"Apa yang akan kamu lakukan, Nak Bayu?" tanya Mayang.Saat ini mereka sudah mendapatkan potongan rekaman CCTV dan sekarang keduanya menuju lobi hotel. Mayang dihubungi oleh Rossa, namun dia takut menjawab telepon dari sang anak.Mayang seperti sedang melakukan kesalahan terbesar yang tak mungkin dimaafkan. "Aku akan mencari tahu siapa pelakunya. Tapi ingat, Tante, jangan sampai ada yang tahu kalau Tante dan aku sudah tidur dalam satu ranjang," tuturnya penuh penekanan.Bayu tak ingin masalah ini berkembang ke mana-mana, apalagi jika sampai klien bisnisnya mengetahui apa yang terjadi. Bisa-bisa hancur reputasinya dalam sekejap."Tenang saja, Tante tidak mungkin buka aib sendiri," jawab Mayang. "Sepertinya Tante akan tetap liburan dulu untuk menenangkan pikiran," sambungnya lagi.Bayu mengangguk lalu meminta Mayang untuk segera pergi dari hotel itu. Dia takut jika sampai sang sekretaris melihat keberadaan mama tirinya di kota yang sama dengan mereka."Tapi Tante butuh uang, tolong tran
"Selamat, karena tadi malam kamu sudah lolos dari jebakan maut. Tetap berhati-hati dan jangan mudah percaya pada orang lain."Febby semakin bingung dengan isi pesan tersebut. Jebakan maut? Apa maksudnya? Siapa yang mengirim pesan ini, dan mengapa ada orang yang berniat jahat padanya?Membayangkan hal itu saja membuat Febby bergidik ngeri. Tapi siapa yang mengenalnya di kota ini? Dan kenapa ada yang ingin menyakitinya?Febby segera masuk kembali ke dalam kamarnya setelah memastikan bahwa di lorong hotel tempatnya menginap tidak ada orang yang mencurigakan."Ya Tuhan, kalau pesan ini benar, tolong lindungi aku dari marabahaya," gumam Febby, berdoa pada Tuhan.Setelah itu, dia memeriksa kembali buket bunga yang diterimanya. Tidak ada pesan lain selain yang tadi sudah dia baca. Febby memutuskan untuk meninggalkan buket bunga tersebut di kamar hotel. Dia tidak ingin membawanya pulang ke Sun City agar tidak membuat sang suami berpikir buruk.Ting!Satu pesan masuk ke ponselnya."Febby, kal
“Febbyyyyyyyy!” Pekik Rangga haru menghujam ke langit sore saat Rangga melihat istrinya terkapar, terpental oleh sebuah mobil. Dengan suara yang terbata, ia memohon kepada sang pengemudi yang tidak sengaja menabrak istrinya, agar sudi mengantarkannya ke rumah sakit. "Tolong, istri saya perlu pertolongan segera!" serunya dengan putus asa sambil menghubungi Arka.Pemilik mobil, dengan suara gemetar dan ketakutan, membalas, "Maafkan saya pak, saya benar-benar tidak menyadari kejadian itu, semuanya terjadi begitu cepat." Meskipun diliputi kepanikan, dia tetap mengemudikan mobilnya, melaju menuju rumah sakit terdekat dengan cepat. Di dalam mobil, Rangga memeluk istrinya yang tak sadarkan diri, setiap detik terasa seperti abadi bagi hati yang cemas dan takut kehilangan. "Yang penting sekarang adalah selamatkan dia, tolong lebih cepat!" tegas Rangga, matanya yang sembab menatap pengemudi dengan tatapan yang mendesak. Semakin dekat ke rumah sakit, sebuah keajaiban terjadi: setiap lampu l
Ketika tetes terakhir infus tercurah, Rangga segera memanggil seorang suster di ruang UGD. Dengan gerakan cepat dan profesional, suster tersebut membuka jarum infus yang tertancap di tangan Febby. "Sekarang Nyonya sudah bisa pulang, tapi hati-hati ya saat menyeberang jalan. Perhatikan baik-baik mobil yang melintas," ujar suster itu dengan nada perhatian yang mendalam setelah menyaksikan sendiri keadaan Febby yang sempat tak sadarkan diri."Baik, Suster. Terima kasih banyak atas segalanya," balas Febby dengan suara lemah namun penuh kelegaan. Rangga dan Febby kemudian berjalan keluar dari ruang UGD, menuju ke lobby rumah sakit. Di sana, Rangga telah menghubungi Arka, yang berpura-pura sebagai sopir taksi online, untuk menjemput mereka. "Silakan, Tuan, Nyonya," sapa Arka dengan sopan sambil membukakan pintu mobilnya. "Terima kasih," ucap Rangga dan Febby bersamaan, serempak dalam kesatuan. "Alamat sesuai dengan aplikasi, ya Pak," ucap Rangga, mengkonfirmasi rute mereka, seolah Arka
