"Jangan pernah bermimpi aku akan melakukannya, karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah menceraikan istriku," ucap Rangga tegas.Mayang mendengus kesal. "Kalau kamu memang tidak ingin menceraikan anakku, biar kami yang mengurus proses cerainya! Aku sudah muak melihat wajah gembelmu di rumah ini. Kamu tahu, istrimu hari ini mendapatkan gaji yang sangat banyak," ujarnya sambil memperlihatkan amplop yang berisi penuh dengan uang.Rangga hanya menatap nanar ke arah amplop itu. Dia sebetulnya tidak marah sama sekali bila sang istri memberikan uangnya untuk Mayang, karena Rangga bisa memberikan lebih dari yang Febby butuhkan. Namun, yang membuatnya kecewa adalah kenapa sang istri tidak pernah menyampaikan kalau dia sering makan siang bersama Bayu. Atau, mungkin Febby sengaja memanfaatkan kesibukan Rangga untuk menjalin kedekatan dengan bosnya tersebut.Rangga memilih masuk ke dalam kamar dengan wajah yang tampak merah karena amarah, sementara sang istri masih di ruang tamu berbicara de
Febby mendekati suaminya yang sedang tertidur di atas ranjang. Dia tahu bahwa dia bersalah, dan mungkin banyak wanita karier merasakan hal yang sama. Namun, Febby sudah terlanjur terjerumus dalam pekerjaan ini, dan dia tidak bisa mundur begitu saja, apalagi dirinya terikat dengan kontrak kerja."Rangga, kita makan di luar, yuk," ajaknya sambil mengusap lembut suaminya yang saat ini berbaring memunggunginya.Rangga menjawab dengan gelengan. Dia enggan berbicara lagi dengan sang istri. Jujur saja, akhir-akhir ini Febby sudah berubah; dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah daripada di dalam rumah. Padahal, sejak awal, Rangga sudah pernah meminta Febby untuk tidak mengambil lembur. Namun nyatanya, akhir-akhir ini dia seakan mengabaikan keinginan Rangga.Suara perut Rangga tidak bisa membohongi bahwa pria itu sedang lapar."Kamu mau aku masakin apa kalau memang nggak mau keluar?" tanya Febby.Rangga kembali menjawab dengan gelengan. "Kalau aku lapar, aku bisa buat mie instan
Baru tadi malam Febby minta maaf dan berjanji pada sang suami untuk tidak mengabaikan rumah tangga mereka. Tiba-tiba, hari ini Febby kembali harus lembur di kantor.Mayang dan Rossa sedang tidak ada di rumah karena mereka sedang berlibur selama tiga hari penuh, dan di rumah itu hanya ada Rangga.Sejak sang istri masuk ke dalam rumah, Rangga tak menyapa istrinya. Bahkan ketika Febby berusaha mengajak Rangga bicara, pria itu memilih untuk tetap bungkam dan duduk di ruang tamu, menghindari komunikasi dengan Febby.Wanita itu tahu kalau sang suami sedang marah, tapi ada hal penting yang harus ia sampaikan dan berharap agar suaminya mau mengerti keadaannya. Jujur saja, dia menyesal menjadi wanita karier karena ternyata hal itu berdampak buruk pada rumah tangganya.Ada perasaan suami yang harus dia jaga, apalagi mama dan kakak tirinya selalu menganggap remeh Rangga.Dengan hati-hati, Febby melangkah keluar dari kamar menuju ruang tamu di mana Rangga sedang duduk dengan wajah serius. Pria i
"Kamu mau ke mana, Rangga, malam-malam begini?" tanya Febby saat melihat suaminya sedang mengenakan jaket."Bukan urusanmu," jawab Rangga dengan suara ketus. Pria itu mengabaikan ucapan sang istri dan memilih untuk tetap mengenakan jaketnya. Demi apapun, Rangga sangat kesal karena sang istri yang sebelumnya sudah pernah berjanji tidak akan ada pekerjaan di luar jam kerja, kini mendadak akan berangkat ke luar kota. Padahal, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja karena kesibukan Febby yang terlalu berlebihan.Jujur saja, Rangga memiliki firasat tidak baik terhadap Bayu. Dia merasa semua ini sengaja direncanakan oleh Bayu untuk menjauhkan dirinya dengan sang istri."Tapi aku istrimu, Rangga. Aku berhak tahu ke mana kamu pergi," kata Febby, sambil menyentuh tangan sang suami agar mau bicara dengannya."Memangnya penting bagimu ke mana aku pergi?" balas Rangga ketus.Mendengar pertanyaan dari sang suami, Febby ketika merasa kesal, lalu berkata, "Jadi kamu marah kalau aku pergi deng
