meneruskan perusahaan mereka yang hampir kolaps.”Damian terlihat tidak peduli p
Ace bersiul santai sambil mendorong kereta bayi kembarnya melangkah masuk ke ruang kerja. Dia baru akan memulai pekerjaannya dengan semangat empat lima di temani istri dan anaknya yang begitu menggemaskan hingga tidak sampai hati dia meninggalkannya di rumah.“Apa kamu yakin memperkerjakan Damian tidak akan merugikan perusahaan, Ace?” Armando menyambutnya dengan ekspresi kesal. “Jangan cari masalah! Sudah benar hidup kalian tenang setahun ini.” Armando memandangi Ace dan Pamela bergantian. “Nggak perlu repot-repot berbaik hati. Ntar ada masalah nangis, galau, perusahaan lagi yang kamu korbankan!”Armando meletakkan kopi di meja kerja Ace seraya memandangi kereta dorong berwarna putih yang terparkir di samping meja besar yang dipenuhi berkas dan arsip-arsip yang tersusun rapi. Armando menghela napas, ekspresinya yang sudah lelah dan jengkel kini terheran-heran.“Untuk apa juga kamu membawa bayi ke kantor, Ace? Apa kesibukanmu kurang banyak dan kamu berniat terus memutuskan untuk meli
Kantin gudang penyimpanan Mirabella Mart sudah ramai oleh karyawan-karyawati saat Damian tiba di tempat itu. Suara sendok yang beradu dengan piring terdengar di sela-sela obrolan mereka yang nampaknya seru sekali.‘Seperti datang ke tempat asing.’ Damian berbalik dan menghentikan langkahnya. Ada suara yang mencegahnya pergi. Terdengar bersemangat dan menyenangkan saat memanggil nama lengkapnya.“Damian Airlangga...” Arinda berseru dari barisan meja dan kursi yang berjumlah belasan di kantin. Semua tempat sudah terisi oleh kebanyakan laki-laki yang mendominasi pegawai gudang Mirabella Mart. “Sini... gabung sama aku.” Arinda melambaikan tangannya.Damian memberikan senyum sebisanya karena kini semua mata yang sedari tadi tertuju pada piring pindah ke wajahnya. Beberapa orang masih mengenalnya sebagai laki-laki tawanan Hanung dan mereka mengernyit heran karena kedatangannya.“Damian.”“Ari...” Damian menyapa Arinda dengan kikuk karena wanita matang itu kini sudah ada di depannya dan mel
Pamela siap menjumpai Damian di tengah kebahagiaan pria itu. Mau tak mau, penantian panjang atas getirnya sebuah perasaan lama harus dia sanjung dengan senyuman dan pujian kepada mereka yang mengambil sebagian isi pikirannya dalam beberapa bulan.Pamela melewati jalan setapak yang membelah kebun pisang sebelum memberi seulas senyum pada sebagian besar tamu Asih yang merupakan keluarganya sendiri dan teman kerja di Jakarta.Ada Burhan dan Wulan, mereka akan menyusul ke jenjang pernikahan satu bulan lagi untuk memberi jeda bagi Ace mengatur keuangannya yang luber-luber. Ada pula Arinda dan Seno, puzzle-puzzle yang berserakan membuat mereka perlu mencocokkan satu persatu kesamaan dengan percekcokan, marahan, dan rayuan, meski begitu mereka tetap berada di dalam pengawasan mak comblang—Ace—hingga membuat kedekatan mereka tetap terjalin secara terus menerus. Di dekat meja prasmanan, Anang Brotoseno bersama anak-anaknya mirip juri ajang lomba masak-memasak, mereka menyantap semua makanan
Damian dan Asih tidak mempunyai waktu yang begitu lama untuk mengumumkan keberhasilan cintanya. Maka pada pukul lima sore. Dua bulan setelah mereka memastikan tidak ada lagi yang menghalangi pendekatan mereka, Asih menagih janji Ace di ruang kerjanya.Ace tersenyum lebar setelah menaruh ponselnya. Dengan hangat dia memberikan selamat atas keberhasilannya mengambil hati Damian. Dekatnya hubungan kekeluargaan mereka menandakan prospek bagus. Usahanya berhasil, Asih tidak menjadi beban sepenuhnya, tidak di goda ayahnya, tidak menjadi perawan tua. Itu hebat, dan Asih membalas ucapan selamat itu dengan senyum ceria.“Bapak tidak lupa dengan hadiah kemarin, kan?””Mau nikah di mana?” kata Ace.“Di rumah.” Asih berkata sebelum menyunggingkan senyum. “Bapak ibuku mau semua rangkaian acaranya di rumah, katanya biar jadi kenangan terindah mereka melihatku nikah.” Ace mengangguk. “Kamu sendiri sudah yakin sepenuhnya menikah dengan Damian?” “Kalau aku tidak yakin sudah lama aku minta bubar, Pak
Asih masih mengingat dengan jelas percakapan antara dirinya dengan Pamela saat mereka bersama-sama menenangkan si kembar sambil membahas orang tua Damian. Tetapi tidak ada satupun percakapan yang meredakan kegalauan di hatinya. Asih dapat membayangkan sosok galak bermata tajam Ayah Damian, dia juga dapat membayangkan mulut besar dan cerewet ibunya. Sekarang, selagi masih dalam perjalanan ke rumahnya, dengan keluwesan yang bersifat grogi, Asih memeluknya. Damian memberikan penegasan bahwa memeluknya boleh saja dengan meremas punggung tangan Asih. “Tumben... Kenapa? Grogi mau ketemu mama?” kata Damian. Suaranya terdengar riang apalagi waktu merasakan tangan Asih begitu dingin.Asih ingat ketika Damian mengatakan bahwa Ibunya santai. Tapi tetap saja kan bertemu dengan seseorang yang akan menjadi ibu mertua itu rasanya seperti sensasi naik rollercoaster. Jantung deg-degan parah, adrenalin terpacu, dan grogi itu sudah pasti. “Itu pertama kali bagiku, Mas. Emangnya kamu sudah keseringan
Damian dan Asih sampai di parkiran gudang penyimpanan Mirabella Mart ketika jam makan siang baru di mulai. Kedatangan Damian yang sangat terlambat pun memancing rasa tidak suka Arinda yang melihat kedua orang itu masuk kantor dengan keadaan semringah."Professional bisa nggak sih, Dam?" katanya lantang. "Tanggal ini kamu sudah janji handle pengepakan barang dan pengiriman ke toko cabang, tapi mana? Ini kamu makan gaji buta setengah hari."Damian memberikan tempat duduknya untuk Asih. "Aku mulai dulu pekerjaanku, ya. Kamu tidak masalah aku tinggal-tinggal?" Asih jelas tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sudah menghabiskan waktu dengan sarapan dan makan siang bersama sambil menonton film di home teather rumah Ace. Dan itu sesungguhnya sangat bagus karena dia bisa bernapas dengan tenang."Kamu dibikinin kopi dulu?" Asih menawarkan. Damian mengangguk seraya mencari kursi nganggur di dekat Seno. "Bentar lagi kamu dapat projects bagus dari Pak Ace, di terima, jangan di tolak." bisiknya
Perjuangan apa yang hendak Arinda lakukan? Damian tidak habis pikir mengapa wanita selalu saja bertindak sesuai kebutuhannya sendiri daripada menerima ajakan yang jelas-jelas sudah membuka usaha yang begitu enak menuju terangnya kejelasan.Damian menatap halaman rumah Ace ketika pagi telah mengganti malam yang begitu dingin dan rangsang. Awan putih terlihat menggantung di langit biru dan cerah. Kendati begitu, Asih masih tetap terlelap seakan menikmati waktu istirahatnya tanpa mengingat kegiatannya ketika pagi. "Apa dia terlalu lelah sampai alarm di tubuhnya tidak menyala?" Damian menatap wajah Asih dengan teliti. "Waktu muda dulu kamu memang terlihat seperti kembang desa. Cantik dan menarik. Sekarang masih sama, tapi seperti kembang gaceng." Seketika Asih membuka matanya seperti langsung sadar dari tidur lelapnya. "Apa itu kembang gaceng?" Damian menyunggingkan senyum, wanita lain pasti akan sebal mendengar arti kembang gaceng sesungguhnya, tapi Asih tidak. Dia justru tertawa sam
