"Sudah, Ma! Cukup! Febby lelah sekali melihat Mama dan Kak Rossa selalu meributkan hal sepele. Kalau begini terus, mendingan Febby dan Rangga ngontrak saja, Ma," ucap Febby. Suaranya pelan, namun cukup untuk membuat sang mama semakin marah."Kalau ada yang harus pergi, itu si gembel, bukan kamu! Kamu masih anak Mama, dan selamanya akan begitu. Kelak kamu akan menyadari kenapa Mama seperti ini!" Wanita paruh baya itu masuk ke dalam kamarnya dengan langkah cepat. Jujur, Febby sudah tak tahan dengan keributan yang sama setiap harinya.Dia lelah, sangat lelah dengan suasana yang ada. Febby masuk ke dalam kamar, nafsu makannya pun hilang. Dia duduk di sisi ranjang, sementara Rangga masih duduk di atas sofa, sambil membaca berkas.Febby menunduk, air mata kembali lolos dari sudut matanya. Rangga menghampirinya dan memeluk sang istri dari samping."Kadang setelah pulang bekerja, ingin rasanya menghilangkan lelah dengan makan masakan istri. Tapi situasinya sudah tak memungkinkan lagi. Ke dep
“Febby tidak akan pernah pergi ke mana pun, apalagi hanya dengan Anda," ucap Rangga tiba-tiba saat masuk ke dalam rumah.Hal inilah yang kadang membuat Febby sedikit bingung. Sang suami selalu datang tiba-tiba dan seolah mengetahui segala hal yang dilakukan Febby.Bayu yang saat itu menyadari kedatangan Rangga pun segera berdiri dan bersalaman dengan Rangga. Pria di hadapannya ini memang tampan, tapi dalam benak Bayu, Rangga hanyalah seorang gembel."Saya Bayu, calon bosnya Febby. Maaf, saya tidak bermaksud apa-apa selain ingin meminta tolong pada Febby yang merupakan anak dari sahabat Mama saya. Saya harap Anda tidak berpikir buruk tentang ajakan saya. Karena murni hanya ingin meminta bantuan, kebetulan saya kesulitan membeli hadiah untuk anak saya," jawab Bayu."Kenapa tidak ajak Kak Rossa saja? Bukankah dia ada di rumah? Kenapa harus Febby?" Pertanyaan itu Rangga tujukan kepada mertuanya. Wanita itu tampak kesal karena pria yang dianggapnya miskin ini telah berani mengganggu obrol
Febby masuk ke dalam kamarnya, untuk segera beristirahat. Namun dia tak sudi memakai baju ini, karena niatnya bekerja menjadi sekretaris, bukan jual diri.Febby tak akan peduli kalau sang mama marah, bila dirinya tak mengindahkan ucapan snag mama.“Ayo tidur,” ajak Rangga. Febby mengangguk, lalu naik ke atas tempat tidur. Rangga memeluknya dari belakang, dia menyentuh perut istrinya, memutar tangannya di sana, seiring jarum jam.“Kalau misalnya kamu hamil, apa kamu siap?” tanya Rangga.Febby mengangguk, “tentu saja aku siap. Dengan begitu mungkin membuat Mama tak memaksakan kehendaknya lagi.”Rangga kasihan mendengar keluhan sang istri, ‘kelak akan kubuat hidupmu hanya dipenuhi kebahagiaan saja,’ Rangga membatin. Keduanya pun masuk ke dalam mimpi indah.Esok harinya, Rangga dan Febby bangun lebih pagi, karena ini hari penting untuk Febby.Saat keduanya menikmati sarapan, Mayang keluar menatap tajam ke arah Febby.“Kenapa kamu pakai baju itu lagi? Kemana baju yang Mama belikan?” tanya
"Tante Febby, mau nya makan siang sama Maira?" Suara kecil Maira terdengar begitu manis, menembus lapisan pertahanan terakhir Febby. Gadis itu mendekat, memegang tangan Febby dengan kedua tangan mungilnya. "Maira beneran kok pengen makan sama Tante Febby dan Papa."Bayu berdiri tak jauh dari mereka, menyaksikan interaksi itu dengan penuh harapan. Meski sebagai bos, dia masih menjaga jarak profesional dengan calon karyawannya, ada keinginan pribadi yang tak bisa dia pungkiri saat menyangkut Febby. Maira adalah alasan sempurna baginya untuk bisa lebih dekat dengan wanita yang tak sekadar menjadi calon sekretarisnya itu.“Tak baik menolak keinginan anak kecil Feb,” ucap Bayu.Febby menarik napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa menolak permintaan Maira berarti mengecewakan gadis kecil itu. "Baiklah, Maira. Tante Febby ikut," jawabnya akhirnya. Senyum lebar Maira yang segera menghiasi wajahnya membuat Febby merasa keputusannya tepat.Bayu tersenyum penuh kemenangan. Hatinya penuh kebahagiaa
