Mayang mengenakan gaun biru muda yang anggun, dengan perhiasan yang senada menghiasi leher dan pergelangan tangannya. Rossa, mengenakan dress hitam sederhana yang membuatnya tampak elegan. Mereka berjalan menuju mobil yang sudah siap di depan rumah, siap untuk menghadiri undangan makan malam dari keluarga Bayu. Saat tiba di rumah Bayu, Mayang dan Rossa disambut hangat oleh tuan rumah. Senyum Mayang sedikit terangkat saat melihat Bayu dan mamanya, yang selalu tampak anggun dan ramah. Mereka segera menyerahkan kado yang telah dipersiapkan."Ini dari kami, semoga berkenan, Jeng," ucap Mayang dengan sopan sambil menyerahkan kado itu."Terima kasih banyak, Mayang, Rossa. Ah, di mana Febby? Kenapa tidak ikut?" tanya mamanya Bayu dengan nada penasaran, sambil menerima kado tersebut."Maaf sekali, Febby tidak bisa datang malam ini. Dia sedang menemani gembel itu, ke dokter," jawab Mayang dengan senyum yang sedikit dipaksakan.Bayu yang berdiri di samping ibunya ikut tersenyum ramah, meskipu
“Terima kasih karena kamu sudah tulus padaku Feb,” ucap Rangga.“Sama-sama Walau lelah mendengar Mama selalu ngamuk di rumah, tapi tak ada salahnya kita jalani takdir ini.”Rangga sangat bangga pada sang istri, dan dia yakin ke depan hidupnya bersama Febby akan menemukan kebahagian yang selama ini dia cari.“Sebaiknya kamu tidur sekarang, besok pagi aku sudah pesan makanan online biar kamu tak lelah masak,” ucap Rangga.“Seharusnya tak perlu, karena mengurusmu adalah bagian dari tugasku sebagai seorang istri. Kamu jangan khawatirkan itu.”Rangga tersenyum bangga, meminta istrinya untuk tidur di sampingnya. Rangga memeluk Febby penuh kasih sayang. Dan keduanya masuk dalam mimpi indah.Esok harinya, suasana di kantor Sejahtera Group terasa sedikit tegang. Beberapa anggota kepolisian datang ke kantor dengan membawa surat panggilan untuk John dan Alexander. Keduanya terlihat terkejut ketika polisi menyebutkan nama mereka di lobi utama. Surat panggilan tersebut menyatakan bahwa mereka ha
“Apaaaaa?” Rangga terkejut mendapat telepon dari sang istri, kalau John dan Alexander sudah di tahan, “jadi mereka mengakui semuanya?” sambungnya bertanya.Febby mengangguk di balik telepon, dia baru saja habis meeting dengan atasannya dan para kepala divisi di kantor Bayu.“Iya Rangga, mereka sudah ditahan. Awalnya mereka tak mengakui perbuatannya, namun polisi berhasil membongkar niat jahatnya.”Rangga menghela nafas panjang, kalau sudah begini pasti keduanya akan kehilangan karirnya, pikir Rangga. Dia tak ada niat memenjarakan John dan Alexander, tapi nasi sudah menjadi bubur.“Mereka juga dipecat oleh Pak Brian,” kata Febby lagi.“Apaaaaaaa?” jerit Rangga, yang kembali terkejut.Febby berdecak kesal, “bisa tidak sih kamu kalau bicara jangan-keras-keras, sakit telingaku tahu,” Febby merajuk.“Maaf,” jawab Rangga.Sambungan teleponnya terputus. Tak ada yang bisa Rangga lakukan selain datang ke kantor polisi guna memberi keterangan agar proses hukum keduanya bisa segera dilanjutkan.
"Jangan pernah bermimpi aku akan melakukannya, karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah menceraikan istriku," ucap Rangga tegas.Mayang mendengus kesal. "Kalau kamu memang tidak ingin menceraikan anakku, biar kami yang mengurus proses cerainya! Aku sudah muak melihat wajah gembelmu di rumah ini. Kamu tahu, istrimu hari ini mendapatkan gaji yang sangat banyak," ujarnya sambil memperlihatkan amplop yang berisi penuh dengan uang.Rangga hanya menatap nanar ke arah amplop itu. Dia sebetulnya tidak marah sama sekali bila sang istri memberikan uangnya untuk Mayang, karena Rangga bisa memberikan lebih dari yang Febby butuhkan. Namun, yang membuatnya kecewa adalah kenapa sang istri tidak pernah menyampaikan kalau dia sering makan siang bersama Bayu. Atau, mungkin Febby sengaja memanfaatkan kesibukan Rangga untuk menjalin kedekatan dengan bosnya tersebut.Rangga memilih masuk ke dalam kamar dengan wajah yang tampak merah karena amarah, sementara sang istri masih di ruang tamu berbicara de
Febby mendekati suaminya yang sedang tertidur di atas ranjang. Dia tahu bahwa dia bersalah, dan mungkin banyak wanita karier merasakan hal yang sama. Namun, Febby sudah terlanjur terjerumus dalam pekerjaan ini, dan dia tidak bisa mundur begitu saja, apalagi dirinya terikat dengan kontrak kerja."Rangga, kita makan di luar, yuk," ajaknya sambil mengusap lembut suaminya yang saat ini berbaring memunggunginya.Rangga menjawab dengan gelengan. Dia enggan berbicara lagi dengan sang istri. Jujur saja, akhir-akhir ini Febby sudah berubah; dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah daripada di dalam rumah. Padahal, sejak awal, Rangga sudah pernah meminta Febby untuk tidak mengambil lembur. Namun nyatanya, akhir-akhir ini dia seakan mengabaikan keinginan Rangga.Suara perut Rangga tidak bisa membohongi bahwa pria itu sedang lapar."Kamu mau aku masakin apa kalau memang nggak mau keluar?" tanya Febby.Rangga kembali menjawab dengan gelengan. "Kalau aku lapar, aku bisa buat mie instan
Baru tadi malam Febby minta maaf dan berjanji pada sang suami untuk tidak mengabaikan rumah tangga mereka. Tiba-tiba, hari ini Febby kembali harus lembur di kantor.Mayang dan Rossa sedang tidak ada di rumah karena mereka sedang berlibur selama tiga hari penuh, dan di rumah itu hanya ada Rangga.Sejak sang istri masuk ke dalam rumah, Rangga tak menyapa istrinya. Bahkan ketika Febby berusaha mengajak Rangga bicara, pria itu memilih untuk tetap bungkam dan duduk di ruang tamu, menghindari komunikasi dengan Febby.Wanita itu tahu kalau sang suami sedang marah, tapi ada hal penting yang harus ia sampaikan dan berharap agar suaminya mau mengerti keadaannya. Jujur saja, dia menyesal menjadi wanita karier karena ternyata hal itu berdampak buruk pada rumah tangganya.Ada perasaan suami yang harus dia jaga, apalagi mama dan kakak tirinya selalu menganggap remeh Rangga.Dengan hati-hati, Febby melangkah keluar dari kamar menuju ruang tamu di mana Rangga sedang duduk dengan wajah serius. Pria i
"Kamu mau ke mana, Rangga, malam-malam begini?" tanya Febby saat melihat suaminya sedang mengenakan jaket."Bukan urusanmu," jawab Rangga dengan suara ketus. Pria itu mengabaikan ucapan sang istri dan memilih untuk tetap mengenakan jaketnya. Demi apapun, Rangga sangat kesal karena sang istri yang sebelumnya sudah pernah berjanji tidak akan ada pekerjaan di luar jam kerja, kini mendadak akan berangkat ke luar kota. Padahal, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja karena kesibukan Febby yang terlalu berlebihan.Jujur saja, Rangga memiliki firasat tidak baik terhadap Bayu. Dia merasa semua ini sengaja direncanakan oleh Bayu untuk menjauhkan dirinya dengan sang istri."Tapi aku istrimu, Rangga. Aku berhak tahu ke mana kamu pergi," kata Febby, sambil menyentuh tangan sang suami agar mau bicara dengannya."Memangnya penting bagimu ke mana aku pergi?" balas Rangga ketus.Mendengar pertanyaan dari sang suami, Febby ketika merasa kesal, lalu berkata, "Jadi kamu marah kalau aku pergi deng
Waktu saat ini menunjukkan pukul 22.30 di Sun City. Arka menatap jam di pergelangan tangannya, menyadari bahwa perjalanan menuju rumah Febby akan memakan waktu sekitar 30 menit. Dia tak ingin melihat Rangga mabuk di tempat ini dan tak bisa pulang."Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pulang saja? Ini sudah malam. Takut Nyonya menanyakan Anda," ucap Arka."Dia sudah menganggapku tidak ada. Aku yakin dia tidak akan pernah peduli aku pulang atau tidak. Hubungan kami memang sedang tidak baik-baik saja, dan aku heran, kenapa setiap aku punya pasangan pasti ada laki-laki lain yang menginginkannya? Ujung-ujungnya pasti aku yang terluka. Apa yang salah denganku?" kata Rangga, mencoba menyalahkan diri sendiri atas keadaan yang sudah lama menimpanya.Arka menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Jangan berkata seperti itu, Tuan. Saya yakin, Nyonya tidak seperti wanita-wanita Anda sebelumnya. Beliau hanya terimpit keadaan saja, dan saya yakin ini ada hubungannya dengan niat Bayu di balik kesibukann
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca