“Ma–maksud Bapak?” tanya Febby terbata.Bayu tertawa kecil, “saya hanya bercanda, tapi kalau kamu mau saya tidak akan menolaknya,” jawab Bayu.“Pak-”“Saya bercanda Feb.”Febby mengangguk, lalu meminta izin kembali untuk keluar dari ruangan sang atasan. Febby melanjutkan pekerjaanya, dia tak mau ada kesalahan sedikitpun dalam bekerja, mengingat hari ini adalah hari pertama dia resmi menyandang status sekretaris Bayu. Sementara itu di sisi lain, Rangga sedang bertemu dengan Arka setelah tadi meeting pagi bersama seluruh karyawan di kantor Sejahtera Group.“Jadi informasi apa yang kamu bilang penting?” tanya Rangga.“Tuan, ternyata benar kalau Brian itu sebenarnya, pemilik bisnis gelap yang dituduhkan pada kedua orang tua anda. Ini buktinya.”Arka mengeluarkan foto dan video yang berisi tentang transaksi yang Brian lakukan dengan seseorang yang paling berpengaruh dalam bisnis hitam.“Kamu dapat dari mana ini?” tanya Rangga.“Saya dan tim IT, berhasil meretas data pribadi Brian. Dan ba
Febby menuju ke parkiran di kantor tempatnya bekerja, lalu masuk ke dalam mobil untuk segera tiba di restoran tempat pertemuannya dengan sang suami.Hatinya berdebar dengan kencang, tatkala masuk lebih jauh ke dalam restoran, dan menemukan sosok yang dicarikan di sudut restoran, sambil melempar senyum manis ke arahnya.Rangga berdiri, menggeser tempat duduk di hadapannya, agar sang istri bisa duduk dengan nyaman.“Terima kasih,” ucap Febby.“Sama-sama, Nyonya,” jawab Rangga.CupRangga mencuri kecup di pipi sang istri, padahal restoran saat ini sedang ramai pengunjung.“Kamu ini, ih. Bikin malu saja,” ucap Febby, setelah meja di sebelahnya berucap, “cie..cie” menggoda keduanya.Rangga memanggil pelayan restoran, lalu mereka memilih menu terbaik di restoran ini.“Baik segera kami siapkan,” pamitnya.“Terima kasih,” jawab pasangan suami istri itu kompak.Rangga menyentuh tangan sang istri, memberi kecupan mesra di punggung tangan istrinya, membuat jantung Febby seolah ingin loncat dari
“Hey! Aku belum selesai bicara!” teriak wanita itu saat Rangga mengabaikannya.Rangga bahkan enggan untuk menatap wajahnya dan memilih segera berlalu dari hadapan wanita yang pernah menyakiti hatinya.“Kamu sudah miskin sekarang. Untung aku nggak jadi menikah denganmu, Rangga. Kalau tidak aku akan kamu ajak naik motor jelekmu itu,” ejeknya lagi, saat Rangga naik ke atas motor bututnya.Rangga benar-benar mengabaikannya, “sudah miskin sombong pula,” umpat sang mantan.Rangga terus melajukan motornya, mengikuti mobil sang istri. Sampai akhirnya dia melihat istrinya masuk ke dalam kantor milik Bayu. Ketika Febby keluar dari mobilnya, ia melihat sang suami berada di depan gerbang kantor. Wanita itu berlari kecil keluar kantor hanya untuk menyapa sang suami.“Kamu ini apa-apaan sih? Pakai ngikutin aku segala, padahal cuma dekat aja dari restoran sampai kantor. Dasar kurang kerjaan!” ucap Febby sambil mencubit perut kotak-kotak suaminya.“Aku hanya ingin memastikan kalau istriku benar-bena
Setelah berhasil menutup beberapa penjualan besar dalam waktu singkat, dia tahu hari ini akan menjadi hari yang baik. Rangga segera menuju ruang kerja Brian. “Selamat siang, Pak Brian,” sapa Rangga sambil tersenyum saat masuk ke ruangan.“Selamat siang juga, Rangga! Duduklah. Saya baru saja mendapat laporan tentang penjualan properti terakhir yang kamu tangani. Hebat, kamu benar-benar membuktikan bahwa saya tidak salah memilihmu.”Rangga tersenyum. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan yang terbaik untuk perusahaan.”“Dan itu terlihat dari hasilnya,” lanjut Brian. “Karena pencapaianmu yang luar biasa ini, perusahaan ingin memberimu sesuatu sebagai penghargaan.”Brian membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih yang tebal, lalu menyerahkannya kepada Rangga.“Apa ini, Pak?” tanya Rangga penasaran.“Buka saja,” jawab Brian sambil tersenyum penuh arti.Dengan sedikit ragu, Rangga membuka amplop tersebut dan mendapati sepasang tiket di dalamnya. Matanya melebar
“Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?” Febby bergumam lirih.Setelah menutup telepon, Febby mengambil napas panjang dan mencoba mengumpulkan kekuatan. Dia menyalakan mesin mobil dengan tangan yang masih gemetar, lalu melajukan kendaraannya secepat mungkin menuju rumah sakit yang disebutkan oleh polisi tadi.Di sepanjang perjalanan, pikiran Febby berputar-putar, penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi? Apakah Rangga akan baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi sesuatu yang lebih buruk? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui pikirannya, sementara perasaannya terus berdoa agar suaminya selamat.Setibanya di rumah sakit, Febby segera berlari menuju ruang gawat darurat, matanya mencari-cari seseorang yang bisa memberinya informasi. Seorang perawat menghampirinya saat melihat wajahnya yang panik."Bu, Anda istri dari Bapak Rangga?" tanya perawat itu lembut."Ya, bagaimana keadaan suami saya?" tanya Febby, hampir menangis."Suami Anda sedang diperiksa oleh do
“Tapi kamu masih sakit. Bukankah dokter bilang kamu harus banyak istirahat?” tanya Febby.“Pakai mulut kan bisa Feb, please, jangan buat aku marah setelah kamu sengaja membangunkannya.”Hmmmmmmm Febby menghela nafas berat. Kalau urusan begini suaminya tak kenal sakit.Febby mencium bibir suaminya penuh hasrat, lidah mereka saling melilit, dan mencecap manisnya ciuman yang tak pernah mereka lewati. Tangan Febby bergerak naik turun di atas bagian intim sang suami.Beberapa kali Rangga mendesah saat merasakan nikmat yang tak ada lawan karena sentuhan panas sang istri.“Mau susu,” kata Rangga seperti anak kecil yang sedang haus. “Sebentar, aku kunci pintunya dulu,” ucap Febby yang ikut hanyut dalam hasrat. Tidak hanya Rangga tapi dirinya juga menginginkan bersentuhan dengan suaminya itu.Febby membuka seluruh pakaiannya, hingga tubuhnya polos, lalu naik ke atas ranjang dan duduk di atas tubuh sang suami. Sekuat tenaga dia menopang tubuhnya, biar tak menindih Rangga. “Aaaaaaaaah, Nikamat
Febby memilih untuk tidak berdebat dengan sang mama tiri. Dia akan bicara besok langsung dengan Bayu karena tidak mungkin dirinya meninggalkan Rangga yang sedang sakit.Wanita cantik bertubuh mungil itu pun segera masuk ke dalam kamarnya setelah membuang sisa mie instan yang sulit untuk ditelan kembali.Berada di dalam kamar, ia menatap sang suami yang tengah terlelap. Febby yakin luka yang dialami oleh Rangga besok akan dirasakan lebih sakit olehnya."Siapa sebenarnya yang tidak menyukai Rangga di kantor? Kenapa sampai ada orang yang ingin merencanakan hal buruk terhadapnya? Karena selama ini yang aku tahu, karyawan di sana sangat baik dan kekeluargaan," ucapnya dalam hati.Wanita itu memilih berbaring di samping sang suami. Tangannya sesekali terulur menyentuh dahi sang suami untuk merasakan apakah Rangga demam atau tidak.Febby pun masuk ke dalam mimpi indahnya."Selamat pagi," sapa Febby ketika Rangga baru saja membuka matanya. Rangga sedikit terkejut melihat Febby sudah dalam kea
Setelah tiba di kantornya, Febby segera menuju ruangannya dan duduk di kursi kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi ketika John dan Alexander dengan tiba-tiba mengetahui bahwa Rangga sedang sakit. Kecurigaan mulai tumbuh di benaknya, dan perasaan tidak nyaman semakin menguat.Tanpa membuang waktu, Febby mengambil ponselnya dan menghubungi pihak kepolisian. Setelah beberapa saat, panggilannya tersambung.“Selamat pagi, Pak. Saya Febby, istri dari Rangga yang kemarin mengalami kecelakaan motor. Saya ingin melaporkan sesuatu yang mencurigakan,” ujar Febby dengan nada tegas.“Selamat pagi, Bu Febby. Ada yang bisa kami bantu?” suara tenang dari petugas polisi terdengar di seberang.“Saya mencurigai dua orang rekan kerja suami saya, John dan Alexander. Mereka tiba-tiba saja tahu kalau suami saya sedang sakit, padahal saya belum memberitahu siapa pun. Saya curiga mereka terlibat dalam kecelakaan ini. Mungkin saja mereka yang membuat rem motor Rangga blong,” kata Febby, menyu
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca