Waktu saat ini menunjukkan pukul 22.30 di Sun City. Arka menatap jam di pergelangan tangannya, menyadari bahwa perjalanan menuju rumah Febby akan memakan waktu sekitar 30 menit. Dia tak ingin melihat Rangga mabuk di tempat ini dan tak bisa pulang."Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pulang saja? Ini sudah malam. Takut Nyonya menanyakan Anda," ucap Arka."Dia sudah menganggapku tidak ada. Aku yakin dia tidak akan pernah peduli aku pulang atau tidak. Hubungan kami memang sedang tidak baik-baik saja, dan aku heran, kenapa setiap aku punya pasangan pasti ada laki-laki lain yang menginginkannya? Ujung-ujungnya pasti aku yang terluka. Apa yang salah denganku?" kata Rangga, mencoba menyalahkan diri sendiri atas keadaan yang sudah lama menimpanya.Arka menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Jangan berkata seperti itu, Tuan. Saya yakin, Nyonya tidak seperti wanita-wanita Anda sebelumnya. Beliau hanya terimpit keadaan saja, dan saya yakin ini ada hubungannya dengan niat Bayu di balik kesibukann
"Brengsek! Ternyata dia berani meminta Bayu untuk menjemputnya. Pasti dia sudah tahu kalau aku tidak pulang, atau jangan-jangan laki-laki itu menginap di rumah ini. Bisa saja dia menghubungi Bayu dan menyampaikan kalau dia takut tidur sendirian di rumah," ucap Rangga sambil menatap mobil Bayu yang terus bergerak menjauh dari pandangannya.Demi apapun, dia tak pernah menyangka kalau Bayu berani datang ke rumah menjemput Febby. Pria itu benar-benar tak tahu malu, berani menjemput istri orang!"Awas saja kamu. Kalau sampai kecurigaanku benar, aku akan menceraikanmu, Febby," kata Rangga penuh emosi. Dia segera masuk ke dalam rumah, mengambil barang-barangnya, dan segera pergi dari sana. Dia tidak akan kembali untuk sementara waktu, sampai perasaannya membaik.Sementara itu, di dalam mobil, Febby terlihat sangat gelisah. Bayu, yang sedang fokus menyetir, sesekali melirik ke arah Febby di sampingnya. Sang sekretaris tampak sangat mengkhawatirkan sesuatu.“Kamu kenapa, Febby? Apa kamu takut
Bayu menatap Febby yang duduk di sebelahnya, wajahnya tampak pucat dan cemas. Setelah tadi sampai di hotel, Bayu mengajak Febby masuk ke dalam kamarnya, untuk membahas hal penting yang akan mereka lakukan besok pagi."Febby, bisakah kamu fokus pada perjalanan bisnis kita di New Capitol ini? Saya tahu kamu sedang ada masalah dengan Rangga, tapi kita harus tetap profesional. Ini perjalanan penting, dan Saya butuh kamu untuk mendampingi Saya dengan penuh konsentrasi," ucap Bayu, suaranya terdengar serius namun tidak kasar.Febby menoleh perlahan, mata gelisahnya menatap Bayu sejenak sebelum ia menghela napas panjang. "Maaf, Pak Bayu. Saya berusaha untuk profesional, tapi hati saya tidak bisa tenang. Ponsel Rangga masih tidak bisa dihubungi, dan saya tidak tahu dia ada di mana atau bagaimana keadaannya," jawab Febby dengan nada lemah."Dengar, Febby. Saya mengerti ini sulit bagimu. Tapi kamu harus ingat, kita sedang dalam perjalanan kerja. Saya membutuhkan pikiranmu di sini, di tempat in
Bayu tersenyum ke arah Arka, namun pria itu segera menuju ke dalam lift. Arka menyentuh dadanya, merasa lega karena Bayu tak menaruh curiga padanya.“Syukurlah,” ucap Arka, lantas masuk lebih jauh ke dalam kamarnya. Dia memberi tahu Rangga, semua yang dia lihat di sini terkait kehadiran Kakak dan Mama tiri Febby di sini.“Tuan, semua kecurigaan kita benar, ternyata Mama tiri Nyonya ada di sini juga,” ucapnya dalam sambungan telepon.“Mereka sepertinya sengaja ingin menjauhkan aku dari Febby,” keluh Rangga.“Anda jangan sampai menyerah sama dua kuntilanak pirang itu Tuan, yakinlah kalau Nyonya hanya bekerja di sini. Saya tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada beliau.”Rangga mengangguk di balik telepon, dia tahu kalau Arka sangat bisa diandalkan, “terima kasih Arka, aku tahu, kamu tak pernah mengecewakan. Sekarang istirahatlah, karena tubuhmu juga pasti lelah.”“Baik Tuan,” jawabnya.Tepat pukul 19.00, Bayu dan Febby sudah duduk berhadap-hadapan di sebuah meja restoran dengan rua
