Mark tergelitik mendengar kalimat terakhir Lusi. Sama persis dengan perkataannya tadi ketika mengajak Lusi pergi untuk menemui Aldo. “Kalian membiarkan kami terus berdiri? Aku ingin berbicara sambil duduk,” ujar Madona. “Maaf, aku terlalu banyak berbicara. Silakan kalian duduk,” pinta Lusi. Mereka bertiga duduk di hadapan Mark. Mark sengaja memilih restoran di hotel sebagai saksi tempat, dijualnya Distrik Red kepada pihak Nyonya Maria. Jika Nyonya Maria bersedia membeli. “Aku tidak suka basa-basi. Mari kita mulai saja,” kata Mark membuka buku tebal berisi surat sertifikat bangunan dan tanah Distrik Red. “Berapa harga yang harus aku keluarkan untuk memiliki Distrik Red secara utuh?” tanya Nyonya Maria. Mark tersenyum tipis. “Harga Distrik Red bahkan lebih mahal dari harga pulau kecil milikmu yang kemarin kita kunjungi. Mungkin kamu harus menyerahkan seluruh harta yang kamu miliki untuk menukarnya dengan Distrik Red. Bagaimana? Kamu sudah siap jatuh miskin?” Nyonya Maria tercengan
Distrik Red akan menjadi kota baru. Dengan perencanaan pembangunan seratus gedung apartemen yang menjulang tinggi. Serta berbagai fasilitas lengkap yang sangat modern. Sehingga para penghuni tidak perlu lagi keluar dari kawasan Distrik Red untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak hanya itu, mega proyek yang diberi nama New Distrik Red ini juga menjanjikan lingkungan yang nyaman, dan aman bagi warga yang nanti menjadi penghuni New Distrik Red. Siaran iklan yang begitu menarik, dan harga per unit apartemen yang sangat murah, membuat banyak warga berbondong-bondong mendaftar agar bisa mendapatkan tempat tinggal di New Distrik Red. Respons masyarakat yang begitu baik menerima mega proyek New Distrik Red. Membuat pihak Nyonya Maria senang. Baru satu hari iklan ditayangkan saja, sudah menarik puluhan investor. Mereka sangat yakin untuk menyetor uang mereka pada proyek ini. Apalagi pembangunan kota baru ini dijalankan oleh Geo Grup Asia, perusahaan besar yang tidak perlu diragukan lagi k
“Tidak boleh memelihara singa, soalnya singa binatang buas. Di sini gak ada yang memelihara singa loh,” jawab Lusi. “Begitu ya? Sayang sekali, Padahal aku ingin memelihara singa.” Mark tertawa kecil melihat wajah tegang Lusi. Menggoda Lusi memanglah hal paling menyenangkan bagi Mark. Sebelah tangan Mark terulur untuk mengelus kening Lusi. “Aku hanya bercanda, Sayangku. Mana mungkin aku memelihara singa. Kita ‘kan sudah punya gembul yang menggemaskan,” jawab Mark. Lusi merasa sangat lega. “Aku pikir serius!” pekik Lusi memukul pelan punggung tangan Mark. “Kamu terlalu polos, Sayangku. Bikin aku makin cinta,” bisik Mark. *** Untuk merayakan berjalannya mega proyek New Distrik Red, Aldo mengadakan pesta meriah di sebuah gedung hotel ternama di Jakarta. “Dengan adanya pesta ini, aku berharap hubungan kita makin erat, dan proyek kita berhasil.” Salah satu investor menjabat tangan Aldo. “Terima kasih, silakan menikmati suasa pesta,” kata Aldo. Semua pengunjung pesta menikmati seg
“Sa-salah informasi?” Mark tersenyum miring melihat Dini gugup. Tentu saja, Mark tahu jika Dini lah yang dulu akan menikah dengannya, walaupun mereka belum pernah bertemu secara langsung. Sebelumnya, Nyonya Maria telah memberi tahu terlebih dahulu mengenai Dini. “Kenyataannya aku tidak buta dan lumpuh," terang Mark. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa tegang begitu? Aku membuatmu takut?” tanyanya. Dini sama sekali tak menyangka, pria berusia empat puluh tahun yang akan menikah dengannya dulu, ternyata seorang pria tampan nan rupawan. Tak hanya itu, dilihat dari mobil dan pakaian Mark, pasti Mark sangat kaya. “Mbak Dini kenapa?” tanya Lusi lirih. Pandangan Dini beralih pada Lusi. Dini memandang Lusi intens, gaun yang dikenakan oleh Lusi sangat indah dan terlihat mahal. Perhiasan yang menempel pada tubuh Lusi juga terlihat memukau. “Sedang menyesali sesuatu ya?” ujar Mark menyeringai. “Apa maksud anda? Aku tidak menyesali apa pun kok. Aku hanya terkejut saja. Aku pikir anda mengalami
Mark sengaja berpura-pura sedih demi mengerjai Dini. “Apa?” pekik Dini terkejut. “Kenapa kamu melakukan itu? Lusi bukan wanita baik,” terangnya kemudian. Mark tersenyum tipis. “Yeah... Mau bagaimana lagi? Aku sangat menyukai Lusi. Cinta itu buta ‘kan?” Mark berdiri lalu berlalu meninggalkan Dini yang mematung. *** “Sini, Ibu. Aku saja yang membawa semua belanjaan, Ibu,” pinta Lusi. Dengan kasar Ibu Tutik menyerahkan semua barang belanjaannya kepada Lusi. “Kok kamu gak bilang kalau sebenarnya suamimu tidak mengalami kebutaan atau kelumpuhan? Kamu mau main rahasia sama ibumu sendiri?” pekik Ibu Tutik mendesak Lusi untuk membalas ucapannya. “Aku tidak main rahasia sama, Ibu. Tuan Mark memang pernah sakit. Tapi sekarang sudah sembuh,” jelas Lusi. “Sakit apa?” tanya Ibu Tutik seakan tidak memercayai anaknya. “Sakit gak bisa melihat dan gak bisa berjalan. Aku bersyukur, sekarang Tuan Mark sudah sembuh, dan bisa menjalani aktivitas layaknya manusia normal.” “Kamu pikir aku percaya
“Aku meminta Alex mengurus beberapa pekerjaan, Sayangku,” jawab Mark. “Oh... Pantesan kok gak kelihatan lagi.” “Kenapa? Kamu merindukan Alex?” tanya Mark dengan nada cemburu. “Engga kok! Hanya bertanya saja,” kata Lusi. “Aku cemburu kalau kamu merindukan pria lain. Hanya aku pria yang boleh kamu pikirkan. Tidak ada pria lain,” tandas Mark. Mark meletakkan kepalanya di atas paha Lusi. Bila dilihat dari bawah, Lusi terlihat sangat menggemaskan. Mark mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus pipi gembul Lusi. “Belum mandi ‘kan? Ayo mandi, Sayang,” ajak Lusi baru ingat jika mereka berdua belum mandi, padahal hari sudah mulai menggelap. Seketika tubuh Mark meremang ngeri. Dia masih takut mandi di kamar mandi rumah ini. “Kepalaku pusing banget, Sayangku. Sepertinya gak usah mandi. Besok pagi saja mandinya sebelum pulang.” Mark mengeluarkan alasan, Berharap alasan itu bisa menyelamatkan hidupnya. “Ya sudah, kamu besok pagi saja mandinya. Aku mandi dulu ya, Sayang. Gak enak kalau g
“Tadi kakakmu terjatuh, kakinya terluka, mangkanya aku gendong dia. Sayangku, kamu jangan salah paham dulu. Aku dan kakakmu tidak melakukan apa pun di dalam kamar.” Mark memperjelas, berharap Lusi tidak marah. “Tapi kok lama banget di dalam kamar?” tanya Lusi polos. Mark terdiam, matanya melirik ke arah samping, bermaksud meminta bantuan Alex. Namun sial, Alex sudah tidak ada di sana. Lelaki itu pergi begitu mendengar suara merajuk dari Lusi. “Sayang gak jawab? Ya sudah, aku gak mau tidur sama kamu lagi,” ancam Lusi. Mark menahan tubuh Lusi yang bergerak ingin turun dari pangkuannya. “Sayangku, maafkan aku. Aku janji gak bakal mengulangi kebodohanku lagi,” mohon Mark memeluk Lusi erat. Sembari tersenyum, Lusi menganggukkan kepala, tanda telah memaafkan Mark. “Aku percaya sama kamu, Sayang. Tadi aku pengin ikut masuk ke kamar Mbak Dini. Terus gak jadi ah, aku nungguin kamu di dalam kamar kita saja. Ta
“Tumben bagi-bagi hadiah? Dalam rangka apa nih?” tanya Reina pada Mark yang memberinya banyak hadiah. “Jangan-jangan kamu naksir sama aku? Iuh! Aku gak mau sama pria yang sudah memiliki istri.” Mark menghembuskan napas lelah. “Jadi kamu gak mau menerima semua hadiah ini? Ya sudah, kembalikan saja kepadaku,” ucap Mark cuek. Reina langsung memeluk semua barang di atas meja kerjanya, seakan tak memperbolehkan orang lain untuk mengambil hadiah tersebut. “Apaan sih! Barang yang sudah diberikan tidak boleh diambil kembali!” gerutu Reina. Mark menatap datar tingkah Reina. “Jujur saja, aku juga sedikit tertarik denganmu. Tapi kamu ‘kan sudah punya istri. Jadi, dengan amat sangat terpaksa, aku tidak bisa menerima cintamu. Kecuali jika kamu menceraikan istrimu. Tapi tunggu dulu, kalau kamu melakukan itu demi aku, berarti aku bakal dicap sebagai perusak rumah tangga orang... Aduh! Gak mau!” “Kamu ngomong apa? Aku memberimu hadiah karena aku sedang berbahagia atas kehamilan istriku,” terang