Fallen Permana, seorang gadis cantik yang hidup bagaikan di dalam sangkar. Ia tak pernah menginjakkan kaki bahkan untuk ke luar dari rumahnya. Bahkan ia bersekolah di rumah. Tanpa teman, tanpa kasih sayang, ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam dan penakut.
Bukan tanpa alasan, Fallen hidup dalam kesepian dan kesedihan akibat sang ayah yang bernama Gunanda sangat membencinya. Sebenarnya, sejak lahir, ayahnya tidak menyukai keberadaannya karena ia adalah anak perempuan. Keberadaannya pun turut mengganggu waktu Gunanda bersama sang istri.
Hingga saat Fallen berusia delapan tahun, bencana itupun terjadi. Ia dan ibunya terlibat kecelakaan sehingga membuat sang ibu meninggal.
Dan sejak itulah, Gunanda semakin membenci Fallen, yang ia anggap sebagai anak pembawa petaka.
Pada saat Fallen dewasa, ia dipaksa menikah dengan seorang CEO kejam bernama Arjun Wijaya agar hidupnya semakin menderita.
"Kau adalah pembunuh. Menderita lah seumur hidupmu!" Gunanda menatap wajah Fallen dengan penuh dendam yang membara. Membuat Fallen hanya bisa tersenyum menahan tangis.
"Ayah, bolehkah aku memelukmu meski untuk yang terakhir kali?" pinta Fallen dengan raut wajah memelas.
"Bermimpi lah, anak pembawa sial! Aku tidak akan mengotori tubuh ku dengan kesialan mu!" Gunanda pergi meninggalkan Fallen yang kini berurai air mata.
Dengan air mata yang sudah tumpah, ia pun tersenyum sembari berkata, "Aku menyayangi mu, Ayah."
Namun tak hanya sampai di situ, kehidupan baru Fallen pun dimulai bersama Arjun, sang CEO kejam.
Hingga hari itu pun terjadi, satu persatu misteri pun terkuak dalam kehidupan mereka. Siapa Fallen dan Arjun sebenarnya adalah sebuah rahasia besar yang disembunyikan beberapa orang dengan alasan berbeda.
Bagaimana kah ceritanya? Yuk kita baca.
Jangan lupa follow I*******m @yenitawati24 untuk mendapatkan informasi seputar novel author ya ?Dipaksa Menikah
Di sebuah rumah mewah di tengah kota.
Plakkkk!!
Tamparan keras mendarat tepat di pipi Fallen. Seorang gadis belia berusia dua puluh satu tahun. Pipi mulusnya kini terdapat ruam kemerahan akibat tamparan dari seseorang yang biasa ia panggil dengan sebutan Ayah.
"Apa kau bilang? Kau tidak mau menikah dengan Arjun?" tanya Gunanda dengan tatapan tajam.
"Dia sangat kejam, Ayah, aku takut." Fallen menangis sembari memegangi pipinya yang terasa sangat sakit akibat tamparan dari Gunanda.
"Asal kau tahu, aku tidak peduli dengan hidupmu. Aku menunggu saat ini, agar kau bisa menikah dengan pria kejam itu dan merasakan penderitaan seumur hidupmu, anak pembawa sial!" Gunanda menunjuk wajah Fallen dengan mata merah menyala, tampak jelas tatapan kebencian di mata nya.
Fallen langsung bersimpuh di kaki ayahnya. "Ayah, aku mohon, jangan paksa aku menikah dengannya. Selama ini aku selalu menuruti keinginan Ayah. Kasihani aku, Ayah. Kenapa di saat Ayah mau berbicara padaku, malah ini yang aku dengar."
"Menyingkir dari kakiku, dasar sialan!" Gunanda mendorong tubuh Fallen hingga kaki nya terlepas dari tangan Fallen.
Fallen hanya bisa menangis menerima perlakuan seperti itu dari ayah nya. Melawan? Tentu ia tidak akan berani. Karena sejak ia sadar dari koma, ayah nya tidak pernah menyayanginya, atau bahkan menganggap nya sebagai anak. Bahkan, publik pun tidak tahu bagaimana rupa anak dari seorang Gunanda Permana. Anak yang sejak lahir, tidak pernah diperkenalkan ke publik, dan lebih parah nya, sejak kecil, Fallen selalu menggunakan kacamata, topi dan masker ketika keluar bersama sang ibu saat masih hidup.
"Apa kau tahu, kenapa aku memberi mu nama Fallen?" tanya Gunanda tanpa menatap wajah Fallen.
Fallen hanya diam mendengarkan.
"Fallen artinya jatuh. Dan aku ingin kau selalu jatuh, hidup berantakan, agar kau merasakan bagaimana tersiksa nya hidup dalam penderitaan. Bagiku, kau itu hanya lah anak pembawa sial! Jika saja malam itu kau tidak bersama istriku, maka kecelakaan itu tidak akan terjadi! Kau yang menyebabkan istriku meninggal, dan kau malah hidup setelah itu!" Tatapan tajam Gunanda yang kini sangat menusuk membuat Fallen semakin takut.
"Ayah, maafkan aku, aku tidak ingat apa yang terjadi saat aku masih kecil, aku bahkan kehilangan ingatan setelah nya." Fallen menatap sembari memohon.
"Harus nya kau tidak hanya kehilangan ingatan, harus nya kau kehilangan nyawa sekalian!"
Mendengar ucapan Gunanda, Fallen hanya bisa terdiam. Ia dapat mengerti pasti rasa cinta ayah nya pada ibu nya sangat lah besar.
"Apa sekarang kau masih menolak?"
Dengan berat, akhir nya Fallen menggeleng. "Aku akan menuruti keinginan Ayah."
"Bagus, kalian akan segera menikah. Lebih cepat kau keluar dari rumah ini, itu akan lebih baik." Gunanda melangkah meninggalkan Fallen yang masih bersimpuh di atas lantai ruang keluarga.
Kakinya terasa berat untuk berdiri. Ia kembali mengingat perlakuan ayah nya setelah ia sadar dari koma. Begitu membuka mata, ia melihat tatapan kebencian di wajah ayah nya. Dan sejak itu, ayah nya tidak pernah mau berbicara dengannya kecuali hari ini, hanya untuk memaksa nya menikah dengan seorang Arjun Wijaya, seorang CEO yang terkenal akan kekejaman nya.
Seorang pelayan yang sudah berumur, datang menghampirinya lalu memeluk nya dan ikut menangis. Dialah Fatimah, seorang pelayan yang menyayangi Fallen sejak kecil seperti anaknya sendiri. Ketika Fallen bersedih, dia lah yang selalu ada untuk Fallen.
"Bibi Fatimah." Fallen menangis di pelukan pelayan nya itu.
"Bersabar lah, Nona. Semua ini ujian untuk Nona. Bibi akan selalu menyayangi Nona." Fatimah mengusap pelan kepala Fallen. Tampak jelas bahwa ia sangat menyayangi Fallen.
"Kenapa semua ini terjadi padaku, Bi. Aku pun tidak ingin hidup seperti ini. Aku tidak ingin kehilangan ibuku, aku tidak ingin mengalami kecelakaan itu. Tapi kenapa semua harus seperti ini, Bi." Fallen mengeluarkan semua keluh kesah nya.
"Allah tidak akan menguji melebihi kemampuan umatnya, Nona. Jalani semua ini dengan ikhlas, Bibi yakin Nona akan mampu melewati nya.
Setelah lama bertangis-tangisan, akhirnya Fallen pun pergi ke kamar nya.
Di sana, ia mengambil sebuah bingkai kecil berisi foto ibu nya, lalu menangis. "Bu, kenapa Ayah tidak pernah menyayangi ku. Kenapa, Bu?"
"Jika saja waktu dapat diputar ulang, pasti aku tidak akan menderita seperti ini. Aku ingin sekali saja, Ayah menyayangi ku. Kenapa rasanya itu sulit sekali, Bu." Fallen mengusap air mata nya yang ini membasahi foto ibu nya. Dengan air mata yang masih mengalir, akhir nya ia pun tertidur.
*****
Di sebuah rumah mewah di kota yang sama.
Seorang pria tampan yang berwajah datar sedang menatap sebuah foto. Ia terus memandangi foto tersebut sambil sesekali tersenyum licik. Dialah Arjun Wijaya, pria berusia dua puluh lima tahun yang merupakan calon suami Fallen.
"Kenapa Gunanda memberikan putri yang sedari dulu tidak pernah ia perkenalkan ke publik? Apa yang dia rencanakan?" gumamnya sambil terus memandangi foto yang adalah foto Fallen.
"Hei, aku sedang bertanya, seharusnya kau menjawab ku, Jim," ucap Arjun tanpa menoleh.
"Apapun yang Tuan putuskan, saya yakin itu adalah hal yang tepat," ucap Jim, yang merupakan asisten pribadi Arjun.
"Bukan itu yang aku ingin dengar, apa kau ingin ku hukum cambuk lagi?" Kini Arjun menoleh ke asisten pribadi nya itu.
"Saya rasa Tuan Gunanda ingin melihat putri nya menikah."
"Menikah? Atau menderita?" tanya Arjun kurang puas.
"Saya rasa, keduanya, Tuan."
"Ya, kau benar. Tidak ada gadis yang berani dekat denganku, dan dia malah menyerahkan anaknya yang masih belia itu. Lihat saja, aku akan membuat hidup gadis itu menderita. Karena aku, tidak percaya pada wanita." Arjun menatap tajam ke foto Fallen. Ia dapat melihat betapa polosnya gadis yang akan ia nikahi. Ia bahkan masih ingat, saat Gunanda mendatanginya beberapa hari yang lalu hanya untuk memintanya untuk menikahi putrinya, dan meminta imbalan suntikan dana ke perusahaannya yang sedang tidak stabil.
Arjun langsung menerima permintaan Gunanda tanpa syarat apapun. Itu merupakan suatu keberuntungan untuk Gunanda karena keinginannya untuk melihat Fallen lebih menderita lagi, akhirnya terkabul.
Arjun melangkah menuju lift untuk menuju ke kamarnya. Namun, saat ia menyentuh tombol luar lift, ia merasakan bahwa tombol itu masih berdebu.
"Panggil pelayan kebersihan!" teriaknya hingga membuat seisi rumah menjadi takut.
Beberapa pelayan kebersihan yang adalah wanita semua pun datang dengan wajah pucat. Tanpa berkata, Arjun langsung menampar mereka satu persatu dengan tangannya sendiri.
"Berani sekali kalian membuat debu menempel di lift. Sekarang, pergi ke ruang hukuman dan jalani hukuman kalian. Jika aku melihat kesalahan lagi, aku akan membuat kalian kehilangan satu anggota tubuh kalian!" Arjun melangkah masuk ke dalam lift. Sementara, Jim hanya mengantar sampai depan lift.
Hukuman apa yang mereka terima? Itu adalah hukuman cambuk. Sebagaimana yang telah disepakati saat mereka melamar kerja, mereka harus menandatangani surat yang menyatakan bahwa mereka siap menerima sanksi dan hukuman dari Arjun apapun itu, meski menyakiti tubuh mereka. Karena bekerja pada Arjun, artinya menyerahkan diri mereka pada CEO kejam itu.
Hari ini pun tiba. Fallen akan menikah dengan Arjun. Sebelumnya, Fallen dan Arjun belum pernah bertemu meski dalam pertemuan singkat atau sekadar membicarakan tentang pernikahan.Mereka menikah di rumah Gunanda. Hanya dihadiri oleh penghulu, para saksi, Gunanda, dan kedua mempelai saja.Langkah pertama saat Arjun memasuki rumah tersebut, hawa buruk langsung menerpa Fallen. Sosok yang datang itu memiliki penampilan yang sangat rapi. Bertubuh tinggi, berkulit putih, dan berwajah sangar meskipun ia memang tampan.Tatapan menusuk langsung dirasakan Fallen saat Arjun menatap dirinya yang telah mengenakan kebaya pernikahan. Terlihat Arjun tersenyum menyeringai. Sangat menyeramkan bagi Fallen. Membuat gadis penakut itu semakin takut.Tanpa berbicara, Arjun langsung duduk di sebelah Fallen, tepatnya di depan penghulu."Kenapa Anda tidak menjadi wali nikahnya?" tanya Arjun. Membuatnya kini semakin yakin kalau Gunanda memang sangat membenci anaknya."
Mobil sampai di sebuah rumah yang sangat mewah dan besar. Tampak jelas desain bangunan yang dibuat oleh arsitek handal.Arjun turun setelah pintu dibuka oleh Jim. Sedangkan Fallen turun setelahnya.Mata Fallen tampak begitu takjub melihat pemandangan yang ada di sekitarnya. Ia pernah melihat rumah semegah ini, tetapi hanya di dalam film-film saja. Jelas sekali, karena ia tidak pernah menginjakkan tanah atau menghirup udara kebun belakang rumahnya sekalipun."Sterilkan sampah ini sebelum memasuki rumahku!" titah Arjun tanpa menoleh. Ia lantas melangkah menuju ke rumahnya dengan disambut beberapa pengawal di depan rumah megahnya itu."Nona, ayo, kita sterilkan dulu di sana," ujar Jim dengan wajah datar tanpa ekspresi.Fallen mengikuti langkah Jim menuju sebuah bilik sterilisasi untuk membersihkan dirinya dari kuman. Memang, semua orang yang hendak masuk ke dalam rumah Arjun, harus membersihkan diri mereka di sana.Setelah itu, Fallen pun diant
"Hmmm aku suka orang yang memohon. Benar-benar terlihat menyedihkan!" Arjun menatap Fallen yang masih berdiri di depannya."Sekarang, pergi ke lantai tiga. Dan pastikan kau sampai sebelum aku sampai!" titah Arjun.Fallen memperhatikan sebuah lift yang terletak di samping tangga. Ia merasa ragu bisa sampai di atas sebelum Arjun sampai."Bagaimana? Apa kau keberatan?" Arjun menatap Fallen lebih dekat. Membuatnya gadis itu memundurkan dirinya satu langkah ke belakang.Arjun menyunggingkan sedikit senyuman devilnya. Kemudian, ia melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas, yaitu menuju kamarnya yang berada di lantai tiga.Dengan segera, Fallen langsung berlari menaiki anak tangga sebelum Arjun sampai. Sekuat tenaga ia berlari tanpa menghiraukan tubuhnya yang mulai lelah. Keringat bercucuran, larinya semakin berat karena kakinya benar-benar pegal. Namun, rasa takutnya membuatnya mempercepat larinya. Rumah luas dan
"Dasar anak tidak berguna! Mati saja kau! Aku sudah bilang kau tidak boleh makan!" Seorang wanita muda sedang mencambuk anaknya."Aaaa, ampun, Bu, ampun! Aku berjanji tidak akan mencuri makanan di dapur lagi!" pekik seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun."Aku akan memotong tanganmu karena kau sudah berani mencuri!" Sang ibu pun mengambil sebuah pisau daging, meletakkan tangan sang anak di atas meja. Ia menaikkan pisau daging tersebut lalu bersiap memotong tangan anaknya."Tidaaaaak!!!" Arjun terbangun dari mimpinya. Keringat bercucuran dari wajahnya. Ia melihat ke sekitar, ternyata ia masih berada di dalam bathtub.Sepulang dari hutan tadi, ia pergi mandi karena hutan telah membuat tubuhnya kotor. Namun karena kelelahan menghajar dan berteriak pada targetnya, ia pun tertidur dengan air hangat yang merendam tubuhnya.Arjun segera mempercepat mandinya. Setelah itu, ia keluar dengan baju mandinya. Tidak
Arjun baru saja sampai di rumah. Saat itu, hari sudah malam. Saat membuka pintu, ia melihat Fallen sedang berdiri menunggu kedatangannya sambil tersenyum meski dengan terpaksa."Se-selamat datang, Tuan." Fallen membungkuk memberi hormat."Kenapa kau ada di sini? Siapa yang menyuruhmu?" tanya Arjun dengan tatapan tajamnya."Tadi saya bertanya pada kepala pelayan tentang apa yang tidak Tuan sukai, dan salah satunya melihat saya tidak menyambut Tuan datang," jelas Fallen."Apa sekarang kau sudah lebih baik? Kau sudah tidak takut jika jarimu hilang? Karena yang kau lakukan ini bukanlah perintahku. Artinya, kau melakukan sesuatu sesukamu." Arjun mempertegas ucapannya dengan penekanan pada setiap kata-katanya.Mendengar ucapan Arjun, Fallen langsung tertunduk. "Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan tidak menyukai hal ini."Arjun mengusap wajahnya. "Ah, maa
Pagi menjelang. Arjun baru saja membuka mata saat matahari sudah masuk melalui celah gorden jendela kamarnya. Ia merentangkan kedua tangannya, lalu bangkit dari posisinya.Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu memakai pakaian untuk bekerja. Malam tadi ia tidur di kamar kerjanya karena pekerjaan yang mengharuskan ia lembur. Meski ia adalah seorang CEO, ia tidak ingin bermalas-malasan atau mengandalkan bawahannya. Karena sampai detik ini, ia belum bisa mempercayai siapapun kecuali almarhum ayah kandungnya yang meninggal lima tahun yang lalu akibat serangan jantung.Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, ia pun baru tersadar telah melupakan sesuatu."Ah, aku sampai melupakan sampah kecil itu." Arjun segera bergegas ke kamar tempat ia menyuruh Fallen menyusun pakaiannya.Begitu membuka pintu, ia tidak melihat keberadaan Fallen di atas ranjang. Ia pun segera berjalan ke dala
"Apa kabarmu, Nak?" tanya sang nenek yang diketahui, ia bernama Rania."Jika nenek menginginkan aku menemui wanita itu, sebaiknya Nenek pergi saja," ucap Arjun setelah melepaskan pelukan sang nenek."Kenapa kau tega sekali mengusir Nenek?" Mata Rania berkaca-kaca mendengar ucapan sang cucu."Aku tidak akan mengusir Nenek jika tidak ada pembahasan tentang wanita itu." Arjun menatap ke sembarang arah sembari mengepal erat tangannya."Nak, tolong, singkirkan ego mu. Bagaimana pun juga, Airin adalah wanita yang melahirkan dirimu." Rania mencoba menjelaskan.Arjun langsung memencet remot, lalu pintu pun terbuka lagi. "Silakan keluar, Nek." Ia menunjuk arah pintu."Dokter berkata bahwa tidak ada harapan lagi. Temuilah dia sebelum kau,,,,,""Aku bahkan berharap dia mati hari ini. Disaat Nenek tidak di rumah, jadi dia mati dalam keadaan penuh kes
Fallen berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya. Ia terlihat begitu takut, terlebih lagi karena Arjun mendengar apa yang ia katakan tentang ketenangan ketika tidak ada Arjun."Kau tadi mengatakan apa? Aku ingin mendengarnya lagi." Arjun berjalan mendekati Fallen dan yang kini bergetar ketakutan.Saat sudah berada di hadapan Fallen, Arjun langsung mencengkram tangan Fallen lalu menarik gadis itu mendekatinya. Ia pun berbisik di telinga Fallen. "Apa aku harus mengulangi pertanyaan ku? Karena jika aku mengulanginya, maka kau akan kehilangan satu telingamu." Menghembuskan nafas ke telinga Fallen hingga membuatnya semakin ketakutan."Ketika tidak ada Tuan, saya merasa tenang. Ma-maafkan saya, Tuan." Fallen berusaha menahan air matanya."Oh, jadi kau menginginkan aku tetap berada di luar agar kau selalu tenang? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Baiklah, aku akan pergi dari rumah ini sekarang juga.