Damian mengulum senyum sewaktu Asih muncul di depan pintu. "Ganggu waktu istirahatmu?" tanyanya lembut. Asih menanggapinya dengan meringis sebentar sebab ada kecanggungan yang amat besar sekarang, terutama ketika Ace menatapnya sambil tersenyum-senyum senang seolah dia mengolok-oloknya punya kekasih baru."Aku itu nunggu ini selesai dan belum istirahat. Jadi tidak ganggu kok." Asih menyunggingkan senyum. "Maaf, ya. Mas Damian ini pasti terpaksa terima perjodohan ini.""Nggak, nggak terpaksa. Aku sudah menimbangnya selama sebulan untuk memilihmu atau bersama yang lain." Damian mengaku, "Ini pengakuan jujur, kamu boleh percaya atau tidak."Hidung Asih terlihat membesar, mau percaya atau tidak itu bukan urusan yang gawat lagi baginya. Damian berani ke rumah Ace tanpa membawa seorang wanita itu saja sudah menjawab pernyataan itu. "Terus ini mau bagaimana?" Asih terlihat sungkan ketika duduk di sebelah Damian. Ace yang menyuruh."Kalian bisa pacaran dulu atau langsung menikah." saran Ace
Tepat pukul delapan malam. Damian mendatangi rumah Ace dalam keadaan rapi jali dan wangi serta membawa segenggam mawar putih untuk Asih.Ace yang menantinya di teras rumah mewahnya karena harus meninggalkan rumah hantu demi kenyamanan semuanya tersenyum geli saat menyambutnya."Kamu memilih Asih dan tidak bisa meluluhkan hati Arinda, Damian?" Damian menatap sekeliling, hanya ada Ace dan Burhan di teras meski suara tangis bayi mengiringi kedatangan. "Kamu tidak membantu Pamela mengurus anak kembar kalian?" tanyanya dengan ekspresi heran.Ace ingin tertawa, tapi rasa peduli Damian itu kadang membuatnya resah. Masihkah ada perasaan tertentu untuk Pamela? Ace menyunggingkan senyum setelah menepis anggapannya sendiri dengan cepat karena tidak mungkin Damian masih menyayangi Pamela setelah Ayahnya menghukumnya dengan kasar."Dia bersama dua pengasuh si kembar, kamu tidak perlu cemas Pamela kerepotan." "Bukan masalah kerepotan atau cemas. Kamu tidak ingin berada di dekat mereka untuk mel
Damian mengamati perubahan yang terjadi pada Arinda setelah mengungkapkan identitasnya sebagai Secret Man setiap hari, sepanjang sisa waktunya mencari pacar untuk menenangkan hati Ace dan Pamela. Tetapi setiap kali tatapannya tertuju padanya tanpa sekat, wanita itu tetap saja bersikap cuek, tidak terpengaruh. Arinda tetap memiliki dunianya sendiri yang tidak dapat dia masuki tanpa izin.Damian menyugar rambutnya dengan kasar. Dua bulan waktu yang diberikan tidak cukup membuatnya bebas bergaul dengan wanita. Pikirannya hanya ada Asih dan Arinda, dua wanita itu sudah membuatnya pusing dan sibuk, apalagi tiga, empat dan lima wanita lain?Damian mengeram, akhir-akhir ini dia terlihat sering marah dan cemas. ”Nanti malam aku benar-benar harus datang dan menerima Asih sebagai pacarku terus nikah dan... Sial... Asih baik, tapi dia cuma menjadikanku alat. Terus rumah tangga apaan yang aku jalani sama dia?” Damian mengepalkan tangan seraya menepuk-nepuk keningnya berulang kali. ”Apa harus nye
Keesokan harinya. Damian mendorong pintu kantor dan menemukan Arinda sudah duduk di meja kerjanya meski baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Damian menyunggingkan senyum manakala jas kerjanya yang dia pinjamkan saat gaun pesta Arinda ketumpahan sesuatu di pesta semalam sudah rapi jali di mejanya. Terbungkus plastik seolah habis di bawa ke penatu. Penatu dua puluh empat jam? Damian menanggapi ketegasan Arinda mengembalikan senyum “Buru-buru banget datang ke kantor? Banyak kerjaan?” tanya Damian. “Acara semalam lancar? Apa ada yang mengkritik kinerjamu dan membuatmu kepikiran?”Arinda melenguh sembari bersandar. “Kenapa kamu cerewet banget, Damian. Sepagi ini? Sarapan apa kamu? Asih?” ‘Kenapa bawa-bawa Asih?’ Damian meringis sembari menghidupkan komputernya. “Sambel tongkol buatan Mama, ada petainya.” Dengan iseng Damian menyemburkan bau mulutnya ke udara. “Apat kamu mencium aroma petainya?” Arinda mengapit batang hidungnya dengan muka sebal. Sebal sekali melihat Damian sep