Rangga merebahkan sang istri di atas sofa, lalu melakukan penyatuan untuk pertama kali di hari itu.“Aaaaaaah,” Febby mendesah, ketika sang suami melakukannya dari arah belakang, Febby berlutut di atas Sofa dan memunggungi sang suami tampan.Rangga mulai menghentak dengan gerakan pelan, tangannya meremas benda kenyal favoritnya. Hingga desahan terus mengalun indah di dalam kamar itu dan rasa panas pulai menjalar ke tubuh keduanya, padahal pendingin ruangan sudah bekerja dengan maksimal.Sesekali tangan pria itu meremas bokong sang istri. Sampai akhirnya ronde pertama pun usai.Malam itu benar-benar menjadi malam panjang untuk keduanya, Rangga dan Febby melepas rindu hingga benih cinta yang mulai tumbuh di hati keduanya kembali bersemi.Setelah itu keduanya masuk ke dalam mimpi indah.Esok harinya Rangga menghidupkan motor tua miliknya. Febby, duduk di belakangnya. "Pakai mobilku saja, Rangga," bisik Febby, suaranya serak, mencoba meminjamkan semangat baru pada pagi ini, meski matany
"Tunggu saja saatnya, aku tak akan biarkan mereka hidup tenang!" ucap Rangga dengan nada yang dipenuhi amarah membara. Dia telah bertekad untuk mengungkap kebenaran yang lebih besar lagi. Sementara itu, Arka, dengan tenang namun penuh keyakinan, menanggapi, "Tuan, saya akan mencari bukti yang lebih kuat. Anda tenang saja." Rangga mengangguk tegas, mengakui ketegasan Arka. "Oh ya, Arka, ada tugas penting yang harus segera kamu atasi," lanjut Rangga dengan serius. “Apa itu Tuan?” tanya Arka."Suruh orang kepercayaanmu untuk menemui Bayu, tanyakan berapa total hutang mama tiri Febby pada Bayu, dan lunasi semuanya. Jangan lupa buat perjanjian bahwa jika wanita tua itu berani berhutang lagi, tidak ada satupun yang akan dibebankan kepada Febby. Dia hanya perlu bekerja sesuai kontrak yang sudah ditandatangani. Setelah kontrak berakhir, dia bebas untuk mengundurkan diri dari kantor." Arka mengangguk paham, menyadari betapa krusialnya misi ini. "Baik, Tuan. Saya akan mengatur pertemuan de
Febby tercengang mendengar suara wanita asing yang tiba-tiba menuduhnya sebagai pelakor. "Maaf, apa maksud Anda menyebut saya sebagai pelakor?" tanya Febby dengan pandangan tajam, mencoba mencerna situasi. Wanita di depannya terlihat memukau dengan rambut pirang sebahu dan gaya busana layaknya model kelas atas. "Kamu memang pelakor! Kamu dengan sengaja merayu calon suamiku untuk menyukaimu. Apa tujuanmu bekerja di sini kalau bukan untuk merayunya? Tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" serunya dengan suara lantang dan tatapan yang membara. Febby terkejut mendengar tuduhan itu. "Sebentar, Pak Bayu adalah kekasih Anda?" tanya Febby dengan nada yang meninggi, mencoba mendapatkan kejelasan. Wanita tersebut melipat tangan di depan dada dan menatap Febby dengan mata yang berkilat, membenarkan dugaan Febby. Dengan suara penuh kepastian, Febby menjawab, "Mana mungkin saya merebut Pak Bayu. Saya adalah wanita yang sudah bersuami dan berprinsip tidak pernah berselingkuh!" Emosi
"Jangan bercanda, Pak! Saya ini istri orang. Anda harus menghargai itu," ujar Febby dengan suara tegas, matanya menembus Bayu dengan tatapan yang begitu tajam, seolah-olah bisa melihat hingga ke dasar hatinya. "Jangan pernah berpikir bahwa Anda bisa mendapatkan segala yang Anda inginkan. Saya akan tetap menjadi istri Rangga, tak peduli seberapa miskin dan diremehkan dia oleh mama tiri saya," tambahnya, suaranya bertambah lantang. Setelah melontarkan kata-kata itu, Febby beranjak keluar dari ruangan bosnya dengan langkah cepat penuh emosi tanpa menoleh atau berpamitan. Dia merasa begitu tersinggung dengan perilaku Bayu yang mencoba menjadikannya lebih dari sekedar sekretaris, padahal dia tahu bahwa Febby telah berkomitmen pada suaminya. "Dasar laki-laki tak bermoral! Sudah jelas saya beristri, tapi masih saja mengincar saya, apa lagi yang dia inginkan?" gumam Febby dalam hati, matanya berkaca-kaca, ketika dia kembali ke meja kerjanya. "Seharusnya aku menolak tawaran menjadi sekret