Febby melambaikan tangan ke arah Maira. Maira pun membalas lambaian tangan Febby dengan senyuman, sementara Bayu hanya bisa menatap dengan perasaan tidak suka melihat Febby dan Rangga berpelukan di atas motor. Mereka tampak sangat akrab dan dekat.‘Bisa-bisanya aku menyukai istri orang,’ ucap Bayu dalam hati, namun ia tak bisa menepis perasaan yang tiba-tiba muncul sejak pertama kali bertemu Febby.‘Aku tak boleh kehilangan wanita yang kusukai lagi. Apa pun yang terjadi, aku harus bisa merebut Febby dan menjadikannya milikku seorang. Aku akan minta bantuan Tante Mayang dan juga Rossa,’ Bayu mulai menyusun rencana licik dalam hatinya."Ayo, Sayang, kita pulang," ajak Bayu pada gadis kecilnya."Ayo, Papa, kita segera pulang," jawab Maira ceria. Bayu kemudian merangkul anaknya dan membawanya ke dalam mobil.‘Tenang, Bayu, kamu masih punya banyak kesempatan untuk merebut hati Febby. Kamu harus bisa membuatnya tertarik padamu. Lakukan apa pun untuk membuatnya tergila-gila padamu,’ Bayu men
“Sudah, kamu kembali saja ke kantor. Jangan pedulikan Mama, tahu sendiri Mama selalu seperti itu,” ucap sang istri berbisik.Rangga mengangguk, dan memilih kembali ke kantor. Mayang masuk ke dalam kamarnya, sementara Febby pun masuk ke dalam kamar, untuk beristirahat sejenak.Sore harinya, tepat pukul 16.00, Feby mengambil sapu dan tempat sampah, berniat menyapu halaman depan rumahnya.Tang sengaja dia melihat gerombolan ibu-ibu yang sepertinya baru pulang dari arisan. Dan benar dugaan Febby, mereka berhenti persis di depan rumah Febby.Febby menyapa, dengan senyum, namun justru cibiran menyakitkan yang Febby dapatkan.“Sudah hampir dua bulan menikah, kok belum ada tanda-tanda hamil juga? Jangan-jangan si Rangga itu mandul!” suara salah satu tetangga, Bu Sari, terngiang jelas di telinga Febby.“Iya, betul itu. Sayang sekali kalau Febby harus terjebak dengan suami yang tidak bisa memberinya anak. Mending segera cerai saja, masih muda, masih cantik. Banyak kok yang lebih baik dari Rangg
“Kamu harus benar-benar bisa memuaskan aku,” ucap Tuan Brata.“Tenang saja Tuan, saya tidak akan mengecewakan anda,” jawab Rossa.“Andaikan Febby yang bersamaku sekarang,” gumam Tuan Brata membuat Rossa memberengut. “Kamu harus berhasil meyakinkan Febby ya, karena kalau sampai kamu bisa membawa Febby ke hadapanku dan menikah denganku, maka aku pastikan hidupmu dan Mamamu akan makmur seumur hidup,” sambungnya lagi.Kali ini Rossa hanya mengangguk, lalu mereka tiba di hotel yang ada di pinggiran kota Sun city.Anak buahnya segera cek in, hotel ini juga yang sering Rossa datangi dengan Om, langganannya. Andai saja Rossa dan Mamanya tak suka main judi, mungkin hasilnya jual diri bisa menghidupinya dengan sangat layak.Namun nyatanya, godaan judi membuatnya lebih nyaman dan betah ada di lingkungan itu."Ini kunci kamarnya, Tuan," ucap salah satu anak buah Tuan Brata.Sang rentenir pun menerima kunci tersebut lalu berkata, "Pergilah, tunggu aku di mobil. Nanti kalau sudah selesai, aku akan
“Ma, kalau begini terus, sampai kapan Febby harus bekerja keras? Tolong jangan pernah berpikir kalau Febby akan menceraikan Rangga, Ma. Dia pria baik-baik,” kata Febby.Sang mama mencibir, “baik-baik tapi kantongnya bolong, buat apa, Feb? Buka matamu, lihat tubuhmu di depan cermin, kamu sangat cantik dan menarik. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dari dia.”Febby memilih diam, dia tak tahu gimana caranya lepas dari Mama dan Kakak tirinya ini. Andai dia punya tabungan, mungkin Febby akan tinggal di tempat berbeda dengan sang mama. Tanpa berkata apapun, Febby memilih kembali ke kamar.*****Dua minggu kemudian“Jangan kamu antarkan Febby dengan motor butut mu itu!” pekik sang mama mertua, “biarkan Febby mengendarai mobil sendiri, dia itu sekretaris Bos besar, tidak seperti kamu yang hanya merupakan karyawan magang!” tambah Mayang berteriak untuk sang menantu.“Pergilah, aku akan pakai mobil,” bisik Febby pada suaminya.“Sesekali berhentilah mengalah terus Feb,” sahut Rangga.“Aku