Pagi menjelang. Arjun baru saja membuka mata saat matahari sudah masuk melalui celah gorden jendela kamarnya. Ia merentangkan kedua tangannya, lalu bangkit dari posisinya.
Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu memakai pakaian untuk bekerja. Malam tadi ia tidur di kamar kerjanya karena pekerjaan yang mengharuskan ia lembur. Meski ia adalah seorang CEO, ia tidak ingin bermalas-malasan atau mengandalkan bawahannya. Karena sampai detik ini, ia belum bisa mempercayai siapapun kecuali almarhum ayah kandungnya yang meninggal lima tahun yang lalu akibat serangan jantung.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, ia pun baru tersadar telah melupakan sesuatu.
"Ah, aku sampai melupakan sampah kecil itu." Arjun segera bergegas ke kamar tempat ia menyuruh Fallen menyusun pakaiannya.
Begitu membuka pintu, ia tidak melihat keberadaan Fallen di atas ranjang. Ia pun segera berjalan ke dalam kamar ganti untuk melihat pekerjaan Fallen.
Namun, begitu memasuki ruangan tersebut, ia mendengar suara gertakan gigi seperti orang yang sedang menggigil. Ia mencari sumber suara yang ternyata berada di sudut ruangan, tengah meringkuk dengan badan yang gemetaran. Saat Arjun menyentuh keningnya, ternyata, suhu tubuh Fallen sangat panas. Gadis itu terus saja menggigil meski suhu tubuhnya sangat panas.
Arjun pun segera menghampirinya. "Hei, apa yang kau lakukan di sini, dasar bodoh!"
Fallen yang kini merasakan tubuhnya semakin melemah tidak merespon ucapan Arjun.
Arjun segera mengangkat tubuh Fallen menuju ranjang, lalu membaringkannya secara perlahan.
"I-Ibu, I-ibu, dingin sekali." Terdengar Fallen mengigau memanggil ibunya.
Arjun pun segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa keadaan Fallen. Rumah dokter yang dekat, membuatnya bisa datang dengan cepat.
Dokter yang bernama Fani itu segera memeriksa keadaan Fallen.
"Tuan, Nona Muda mengalami demam dan masuk angin."
"Aku tidak peduli dengan sakitnya, sembuhkan dia agar tidak merepotkan ku!" titah Arjun dengan tatapan kesalnya.
"Baik, Tuan."
Fani segera mengobati Fallen. Memberi suntikan, serta meninggalkan obat untuk Fallen minum sampai sembuh.
Setelah kepergian Dokter Fani, Arjun segera memerintahkan kepala pelayannya yang bernama Asti untuk memantau kondisi Fallen.
"Pastikan wanita itu meminum obat, aku tidak mau dia mati di rumahku."
"Baik, Tuan, saya akan memastikan Nona muda meminum obatnya," sahut Asti sambil mengangguk.
"Ingat, dia hanya tidak boleh mati di sini!"
Itulah kalimat yang diucapkan Arjun sebelum ia pergi ke kantornya.
*****
Samar-samar Fallen membuka matanya. Ia masih merasakan pusing di kepalanya, namun menggigilnya sudah hilang.
"Dimana aku?" Fallen melihat sekelilingnya dan mengetahui bahwa ia sedang berada di atas ranjang kamar tempat ia merapikan pakaian Arjun ke lemari.
"Nona sudah bangun?" tanya Asti, sang kepala pelayan.
"Apa yang terjadi?" Fallen tidak mengingat dengan jelas apa yang terjadi pagi ini. Yang ia ingat, ia mendengar umpatan dan kata 'tidak boleh mati' dari mulut Arjun.
"Nona demam sampai menggigil pagi tadi, tapi sepertinya sekarang sudah membaik."
"Kenapa kau ada di sini?"
"Saya hanya ingin memantau kondisi Nona saja. Karena sudah bangun, sekarang Nona harus makan, lalu minum obat." Asti mengambil nampan berisi bubur di atas meja, lalu menyerahkannya pada Fallen.
"Nona makanlah, dan harus dihabiskan, karena Tuan paling tidak suka melihat orang membuang-buang makanan."
Mendengar nama Arjun, Fallen langsung teringat dengan pakaian yang ada di lemari. Ia hendak bangkit ingin kembali memposisikan pakaian pada tempatnya, namun Asti langsung menahannya.
