"Ingat, Febby, jangan sia-siakan kesempatan emas ini untuk berkarir. Kamu memiliki pendidikan yang memadai dan latar belakang kerja yang dulu diidamkan banyak orang," ucap Bayu dengan nada serius yang menggema di ruangan itu. Suara gemericik piring dan gelas mulai berkurang, sinyal bahwa restoran di hotel itu akan segera lengang. Febby menatap lantai, masih duduk terpaku, menggenggam erat tangan yang terasa dingin. "Pikirkan baik-baik, menjadi wanita karir yang sukses lebih bernilai di mata pria yang benar-benar menghargai cintamu, bukan hanya tergiur oleh fasad belaka," Bayu menambahkan, dengan pandangan tajam yang menembus relung hati Febby. "Percayalah, Cinta yang sejati itu bukan penuh drama dan keegoisan, sementara makanan tak bisa dibeli dari cinta. Hargai Mama dan Kakakmu yang sudah berjuang sekuat tenaga hingga menjadikanmu seorang anak berpendidikan tinggi." Bayu lalu berdiri, menatap Febby dengan harap. "Sekarang, kembali ke kamar. Besok kita harus berangkat pagi-pagi se
Saat mereka menikmati minumannya, tiba-tiba terdengar MC acara di panggung berseru, “Hadirin sekalian, mari kita sambut Pak Bayu, tamu kehormatan malam ini, untuk bergabung di lantai dansa bersama dengan pasangan lain yang sudah ada di lantai dansa!”Bayu tertawa kecil mendengar seruan MC itu dan menoleh lagi pada Febby. “Nah, itu tanda kalau kita harus ikut. Ayo, Febby, jangan buat saya menari sendiri.”Febby tertegun. Bagaimana dia bisa menolak, apalagi di depan begitu banyak orang yang menanti? Dengan sedikit ragu, dia akhirnya mengangguk.Bayu langsung menggandeng tangannya dengan sopan, memimpin Febby menuju lantai dansa yang sudah mulai dipenuhi tamu. Musik romantis mulai mengalun lebih kencang, suasana berubah menjadi semakin hangat. Pasangan-pasangan sudah mulai berdansa, mengikuti irama lembut yang dimainkan oleh band di sudut panggung.Bayu memegang tangan Febby dengan lembut, sementara tangan lainnya ditempatkan di pinggangnya. "Jangan khawatir, kita hanya mengikuti irama
"Tante sengaja kan menjebakku!" seru Bayu dengan penuh amarah.Pria tampan yang sudah mengenakan pakaian lengkap itu melotot ke arah Mayang, seakan menatap wanita itu dengan tatapan membunuh.Dia merasa jijik menyadari ada satu ranjang dan dalam keadaan tanpa busana bersama wanita ini."Jaga bicaramu, Bayu! Kamu pikir aku sudi tidur dengan brondong, huh? Kalau aku mau, sejak dulu aku sudah memilih brondong yang lebih baik dari kamu!" balas Mayang tajam, dengan nada marah yang tak kalah dari Bayu.Mayang benar-benar geram atas tuduhan Bayu yang tak masuk akal. Dia tidak mau Bayu berpikir bahwa dia memiliki ketertarikan pada pria muda seperti Bayu."Lalu, kenapa kita bisa berada dalam satu ranjang, Tante?" tanya Bayu, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jelas sekali, dia tidak menyukai lelucon seperti ini. Padahal, Bayu yang meminta Mayang dan Rossa untuk memasukkan obat ke dalam minuman Febby. Tapi kenapa malah dirinya yang terjebak dalam rencana tersebut?Bahkan Bayu suda
"Apa yang akan kamu lakukan, Nak Bayu?" tanya Mayang.Saat ini mereka sudah mendapatkan potongan rekaman CCTV dan sekarang keduanya menuju lobi hotel. Mayang dihubungi oleh Rossa, namun dia takut menjawab telepon dari sang anak.Mayang seperti sedang melakukan kesalahan terbesar yang tak mungkin dimaafkan. "Aku akan mencari tahu siapa pelakunya. Tapi ingat, Tante, jangan sampai ada yang tahu kalau Tante dan aku sudah tidur dalam satu ranjang," tuturnya penuh penekanan.Bayu tak ingin masalah ini berkembang ke mana-mana, apalagi jika sampai klien bisnisnya mengetahui apa yang terjadi. Bisa-bisa hancur reputasinya dalam sekejap."Tenang saja, Tante tidak mungkin buka aib sendiri," jawab Mayang. "Sepertinya Tante akan tetap liburan dulu untuk menenangkan pikiran," sambungnya lagi.Bayu mengangguk lalu meminta Mayang untuk segera pergi dari hotel itu. Dia takut jika sampai sang sekretaris melihat keberadaan mama tirinya di kota yang sama dengan mereka."Tapi Tante butuh uang, tolong tran
"Selamat, karena tadi malam kamu sudah lolos dari jebakan maut. Tetap berhati-hati dan jangan mudah percaya pada orang lain."Febby semakin bingung dengan isi pesan tersebut. Jebakan maut? Apa maksudnya? Siapa yang mengirim pesan ini, dan mengapa ada orang yang berniat jahat padanya?Membayangkan hal itu saja membuat Febby bergidik ngeri. Tapi siapa yang mengenalnya di kota ini? Dan kenapa ada yang ingin menyakitinya?Febby segera masuk kembali ke dalam kamarnya setelah memastikan bahwa di lorong hotel tempatnya menginap tidak ada orang yang mencurigakan."Ya Tuhan, kalau pesan ini benar, tolong lindungi aku dari marabahaya," gumam Febby, berdoa pada Tuhan.Setelah itu, dia memeriksa kembali buket bunga yang diterimanya. Tidak ada pesan lain selain yang tadi sudah dia baca. Febby memutuskan untuk meninggalkan buket bunga tersebut di kamar hotel. Dia tidak ingin membawanya pulang ke Sun City agar tidak membuat sang suami berpikir buruk.Ting!Satu pesan masuk ke ponselnya."Febby, kal
“Febbyyyyyyyy!” Pekik Rangga haru menghujam ke langit sore saat Rangga melihat istrinya terkapar, terpental oleh sebuah mobil. Dengan suara yang terbata, ia memohon kepada sang pengemudi yang tidak sengaja menabrak istrinya, agar sudi mengantarkannya ke rumah sakit. "Tolong, istri saya perlu pertolongan segera!" serunya dengan putus asa sambil menghubungi Arka.Pemilik mobil, dengan suara gemetar dan ketakutan, membalas, "Maafkan saya pak, saya benar-benar tidak menyadari kejadian itu, semuanya terjadi begitu cepat." Meskipun diliputi kepanikan, dia tetap mengemudikan mobilnya, melaju menuju rumah sakit terdekat dengan cepat. Di dalam mobil, Rangga memeluk istrinya yang tak sadarkan diri, setiap detik terasa seperti abadi bagi hati yang cemas dan takut kehilangan. "Yang penting sekarang adalah selamatkan dia, tolong lebih cepat!" tegas Rangga, matanya yang sembab menatap pengemudi dengan tatapan yang mendesak. Semakin dekat ke rumah sakit, sebuah keajaiban terjadi: setiap lampu l
Ketika tetes terakhir infus tercurah, Rangga segera memanggil seorang suster di ruang UGD. Dengan gerakan cepat dan profesional, suster tersebut membuka jarum infus yang tertancap di tangan Febby. "Sekarang Nyonya sudah bisa pulang, tapi hati-hati ya saat menyeberang jalan. Perhatikan baik-baik mobil yang melintas," ujar suster itu dengan nada perhatian yang mendalam setelah menyaksikan sendiri keadaan Febby yang sempat tak sadarkan diri."Baik, Suster. Terima kasih banyak atas segalanya," balas Febby dengan suara lemah namun penuh kelegaan. Rangga dan Febby kemudian berjalan keluar dari ruang UGD, menuju ke lobby rumah sakit. Di sana, Rangga telah menghubungi Arka, yang berpura-pura sebagai sopir taksi online, untuk menjemput mereka. "Silakan, Tuan, Nyonya," sapa Arka dengan sopan sambil membukakan pintu mobilnya. "Terima kasih," ucap Rangga dan Febby bersamaan, serempak dalam kesatuan. "Alamat sesuai dengan aplikasi, ya Pak," ucap Rangga, mengkonfirmasi rute mereka, seolah Arka
Rangga merebahkan sang istri di atas sofa, lalu melakukan penyatuan untuk pertama kali di hari itu.“Aaaaaaah,” Febby mendesah, ketika sang suami melakukannya dari arah belakang, Febby berlutut di atas Sofa dan memunggungi sang suami tampan.Rangga mulai menghentak dengan gerakan pelan, tangannya meremas benda kenyal favoritnya. Hingga desahan terus mengalun indah di dalam kamar itu dan rasa panas pulai menjalar ke tubuh keduanya, padahal pendingin ruangan sudah bekerja dengan maksimal.Sesekali tangan pria itu meremas bokong sang istri. Sampai akhirnya ronde pertama pun usai.Malam itu benar-benar menjadi malam panjang untuk keduanya, Rangga dan Febby melepas rindu hingga benih cinta yang mulai tumbuh di hati keduanya kembali bersemi.Setelah itu keduanya masuk ke dalam mimpi indah.Esok harinya Rangga menghidupkan motor tua miliknya. Febby, duduk di belakangnya. "Pakai mobilku saja, Rangga," bisik Febby, suaranya serak, mencoba meminjamkan semangat baru pada pagi ini, meski matany