“Hey! Aku belum selesai bicara!” teriak wanita itu saat Rangga mengabaikannya.Rangga bahkan enggan untuk menatap wajahnya dan memilih segera berlalu dari hadapan wanita yang pernah menyakiti hatinya.“Kamu sudah miskin sekarang. Untung aku nggak jadi menikah denganmu, Rangga. Kalau tidak aku akan kamu ajak naik motor jelekmu itu,” ejeknya lagi, saat Rangga naik ke atas motor bututnya.Rangga benar-benar mengabaikannya, “sudah miskin sombong pula,” umpat sang mantan.Rangga terus melajukan motornya, mengikuti mobil sang istri. Sampai akhirnya dia melihat istrinya masuk ke dalam kantor milik Bayu. Ketika Febby keluar dari mobilnya, ia melihat sang suami berada di depan gerbang kantor. Wanita itu berlari kecil keluar kantor hanya untuk menyapa sang suami.“Kamu ini apa-apaan sih? Pakai ngikutin aku segala, padahal cuma dekat aja dari restoran sampai kantor. Dasar kurang kerjaan!” ucap Febby sambil mencubit perut kotak-kotak suaminya.“Aku hanya ingin memastikan kalau istriku benar-bena
Setelah berhasil menutup beberapa penjualan besar dalam waktu singkat, dia tahu hari ini akan menjadi hari yang baik. Rangga segera menuju ruang kerja Brian. “Selamat siang, Pak Brian,” sapa Rangga sambil tersenyum saat masuk ke ruangan.“Selamat siang juga, Rangga! Duduklah. Saya baru saja mendapat laporan tentang penjualan properti terakhir yang kamu tangani. Hebat, kamu benar-benar membuktikan bahwa saya tidak salah memilihmu.”Rangga tersenyum. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan yang terbaik untuk perusahaan.”“Dan itu terlihat dari hasilnya,” lanjut Brian. “Karena pencapaianmu yang luar biasa ini, perusahaan ingin memberimu sesuatu sebagai penghargaan.”Brian membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih yang tebal, lalu menyerahkannya kepada Rangga.“Apa ini, Pak?” tanya Rangga penasaran.“Buka saja,” jawab Brian sambil tersenyum penuh arti.Dengan sedikit ragu, Rangga membuka amplop tersebut dan mendapati sepasang tiket di dalamnya. Matanya melebar
“Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?” Febby bergumam lirih.Setelah menutup telepon, Febby mengambil napas panjang dan mencoba mengumpulkan kekuatan. Dia menyalakan mesin mobil dengan tangan yang masih gemetar, lalu melajukan kendaraannya secepat mungkin menuju rumah sakit yang disebutkan oleh polisi tadi.Di sepanjang perjalanan, pikiran Febby berputar-putar, penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi? Apakah Rangga akan baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi sesuatu yang lebih buruk? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menghantui pikirannya, sementara perasaannya terus berdoa agar suaminya selamat.Setibanya di rumah sakit, Febby segera berlari menuju ruang gawat darurat, matanya mencari-cari seseorang yang bisa memberinya informasi. Seorang perawat menghampirinya saat melihat wajahnya yang panik."Bu, Anda istri dari Bapak Rangga?" tanya perawat itu lembut."Ya, bagaimana keadaan suami saya?" tanya Febby, hampir menangis."Suami Anda sedang diperiksa oleh do
“Tapi kamu masih sakit. Bukankah dokter bilang kamu harus banyak istirahat?” tanya Febby.“Pakai mulut kan bisa Feb, please, jangan buat aku marah setelah kamu sengaja membangunkannya.”Hmmmmmmm Febby menghela nafas berat. Kalau urusan begini suaminya tak kenal sakit.Febby mencium bibir suaminya penuh hasrat, lidah mereka saling melilit, dan mencecap manisnya ciuman yang tak pernah mereka lewati. Tangan Febby bergerak naik turun di atas bagian intim sang suami.Beberapa kali Rangga mendesah saat merasakan nikmat yang tak ada lawan karena sentuhan panas sang istri.“Mau susu,” kata Rangga seperti anak kecil yang sedang haus. “Sebentar, aku kunci pintunya dulu,” ucap Febby yang ikut hanyut dalam hasrat. Tidak hanya Rangga tapi dirinya juga menginginkan bersentuhan dengan suaminya itu.Febby membuka seluruh pakaiannya, hingga tubuhnya polos, lalu naik ke atas ranjang dan duduk di atas tubuh sang suami. Sekuat tenaga dia menopang tubuhnya, biar tak menindih Rangga. “Aaaaaaaaah, Nikamat