"Nona tidak perlu khawatir, kata Tuan, isi lemari sudah sesuai seperti kemarin. Pekerjaan Nona sudah benar. Sekarang waktunya Nona makan, lalu minum obat."
"Ba-baik."
Fallen segera memakan bubur tersebut. Baru beberapa suap, mulutnya langsung merasa eneg karena bubur terasa hambar di lidahnya.
"Nona sedang sakit, tentu indera perasa Nona tidak berfungsi dengan baik. Tetapi, perintah tetaplah perintah, Nona harus menghabiskan bubur ini atau Tuan akan murka."
Sontak ucapan Asti langsung membuat Fallen kembali menyuapkan bubur ke mulutnya. Meski berkali-kali ia merasakan rasa yang aneh, tetap saja ia bertekad untuk menghabiskan makanan tersebut.
Setelah habis, Asti menyerahkan sebuah gelas berisi air putih, juga obat yang tadi diberikan dokter Fani.
Saat menelan obat tersebut, rasanya Fallen ingin muntah karena rasanya sepahit empedu.
"Nona, jangan dimuntahkan, nanti Tuan akan marah." Asti mengingatkan.
Fallen mencoba menahan rasa pahit tersebut hingga akhirnya ia berhasil menelannya, lalu meminum air yang cukup banyak. Tak lupa, ia juga memakan buah yang tersedia di piring kecil sebagai pencuci mulut hingga habis.
"Terimakasih, Asti, maaf sudah merepotkan mu."
"Sebaiknya Nona istirahat kembali. Malam nanti, Nona harus minum obat lagi. Saya perlu mengingatkan bahwa Nona tidak boleh bertingkah seperti tadi di depan Tuan Muda. Beliau paling tidak suka orang yang tidak berniat sembuh."
"Baik, terimakasih telah mengingatkan aku. Kalau boleh tahu, apakah Tuan Arjun yang mengangkat ku ke sini? Karena seingat ku, aku tertidur di depan lemari."
"Saya permisi dulu, Nona. Istirahat, dan semoga cepat sembuh." Asti membungkukkan badan, lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan nampan berisi piring kotor bekas makanan Fallen.
Fallen menghembuskan nafas pelan. "Bahkan saat sakit pun, aku dipaksa untuk sembuh."
Sementara itu,
"Halo, bagaimana? Apa dia menghabiskan makanannya?"
"Sudah, Tuan."
"Bagaimana dengan obatnya?"
"Sudah juga, Tuan. Keadaan Nona Muda juga sudah mulai membaik."
"Baiklah, jaga dia agar tidak memberantakkan kamar itu."
Arjun mematikan ponselnya. Ia kembali duduk di kursi kebesarannya.
Tak berselang lama, ponselnya kembali berdering, dan ternyata itu dari neneknya. Ia menatap layar ponsel yang bertuliskan 'Nenek memanggil', namun ia masih enggan mengangkatnya, karena pasti sang nenek akan memintanya untuk menemui sang ibu yang tak pernah ingin dilihatnya sejak lima belas tahun terakhir.
Rasa sakit baik mental maupun fisik membuatnya tak ingin bertemu wanita yang ia anggap sebagai monster itu.
Ia pun membiarkan ponsel terus berdering hingga akhirnya, setelah panggilan ke sepuluh, ponsel tidak berdering lagi.
Arjun menghela nafas pasrah. "Kau adalah ibu kandungku, tetapi sifatmu lebih kejam dari ibu tiri." Menatap tajam ke sembarang arah, lalu mengepal erat tangannya. "Karena itulah, kau pantas menerima karma mu, wanita ular."
Terdengar suara pintu di ketuk. Arjun melihat dari monitor CCTV, bahwa yang datang ternyata adalah neneknya. Ternyata, saat berusaha menelepon tadi, neneknya sudah ada di bawah.
"Kenapa nenek nekat sekali." Arjun berdecak kesal.
Terlihat dari CCTV, sang nenek menatap ke kamera sembari berkata, "Nenek tahu kau ada di dalam. Bukalah, Nak. Apa kau tega melihat wanita renta ini berdiri terus di sini. Apa kau tidak takut jika aku pingsan di sini?"
Arjun menghela nafas panjang. Ia segera memencet remote hingga pintu terbuka. Sang Nenek yang sejak tadi menunggu, akhirnya dapat masuk ke dalam ruangan tersebut.
Wanita tua yang masih terlihat modis itu, melangkah menghampiri Arjun, lalu meraih tubuhnya untuk dipeluk.
Tanpa balasan, Arjun hanya membiarkan dirinya dipeluk oleh sang nenek. Ia tidak berniat menjalin kedekatan dengan sang nenek yang merupakan ibu dari sang monster yang sangat ia benci seumur hidupnya.
"Apa kabarmu, Nak?" tanya sang nenek yang diketahui, ia bernama Rania."Jika nenek menginginkan aku menemui wanita itu, sebaiknya Nenek pergi saja," ucap Arjun setelah melepaskan pelukan sang nenek."Kenapa kau tega sekali mengusir Nenek?" Mata Rania berkaca-kaca mendengar ucapan sang cucu."Aku tidak akan mengusir Nenek jika tidak ada pembahasan tentang wanita itu." Arjun menatap ke sembarang arah sembari mengepal erat tangannya."Nak, tolong, singkirkan ego mu. Bagaimana pun juga, Airin adalah wanita yang melahirkan dirimu." Rania mencoba menjelaskan.Arjun langsung memencet remot, lalu pintu pun terbuka lagi. "Silakan keluar, Nek." Ia menunjuk arah pintu."Dokter berkata bahwa tidak ada harapan lagi. Temuilah dia sebelum kau,,,,,""Aku bahkan berharap dia mati hari ini. Disaat Nenek tidak di rumah, jadi dia mati dalam keadaan penuh kes
Fallen berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya. Ia terlihat begitu takut, terlebih lagi karena Arjun mendengar apa yang ia katakan tentang ketenangan ketika tidak ada Arjun."Kau tadi mengatakan apa? Aku ingin mendengarnya lagi." Arjun berjalan mendekati Fallen dan yang kini bergetar ketakutan.Saat sudah berada di hadapan Fallen, Arjun langsung mencengkram tangan Fallen lalu menarik gadis itu mendekatinya. Ia pun berbisik di telinga Fallen. "Apa aku harus mengulangi pertanyaan ku? Karena jika aku mengulanginya, maka kau akan kehilangan satu telingamu." Menghembuskan nafas ke telinga Fallen hingga membuatnya semakin ketakutan."Ketika tidak ada Tuan, saya merasa tenang. Ma-maafkan saya, Tuan." Fallen berusaha menahan air matanya."Oh, jadi kau menginginkan aku tetap berada di luar agar kau selalu tenang? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Baiklah, aku akan pergi dari rumah ini sekarang juga.
Setelah selesai makan, Fallen pun kembali ke kamar. Ia bermaksud ingin sedikit membaca buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Namun, Asti datang dan memberikan sebuah perintah dari Arjun. "Nona, Tuan Arjun berpesan agar mulai besok, Nona jangan keluar kamar sebelum Tuan pergi bekerja, tepatnya sebelum jam delapan, Nona harus tetap berada di dalam kamar." "Tapi kenapa, Asti?" Fallen heran dengan ucapan Asti. Perintah Arjun benar-benar membuatnya terkejut. "Nona, saya belum selesai bicara. Selain itu, saat jam pulang kerja Tuan Arjun, Nona juga harus sudah berada di kamar. Makan malam akan di antar ke kamar Nona." "Asti, apa maksudnya ini? Kenapa Tuan Arjun menghindari ku? Apa aku punya salah padanya? Katakan, Asti." Fallen memegang tangan Asti sembari menangis. Seketika ia merasa bahwa ini adalah rumahnya sendiri, dimana ayahnya selalu menghindarinya meski hanya untuk beradu tatap saja. Rasa
Arjun baru saja sampai di rumah. Tubuhnya terasa sangat letih. Karena setelah pertemuan dari Gunanda tadi, ia langsung pergi menghadiri beberapa meeting penting.Arjun berjalan ke sebuah kamar yang ia lupa bahwa di kamar itu ada Fallen. Yang ia ingat, setiap hari ia memang suka berpindah kamar. Karena itu ada tiga kamar di lantai tersebut.Ia sudah bermalam di ruang kerjanya, maka malam ini, ia akan bermalam di kamar tengah. Sementara kamar yang ada di bagian timur adalah kamar ketiga.Arjun memasuki kamar tersebut. Merenggangkan dasinya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar air hidup dari dalam kamar mandi. Ia tertegun, apakah air sedang rusak? Perlahan ia membuka pintu yang tidak terkunci itu. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat sosok Fallen sedang berendam di dalam bathtub dengan busa dan kelopak bunga mawar. Mata Fallen masih tertutup karena ia sepertinya ketiduran.