Waktu saat ini menunjukkan pukul 22.30 di Sun City. Arka menatap jam di pergelangan tangannya, menyadari bahwa perjalanan menuju rumah Febby akan memakan waktu sekitar 30 menit. Dia tak ingin melihat Rangga mabuk di tempat ini dan tak bisa pulang."Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pulang saja? Ini sudah malam. Takut Nyonya menanyakan Anda," ucap Arka."Dia sudah menganggapku tidak ada. Aku yakin dia tidak akan pernah peduli aku pulang atau tidak. Hubungan kami memang sedang tidak baik-baik saja, dan aku heran, kenapa setiap aku punya pasangan pasti ada laki-laki lain yang menginginkannya? Ujung-ujungnya pasti aku yang terluka. Apa yang salah denganku?" kata Rangga, mencoba menyalahkan diri sendiri atas keadaan yang sudah lama menimpanya.Arka menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Jangan berkata seperti itu, Tuan. Saya yakin, Nyonya tidak seperti wanita-wanita Anda sebelumnya. Beliau hanya terimpit keadaan saja, dan saya yakin ini ada hubungannya dengan niat Bayu di balik kesibukann
"Brengsek! Ternyata dia berani meminta Bayu untuk menjemputnya. Pasti dia sudah tahu kalau aku tidak pulang, atau jangan-jangan laki-laki itu menginap di rumah ini. Bisa saja dia menghubungi Bayu dan menyampaikan kalau dia takut tidur sendirian di rumah," ucap Rangga sambil menatap mobil Bayu yang terus bergerak menjauh dari pandangannya.Demi apapun, dia tak pernah menyangka kalau Bayu berani datang ke rumah menjemput Febby. Pria itu benar-benar tak tahu malu, berani menjemput istri orang!"Awas saja kamu. Kalau sampai kecurigaanku benar, aku akan menceraikanmu, Febby," kata Rangga penuh emosi. Dia segera masuk ke dalam rumah, mengambil barang-barangnya, dan segera pergi dari sana. Dia tidak akan kembali untuk sementara waktu, sampai perasaannya membaik.Sementara itu, di dalam mobil, Febby terlihat sangat gelisah. Bayu, yang sedang fokus menyetir, sesekali melirik ke arah Febby di sampingnya. Sang sekretaris tampak sangat mengkhawatirkan sesuatu.“Kamu kenapa, Febby? Apa kamu takut
Bayu menatap Febby yang duduk di sebelahnya, wajahnya tampak pucat dan cemas. Setelah tadi sampai di hotel, Bayu mengajak Febby masuk ke dalam kamarnya, untuk membahas hal penting yang akan mereka lakukan besok pagi."Febby, bisakah kamu fokus pada perjalanan bisnis kita di New Capitol ini? Saya tahu kamu sedang ada masalah dengan Rangga, tapi kita harus tetap profesional. Ini perjalanan penting, dan Saya butuh kamu untuk mendampingi Saya dengan penuh konsentrasi," ucap Bayu, suaranya terdengar serius namun tidak kasar.Febby menoleh perlahan, mata gelisahnya menatap Bayu sejenak sebelum ia menghela napas panjang. "Maaf, Pak Bayu. Saya berusaha untuk profesional, tapi hati saya tidak bisa tenang. Ponsel Rangga masih tidak bisa dihubungi, dan saya tidak tahu dia ada di mana atau bagaimana keadaannya," jawab Febby dengan nada lemah."Dengar, Febby. Saya mengerti ini sulit bagimu. Tapi kamu harus ingat, kita sedang dalam perjalanan kerja. Saya membutuhkan pikiranmu di sini, di tempat in
Bayu tersenyum ke arah Arka, namun pria itu segera menuju ke dalam lift. Arka menyentuh dadanya, merasa lega karena Bayu tak menaruh curiga padanya.“Syukurlah,” ucap Arka, lantas masuk lebih jauh ke dalam kamarnya. Dia memberi tahu Rangga, semua yang dia lihat di sini terkait kehadiran Kakak dan Mama tiri Febby di sini.“Tuan, semua kecurigaan kita benar, ternyata Mama tiri Nyonya ada di sini juga,” ucapnya dalam sambungan telepon.“Mereka sepertinya sengaja ingin menjauhkan aku dari Febby,” keluh Rangga.“Anda jangan sampai menyerah sama dua kuntilanak pirang itu Tuan, yakinlah kalau Nyonya hanya bekerja di sini. Saya tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada beliau.”Rangga mengangguk di balik telepon, dia tahu kalau Arka sangat bisa diandalkan, “terima kasih Arka, aku tahu, kamu tak pernah mengecewakan. Sekarang istirahatlah, karena tubuhmu juga pasti lelah.”“Baik Tuan,” jawabnya.Tepat pukul 19.00, Bayu dan Febby sudah duduk berhadap-hadapan di sebuah meja restoran dengan rua