Febby memilih untuk tidak berdebat dengan sang mama tiri. Dia akan bicara besok langsung dengan Bayu karena tidak mungkin dirinya meninggalkan Rangga yang sedang sakit.Wanita cantik bertubuh mungil itu pun segera masuk ke dalam kamarnya setelah membuang sisa mie instan yang sulit untuk ditelan kembali.Berada di dalam kamar, ia menatap sang suami yang tengah terlelap. Febby yakin luka yang dialami oleh Rangga besok akan dirasakan lebih sakit olehnya."Siapa sebenarnya yang tidak menyukai Rangga di kantor? Kenapa sampai ada orang yang ingin merencanakan hal buruk terhadapnya? Karena selama ini yang aku tahu, karyawan di sana sangat baik dan kekeluargaan," ucapnya dalam hati.Wanita itu memilih berbaring di samping sang suami. Tangannya sesekali terulur menyentuh dahi sang suami untuk merasakan apakah Rangga demam atau tidak.Febby pun masuk ke dalam mimpi indahnya."Selamat pagi," sapa Febby ketika Rangga baru saja membuka matanya. Rangga sedikit terkejut melihat Febby sudah dalam kea
Setelah tiba di kantornya, Febby segera menuju ruangannya dan duduk di kursi kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi ketika John dan Alexander dengan tiba-tiba mengetahui bahwa Rangga sedang sakit. Kecurigaan mulai tumbuh di benaknya, dan perasaan tidak nyaman semakin menguat.Tanpa membuang waktu, Febby mengambil ponselnya dan menghubungi pihak kepolisian. Setelah beberapa saat, panggilannya tersambung.“Selamat pagi, Pak. Saya Febby, istri dari Rangga yang kemarin mengalami kecelakaan motor. Saya ingin melaporkan sesuatu yang mencurigakan,” ujar Febby dengan nada tegas.“Selamat pagi, Bu Febby. Ada yang bisa kami bantu?” suara tenang dari petugas polisi terdengar di seberang.“Saya mencurigai dua orang rekan kerja suami saya, John dan Alexander. Mereka tiba-tiba saja tahu kalau suami saya sedang sakit, padahal saya belum memberitahu siapa pun. Saya curiga mereka terlibat dalam kecelakaan ini. Mungkin saja mereka yang membuat rem motor Rangga blong,” kata Febby, menyu
Rangga memilih untuk tidak mengadukan pada Febby bahwa Mayang telah membuang makanan yang istrinya siapkan dengan penuh kasih sayang. Rangga paham, Febby sudah cukup khawatir dengan kondisi kesehatannya, dan ia tidak ingin menambah beban pikiran istrinya dengan masalah lain yang akan membuat suasana di rumah semakin tegang.Mayang masuk ke dalam kamarnya, lalu meraih ponsel pintarnya untuk menghubungi Bayu. "Halo, Tante. Ini Bayu," sapa Bayu dari seberang telepon."Nak Bayu, tolong pastikan anak Tante sibuk di kantor. Jangan sampai dia pulang saat makan siang. Usahakan bawa dia ke tempat yang tidak memungkinkannya pulang untuk membawakan makanan kepada si gembel itu," ucap Mayang."Tenang saja, Tante. Saya sudah merencanakan semuanya dengan baik. Dia tidak akan pulang dan akan sibuk bekerja bersama saya," jawab Bayu penuh keyakinan, membuat Mayang tersenyum bahagia."Terima kasih, Nak Bayu. Tante yakin anak Tante akan menemukan kebahagiaan bila bersamamu. Tante akan berjuang keras u
"Apa Mama yang melakukan semua ini?" tanya Febby dengan nada curiga.Rangga mengangguk, membenarkan ucapan istrinya. Saat Febby hendak keluar menemui Mayang, Rangga dengan cepat menarik tangannya, mencoba mencegahnya. Namun, gerakan itu membuat Rangga meringis kesakitan, memaksa Febby untuk mendekatinya kembali."Tolong, jangan membuat kegaduhan. Aku tidak apa-apa," ucapnya dengan suara lirih."Tapi ini tak bisa dibiarkan. Mama sudah sangat keterlaluan," jawab Febby, suaranya penuh kemarahan."Namanya juga tidak suka. Apa pun akan dilakukan. Aku yang salah, lupa mengunci pintu kamar seperti yang kamu sarankan. Aku ikhlas menerima perbuatan Mama terhadapku, jadi kumohon jangan buat keributan lagi yang bisa memancing Mama semakin marah dan semakin membenciku," jelas Rangga dengan tatapan memohon.Mendengar perkataan suaminya, Febby akhirnya memilih tetap berada di kamar, meskipun hatinya masih diliputi oleh rasa tidak terima. Dia merasa bahwa tindakan Mayang kali ini benar-benar keterla