“Sepertinya anda bukan orang asli kota ini?” tanya wanita itu pada Bayu. Bayu mengangguk, “benar aku berasal dari kota Sun City. Datang ke kota ini karena ada pertemuan dengan klien bisnis,” jawabnya. Bayu kembali menyesap red wine di tangannya. “Wowww, berarti anda orang kaya dong. Biasanya kalau pengusaha datang ke sini, pasti disiapkan wanita kalau memang pengusaha itu menginginkannya.” Bayu mengangguk, dia tahu kalau dia mau bisa saja minta pihak hotel menyediakan wanita untuknya, tapi kalau itu terjadi bisa saja citranya buruk di mata Febby. Bayu tak ingin hal itu terjadi. “Aku hanya ingin bersenang-senang di tempat ini saja,” jawabnya. “Kita jadi ke hotel tempat anda menginap atau di ruangan ini saja?” tanya wanita itu dengan gerakan nakal mulai menyentuh aset berharga milik Bayu, hingga sang pemilik mengeluarkan sedahan. “Aku sebenarnya ingin menonton tarian striptis,” ucapnya. “Saya dan rekan saya akan melakukannya untuk anda.” Bayu tersenyum bahagia, matanya be
"Kamu ini kenapa sih, Rangga? Sekalinya balas pesan, nyakitin banget, hiks hiks hiks."Febby menangis dengan tangan bergetar sambil mencoba menghubungi Rangga lagi, namun ponsel sang suami malah tak aktif.Febby melempar ponselnya, lalu menangis di dalam kamarnya, sampai tanpa sadar dia akhirnya terlelap. Tepat pukul 18.00 waktu New Capitol, Febby mulai terjaga. Dia ingat sekarang harus bertemu dengan sang atasan untuk membahas proposal untuk besok."Shiiiit!" Febby kembali mengumpat saat menyadari layar ponselnya pecah.Ada satu pesan masuk yang masih bisa dibaca olehnya. Dia berharap pesan itu dari sang suami, nyatanya bukan. Pesan itu dari sang atasan."Jam 18.30, saya tunggu di restoran ya, Feb," kalimat dalam pesan itu membuat Febby segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Saat Febby sudah rapi, dia hendak ke restoran lebih awal, namun ternyata sang atasan pun baru akan menuju restoran.“Feb,” sapa Bayu sambil tersenyum.“Pak,” balas Febby.Mata Bayu menyipit menatap
"Ingat, Febby, jangan sia-siakan kesempatan emas ini untuk berkarir. Kamu memiliki pendidikan yang memadai dan latar belakang kerja yang dulu diidamkan banyak orang," ucap Bayu dengan nada serius yang menggema di ruangan itu. Suara gemericik piring dan gelas mulai berkurang, sinyal bahwa restoran di hotel itu akan segera lengang. Febby menatap lantai, masih duduk terpaku, menggenggam erat tangan yang terasa dingin. "Pikirkan baik-baik, menjadi wanita karir yang sukses lebih bernilai di mata pria yang benar-benar menghargai cintamu, bukan hanya tergiur oleh fasad belaka," Bayu menambahkan, dengan pandangan tajam yang menembus relung hati Febby. "Percayalah, Cinta yang sejati itu bukan penuh drama dan keegoisan, sementara makanan tak bisa dibeli dari cinta. Hargai Mama dan Kakakmu yang sudah berjuang sekuat tenaga hingga menjadikanmu seorang anak berpendidikan tinggi." Bayu lalu berdiri, menatap Febby dengan harap. "Sekarang, kembali ke kamar. Besok kita harus berangkat pagi-pagi se
Saat mereka menikmati minumannya, tiba-tiba terdengar MC acara di panggung berseru, “Hadirin sekalian, mari kita sambut Pak Bayu, tamu kehormatan malam ini, untuk bergabung di lantai dansa bersama dengan pasangan lain yang sudah ada di lantai dansa!”Bayu tertawa kecil mendengar seruan MC itu dan menoleh lagi pada Febby. “Nah, itu tanda kalau kita harus ikut. Ayo, Febby, jangan buat saya menari sendiri.”Febby tertegun. Bagaimana dia bisa menolak, apalagi di depan begitu banyak orang yang menanti? Dengan sedikit ragu, dia akhirnya mengangguk.Bayu langsung menggandeng tangannya dengan sopan, memimpin Febby menuju lantai dansa yang sudah mulai dipenuhi tamu. Musik romantis mulai mengalun lebih kencang, suasana berubah menjadi semakin hangat. Pasangan-pasangan sudah mulai berdansa, mengikuti irama lembut yang dimainkan oleh band di sudut panggung.Bayu memegang tangan Febby dengan lembut, sementara tangan lainnya ditempatkan di pinggangnya. "Jangan khawatir, kita hanya mengikuti irama
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca