Arjun baru saja sampai di rumah. Saat itu, hari sudah malam. Saat membuka pintu, ia melihat Fallen sedang berdiri menunggu kedatangannya sambil tersenyum meski dengan terpaksa.
"Se-selamat datang, Tuan." Fallen membungkuk memberi hormat.
"Kenapa kau ada di sini? Siapa yang menyuruhmu?" tanya Arjun dengan tatapan tajamnya.
"Tadi saya bertanya pada kepala pelayan tentang apa yang tidak Tuan sukai, dan salah satunya melihat saya tidak menyambut Tuan datang," jelas Fallen.
"Apa sekarang kau sudah lebih baik? Kau sudah tidak takut jika jarimu hilang? Karena yang kau lakukan ini bukanlah perintahku. Artinya, kau melakukan sesuatu sesukamu." Arjun mempertegas ucapannya dengan penekanan pada setiap kata-katanya.
Mendengar ucapan Arjun, Fallen langsung tertunduk. "Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan tidak menyukai hal ini."
Arjun mengusap wajahnya. "Ah, maaf? Aku bosan mendengarnya. Katakan hal lain yang mungkin saja bisa aku terima. Misalnya begini, 'Tuan, penggal saja kepala saya jika Tuan tidak suka' bagaimana?" Tersenyum menyeringai.
"Tidak, Tuan, bukan itu. Saya punya alasan lain mengapa melakukan hal itu." Wajah Fallen semakin terlihat tegang. Tubuhnya semakin bergetar ketakutan.
"Apa alasanmu, ha? Jika aku tidak puas dengan jawabanmu, maka ucapkan selamat tinggal pada jarimu."
Fallen langsung memegangi tangannya. "Tidak, Tuan, saya mohon ampun."
"Aku masih menunggu jawaban."
"Saya,,,,,saya,,," Fallen tampak ragu.
"Kau ingin mengucapkan selamat tinggal pada jarimu yang mana?" Arjun melangkahkan kaki hendak menghampiri Fallen.
"Saya,,,,saya melakukan hal yang seharusnya dilakukan istri, Tuan."
Ucapan Fallen pun langsung membuat Arjun menghentikan langkahnya. Ia menatap Fallen dengan lekat. "Apa yang kau katakan tadi? Jadi menurutmu ini adalah tugas istri?"
"Ya, Tuan." Fallen mengangguk dengan cepat.
'Aku yakin aku benar-benar sudah gila karena mengatakan hal ini,' batin Fallen.
"Baiklah, jika kau merasa itu adalah tugas istri, sekarang lakukan tugas istri yang lain."
Fallen mengernyitkan dahinya. Ia lantas berpikir tugas istri yang mana yang harus ia kerjakan sekarang.
"Oh saya tahu, Tuan duduklah, saya akan membukakan sepatu Tuan."
"Apa kau baru saja memerintah ku?"
"Bukan, Tuan, maksud saya melepas sepatu Anda juga merupakan tugas istri."
"Benarkah? Lalu, apa kau tidak tahu tugas utama istri?"
Tatapan Arjun kian tajam saja. Membuat Fallen seakan ingin pingsan agar dapat menghindari tatapannya.
Arjun mencengkram lengan Fallen lalu menariknya menaiki lift menuju kamar.
Fallen tak kuasa memberontak, ia hanya pasrah tubuhnya ditarik paksa seperti seorang pencuri yang baru saja ketahuan mencuri.
Sesampainya di kamar tempat Fallen menebak tadi, Arjun langsung mengunci pintu, lalu mendorong tubuh Fallen hingga jatuh ke ranjang. Fallen terkejut dengan apa yang dilakukan Arjun. Ia tidak berpikir sampai kesini. Bahkan tak pernah terlintas di benaknya bahwa Arjun akan melakukan ini padanya.
Arjun merangkak ke atas tubuh Fallen hingga kini wajahnya hanya berjarak beberapa centi saja dari wajah gadis itu.
Fallen menelan salivanya saat Arjun benar-benar sudah berada satu inci dengannya. Bahkan, kini ia dapat mendengar hembusan nafas Arjun.
"Jika kau ingin melakukan tugas istri, maka kau harus melayani aku." Arjun tersenyum menyeringai. Sorot mata devilnya semakin membuat Fallen bergetar ketakutan.
Fallen memang di kurung dalam rumah oleh ayahnya selama dua puluh satu tahun, tetapi, edukasi tentang seks ia pelajari dari guru homeschooling yang mengajarinya. Bahkan, tanpa sengaja, ia pernah mencarinya di internet, melihat video yang dulu pernah membuatnya penasaran. Namun setelahnya, ia tak berniat melihatnya lagi karena baginya itu hanya akan membuatnya takut, karena sang wanita selalu berteriak dan sang pria yang kasar. Ah, sekarang pikiran Fallen sudah kemana-mana. Gadis polos itu telah menodai otaknya dengan bayangan video yang pernah ia lihat.
Arjun pun mulai beraksi. Ia membuka kemejanya dan melemparkannya ke sembarang arah. Hingga kini tubuh bagian atasnya memperlihatkan otot-otot yang kekar.
Fallen terkejut melihatnya. Ia sama sekali tidak menyangka akan melihat pemandangan seindah ini.
Arjun kembali mendekati wajah Fallen. Dengan perlahan, ia mulai menyatukan bibir mereka. Sial, ini adalah ciuman pertama Fallen. Rasanya sangat aneh, tetapi itu mulai menimbulkan sensasi lain di tubuhnya hingga mereka pun melakukan hubungan layaknya suami istri sampai selesai.
"Hei, apa yang kau pikirkan!" Arjun meneriaki Fallen yang sejak tadi menatapnya tanpa henti. Ia yang masih berdiri, merasa sedang digoda oleh gadis itu. Tatapan seperti seorang wanita yang menginginkan untuk dijamah.
Fallen menggelengkan kepalanya saat lamunannya terhenti karena bentakan dari Arjun. Ia benar-benar gila sudah berpikiran kotor seperti itu bahkan saat Arjun belum melakukan apapun.
"Maafkan saya, Tuan." Fallen segera bangkit dari posisinya yang masih di atas ranjang setelah Arjun mendorongnya tadi.
"Apa yang kau pikirkan? Apa kau mengira aku akan menyentuh mu? Bermimpi lah gadis bodoh, kau bukan selera ku. Sekarang aku mau kau,,,,," Arjun menarik Fallen ke ruang ganti. Ia membuka lemari pakaiannya yang sangat besar itu.
"Lihat pakaian ini baik-baik." Arjun memberi waktu satu menit untuk Fallen melihat semua pakaian yang tersusun rapi di dalam lemari itu.
Setelah itu, ia segera mengeluarkan semua isinya dengan sembarangan sehingga semua pakaiannya jatuh ke lantai dalam keadaan berantakan.
Lemari sudah kosong dengan tumpukan pakaian di depannya.
"Sekarang aku mau kau susun kembali pakaian dalam lemari ini dengan posisi seperti tadi. Jika aku melihat ada satu pakaian yang tak sesuai posisi, maka aku akan mencabut lima puluh helai rambut di kepalamu secara bersamaan!"
Fallen langsung memegangi kepalanya. "Ba-baik, Tuan."
"Selesaikan malam ini juga, atau kau akan botak besok!" Arjun melangkah meninggalkan Fallen yang masih bergetar ketakutan.
Lima puluh helai rambut bukanlah jumlah yang sedikit. Jika dicabut bersamaan, bukan hanya kepalanya saja yang botak, tetapi, bisa-bisa kulit kepalanya juga ikut tercabut. Fallen tidak sanggup membayangkannya.
Ia pun segera memunguti pakaian, lalu melipatnya satu persatu. Beruntung, Pakaian yang dilipat hanya sedikit, karena kebanyakan pakaian Arjun digantung dengan hanger. Hanya saja, Fallen kesulitan mengingat dimana posisi pakaian tersebut. Ia hanya mengingat warna, bukan motif dan modelnya. Ia terus mencoba beberapa kali untuk memastikan posisi yang bagus.
Hingga saat tengah malam, ia tak kunjung menemukan tempat yang tepat. Berkali-kali ia menukar posisi, namun hatinya belum yakin.
"Astaga, andai saja aku punya kemampuan fotografis seperti cerita di komik, pasti aku tidak akan kesulitan melakukan tugas ini."
"Ya ampun, dalam kondisi seperti ini sempat-sempatnya aku memikirkan komik, hoaaam."
Berkali-kali ia menguap karena kantuk sudah menerpa, hingga akhirnya, ia pun tertidur di lantai tanpa bantal ataupun selimut.
Hawa dingin dan lantai mulai membuat tubuhnya bereaksi. Berkali-kali ia terlihat gelisah karena memang tidak pernah tidur di lantai. Tapi rasa kantuknya mengalahkan segalanya. Ia pun tertidur dengan suhu tubuh yang kian berubah.
Pagi menjelang. Arjun baru saja membuka mata saat matahari sudah masuk melalui celah gorden jendela kamarnya. Ia merentangkan kedua tangannya, lalu bangkit dari posisinya.Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu memakai pakaian untuk bekerja. Malam tadi ia tidur di kamar kerjanya karena pekerjaan yang mengharuskan ia lembur. Meski ia adalah seorang CEO, ia tidak ingin bermalas-malasan atau mengandalkan bawahannya. Karena sampai detik ini, ia belum bisa mempercayai siapapun kecuali almarhum ayah kandungnya yang meninggal lima tahun yang lalu akibat serangan jantung.Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, ia pun baru tersadar telah melupakan sesuatu."Ah, aku sampai melupakan sampah kecil itu." Arjun segera bergegas ke kamar tempat ia menyuruh Fallen menyusun pakaiannya.Begitu membuka pintu, ia tidak melihat keberadaan Fallen di atas ranjang. Ia pun segera berjalan ke dala
"Apa kabarmu, Nak?" tanya sang nenek yang diketahui, ia bernama Rania."Jika nenek menginginkan aku menemui wanita itu, sebaiknya Nenek pergi saja," ucap Arjun setelah melepaskan pelukan sang nenek."Kenapa kau tega sekali mengusir Nenek?" Mata Rania berkaca-kaca mendengar ucapan sang cucu."Aku tidak akan mengusir Nenek jika tidak ada pembahasan tentang wanita itu." Arjun menatap ke sembarang arah sembari mengepal erat tangannya."Nak, tolong, singkirkan ego mu. Bagaimana pun juga, Airin adalah wanita yang melahirkan dirimu." Rania mencoba menjelaskan.Arjun langsung memencet remot, lalu pintu pun terbuka lagi. "Silakan keluar, Nek." Ia menunjuk arah pintu."Dokter berkata bahwa tidak ada harapan lagi. Temuilah dia sebelum kau,,,,,""Aku bahkan berharap dia mati hari ini. Disaat Nenek tidak di rumah, jadi dia mati dalam keadaan penuh kes
Fallen berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya. Ia terlihat begitu takut, terlebih lagi karena Arjun mendengar apa yang ia katakan tentang ketenangan ketika tidak ada Arjun."Kau tadi mengatakan apa? Aku ingin mendengarnya lagi." Arjun berjalan mendekati Fallen dan yang kini bergetar ketakutan.Saat sudah berada di hadapan Fallen, Arjun langsung mencengkram tangan Fallen lalu menarik gadis itu mendekatinya. Ia pun berbisik di telinga Fallen. "Apa aku harus mengulangi pertanyaan ku? Karena jika aku mengulanginya, maka kau akan kehilangan satu telingamu." Menghembuskan nafas ke telinga Fallen hingga membuatnya semakin ketakutan."Ketika tidak ada Tuan, saya merasa tenang. Ma-maafkan saya, Tuan." Fallen berusaha menahan air matanya."Oh, jadi kau menginginkan aku tetap berada di luar agar kau selalu tenang? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Baiklah, aku akan pergi dari rumah ini sekarang juga.
Setelah selesai makan, Fallen pun kembali ke kamar. Ia bermaksud ingin sedikit membaca buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Namun, Asti datang dan memberikan sebuah perintah dari Arjun. "Nona, Tuan Arjun berpesan agar mulai besok, Nona jangan keluar kamar sebelum Tuan pergi bekerja, tepatnya sebelum jam delapan, Nona harus tetap berada di dalam kamar." "Tapi kenapa, Asti?" Fallen heran dengan ucapan Asti. Perintah Arjun benar-benar membuatnya terkejut. "Nona, saya belum selesai bicara. Selain itu, saat jam pulang kerja Tuan Arjun, Nona juga harus sudah berada di kamar. Makan malam akan di antar ke kamar Nona." "Asti, apa maksudnya ini? Kenapa Tuan Arjun menghindari ku? Apa aku punya salah padanya? Katakan, Asti." Fallen memegang tangan Asti sembari menangis. Seketika ia merasa bahwa ini adalah rumahnya sendiri, dimana ayahnya selalu menghindarinya meski hanya untuk beradu tatap saja. Rasa
Arjun baru saja sampai di rumah. Tubuhnya terasa sangat letih. Karena setelah pertemuan dari Gunanda tadi, ia langsung pergi menghadiri beberapa meeting penting.Arjun berjalan ke sebuah kamar yang ia lupa bahwa di kamar itu ada Fallen. Yang ia ingat, setiap hari ia memang suka berpindah kamar. Karena itu ada tiga kamar di lantai tersebut.Ia sudah bermalam di ruang kerjanya, maka malam ini, ia akan bermalam di kamar tengah. Sementara kamar yang ada di bagian timur adalah kamar ketiga.Arjun memasuki kamar tersebut. Merenggangkan dasinya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar air hidup dari dalam kamar mandi. Ia tertegun, apakah air sedang rusak? Perlahan ia membuka pintu yang tidak terkunci itu. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat sosok Fallen sedang berendam di dalam bathtub dengan busa dan kelopak bunga mawar. Mata Fallen masih tertutup karena ia sepertinya ketiduran.
Hari-hari dilalui Fallen dengan rasa kesepian dan kesendirian. Tanpa terasa sudah dua sebulan lamanya ia tidak bertatap muka dengan Arjun. Hal positif yang ia terima, yaitu tidak menerima perlakuan kasar, teriakan, bentakan, ataupun ketakutan yang luar biasa. Berat badannya pun sudah ideal karena pola makan yang teratur wajib habis jika ingin tetap hidup.Setiap hari, Fallen hanya duduk di taman pada siang hari, dan menghabiskan waktu di kamar pada malam harinya. Menonton televisi, menatap foto ibunya, atau memandangi pemandangan dari balkon kamarnya. Sama seperti saat di rumah ayahnya.Asti masuk ke dalam kamar Fallen saat ia sedang duduk merenung di sofa kamarnya. Ia memberikan sarapan untuk Fallen nikmati pagi ini.Fallen menerimanya sembari tersenyum. "Terimakasih, Asti."Asti mengangguk dan tersenyum."Asti, bolehkah aku bertanya? Mengapa Tuan Arjun selalu berpindah kamar se
Arjun baru saja pulang dari kantor. Ia terlihat begitu letih karena hari ini jadwalnya begitu padat. Menemui klien, mengecek proyek langsung ke lapangan, hingga berteriak dan marah-marah pada bawahannya yang berbuat kesalahan kecil seperti saat sang sekretaris memberikan map padanya dalam keadaan terbalik.Arjun menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia mengendurkan dasinya, mengangkat kakinya lalu meletakkan di atas meja."Asti.""Ya, Tuan.""Buatkan aku teh hijau," ucap Arjun sambil memegangi kepalanya yang agak pusing."Baik, Tuan." Asti membungkuk, lalu pergi ke dapur, menyuruh pelayan membuatkan teh hijau, lalu memberikannya pada Arjun.Arjun menyeruput teh tersebut. Rasanya sangat enak dan membuatnya merasa nyaman. Namun, baru saja ia hendak menyandarkan kepalanya, terdengar suara gaduh di belakang rumah itu.Arjun berdecak kesal karena ke
Keesokan harinya, Arjun baru saja pulang dari kantornya. Namun, ketika ia memasuki rumah, ia terkejut melihat seseorang berambut sepunggung tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memperhatikan sebuah bunga plastik di dalam vas di atas meja. Ia seperti ingin menyentuhnya, namun enggan. Berkali-kali tangannya hendak menyentuh, namun ia kembali menarik tangannya."Apa bunga itu sangat menarik bagimu, sehingga kau ingin menyentuhnya tanpa seizin ku?" tanya Arjun sembari berjalan menghampiri Fallen yang posisinya membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat.Mendengar hal itu, Fallen langsung berdiri tanpa berbalik. Wajahnya menjadi tegang, ia terus menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Kau kira kau siapa sehing,,,,," Ucapan Arjun terhenti setelah ia melihat wajah Fallen yang kini tampak berbeda.Tidak ada wajah pucat seperti hantu, karena saat ini wajahnya sudah dilapisi oleh bedak dan li