Hari-hari dilalui Fallen dengan rasa kesepian dan kesendirian. Tanpa terasa sudah dua sebulan lamanya ia tidak bertatap muka dengan Arjun. Hal positif yang ia terima, yaitu tidak menerima perlakuan kasar, teriakan, bentakan, ataupun ketakutan yang luar biasa. Berat badannya pun sudah ideal karena pola makan yang teratur wajib habis jika ingin tetap hidup.Setiap hari, Fallen hanya duduk di taman pada siang hari, dan menghabiskan waktu di kamar pada malam harinya. Menonton televisi, menatap foto ibunya, atau memandangi pemandangan dari balkon kamarnya. Sama seperti saat di rumah ayahnya.Asti masuk ke dalam kamar Fallen saat ia sedang duduk merenung di sofa kamarnya. Ia memberikan sarapan untuk Fallen nikmati pagi ini.Fallen menerimanya sembari tersenyum. "Terimakasih, Asti."Asti mengangguk dan tersenyum."Asti, bolehkah aku bertanya? Mengapa Tuan Arjun selalu berpindah kamar se
Arjun baru saja pulang dari kantor. Ia terlihat begitu letih karena hari ini jadwalnya begitu padat. Menemui klien, mengecek proyek langsung ke lapangan, hingga berteriak dan marah-marah pada bawahannya yang berbuat kesalahan kecil seperti saat sang sekretaris memberikan map padanya dalam keadaan terbalik.Arjun menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia mengendurkan dasinya, mengangkat kakinya lalu meletakkan di atas meja."Asti.""Ya, Tuan.""Buatkan aku teh hijau," ucap Arjun sambil memegangi kepalanya yang agak pusing."Baik, Tuan." Asti membungkuk, lalu pergi ke dapur, menyuruh pelayan membuatkan teh hijau, lalu memberikannya pada Arjun.Arjun menyeruput teh tersebut. Rasanya sangat enak dan membuatnya merasa nyaman. Namun, baru saja ia hendak menyandarkan kepalanya, terdengar suara gaduh di belakang rumah itu.Arjun berdecak kesal karena ke
Keesokan harinya, Arjun baru saja pulang dari kantornya. Namun, ketika ia memasuki rumah, ia terkejut melihat seseorang berambut sepunggung tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memperhatikan sebuah bunga plastik di dalam vas di atas meja. Ia seperti ingin menyentuhnya, namun enggan. Berkali-kali tangannya hendak menyentuh, namun ia kembali menarik tangannya."Apa bunga itu sangat menarik bagimu, sehingga kau ingin menyentuhnya tanpa seizin ku?" tanya Arjun sembari berjalan menghampiri Fallen yang posisinya membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat.Mendengar hal itu, Fallen langsung berdiri tanpa berbalik. Wajahnya menjadi tegang, ia terus menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Kau kira kau siapa sehing,,,,," Ucapan Arjun terhenti setelah ia melihat wajah Fallen yang kini tampak berbeda.Tidak ada wajah pucat seperti hantu, karena saat ini wajahnya sudah dilapisi oleh bedak dan li
Seminggu telah berlalu. Kaki Fallen sudah pulih, sehingga pagi ini,,,,,,Byurrrrrr. Seember air tumpah ruah di atas ranjang yang ditiduri Fallen. Ia pun langsung terbangun dengan ekspresi gelagapan. Ia seperti tenggelam di atas ranjang besar tersebut."Dasar pemalas!" Arjun meneriaki Fallen yang masih mengumpulkan kesadarannya.Fallen mengusap wajahnya. Membiarkan sisa air dari wajahnya jatuh ke bawah. Ia melihat ke arah jendela, ternyata sudah hampir siang.Ia mengutuk dirinya sendiri karena bergadang membaca buku hingga subuh. Setelah melaksanakan sholat subuh, ia tertidur hingga sekarang, jam sebelas siang.Kenapa Arjun masih ada di rumah di jam itu, karena ini adalah hari Minggu."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membersihkan ranjang ini." Fallen bangkit dari posisinya, lalu berdiri hendak membersihkan ranjang yang sudah banjir itu."Sudah, tidak u