Hari ini pun tiba. Fallen akan menikah dengan Arjun. Sebelumnya, Fallen dan Arjun belum pernah bertemu meski dalam pertemuan singkat atau sekadar membicarakan tentang pernikahan.
Mereka menikah di rumah Gunanda. Hanya dihadiri oleh penghulu, para saksi, Gunanda, dan kedua mempelai saja.
Langkah pertama saat Arjun memasuki rumah tersebut, hawa buruk langsung menerpa Fallen. Sosok yang datang itu memiliki penampilan yang sangat rapi. Bertubuh tinggi, berkulit putih, dan berwajah sangar meskipun ia memang tampan.
Tatapan menusuk langsung dirasakan Fallen saat Arjun menatap dirinya yang telah mengenakan kebaya pernikahan. Terlihat Arjun tersenyum menyeringai. Sangat menyeramkan bagi Fallen. Membuat gadis penakut itu semakin takut.
Tanpa berbicara, Arjun langsung duduk di sebelah Fallen, tepatnya di depan penghulu.
"Kenapa Anda tidak menjadi wali nikahnya?" tanya Arjun. Membuatnya kini semakin yakin kalau Gunanda memang sangat membenci anaknya.
"Biar penghulu saja," ujar Gunanda.
Arjun mengangguk, dan pernikahan pun segera dimulai.
"Sah!" seru para saksi serempak.
Dengan begitu, maka Fallen dan Arjun pun resmi menjadi suami istri.
Perlahan, Fallen mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan Arjun atas anjuran sang penghulu. Saat ia tengah mencium punggung tangan suaminya itu, tiba-tiba saja tangan kiri Arjun mengusap kepalanya dan sedikit menunduk seraya berbisik. "Apa kau tahu, jika kau jadi istriku, maka hidup mu akan penuh dengan kesakitan dan penderitaan." Mencengkram tengkuk Fallen hingga membuat gadis itu bergetar ketakutan.
Selesai dengan pernikahan, penghulu dan para saksi pun pamit.
"Tuan Gunanda, saya harus pulang, masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Termasuk menggulung tikar beberapa perusahaan yang berhutang kepada saya." Arjun tersenyum menyeringai. Tatapan dinginnya sungguh menusuk.
Gunanda tahu, bahwa Arjun baru saja memperingatkan dirinya. Karena sesungguhnya, kemajuan perusahaannya sekarang adalah campur tangan Arjun.
"Ya, aku mengerti."
Arjun pun berjalan ke mobilnya. Sang asisten turut membukakan pintu mobil untuknya.
"Katakan pada gadis itu, dia punya waktu lima menit atau pulang dengan berjalan kaki."
"Baik, Tuan." Jim membungkukkan badannya. Ia segera menghampiri Fallen yang masih ada di dalam rumah.
"Nona, segeralah berkemas," ujar Jim.
"Iya, baiklah." Fallen segera bergegas menghampiri ayahnya yang hendak pergi ke atas.
"Ayah." Panggilan Fallen pun berhasil membuat langkah Gunanda terhenti. Ia berbalik, menatap Fallen yang kini berdiri diam di hadapannya.
"Pergilah, kau bukan tanggung jawabku lagi."
"Ayah, aku,,,,"
"Kau adalah pembunuh. Menderitalah seumur hidupmu!" Gunanda menatap wajah Fallen dengan penuh dendam yang membara. Membuat Fallen hanya bisa tersenyum menahan tangis.
"Ayah, bolehkah aku memelukmu meski untuk yang terakhir kali?" pinta Fallen dengan raut wajah memelas.
"Bermimpilah, anak pembawa sial! Aku tidak akan mengotori tubuh ku dengan kesialan mu!" Gunanda pergi meninggalkan Fallen yang kini berurai air mata.
Dengan air mata yang sudah tumpah, ia pun tersenyum sembari berkata, "Aku menyayangi mu, Ayah."
Segera, ia melangkah menuju mobil Arjun. Jim membukakan pintu untuknya.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Fallen hanya duduk diam sembari menunduk sepanjang jalan. Bukan tanpa alasan, ia begitu takut berada di samping Arjun yang kini sedang menatap ponselnya. Sedangkan Jim duduk di depan bersama sang supir. Bukan hanya mobil mereka saja, yang sedang berada di jalanan tersebut. Ada dua mobil pengawal yang mengiringi mobil mereka.
"Jim, bagaimana dengan Henry? Apakah dia sudah mengabari mu perihal hutang yang harus dilunasinya hari ini?" tanya Arjun sambil terus menatap layar ponselnya.
"Belum, Tuan. Sebenarnya beliau menolak panggilan saya beberapa hari ini. Ia mengirimi saya pesan singkat, katanya orang tuanya yang ada di luar negeri baru saja meninggal."
"Hahaha." Arjun tertawa sembari menggelengkan kepalanya. "Apa dia kira aku ini orang yang punya belas kasih? Hutang tetaplah hutang. Persiapkan pengacara ku, kita akan menemuinya siang ini juga. Jika perusahaannya tidak cukup untuk menutupi hutangnya, maka dia harus kita masukkan ke penjara."
"Baik, Tuan. Saya akan mengerahkan orang kita untuk melacak keberadaannya sekarang." Jim langsung beralih ke ponselnya, mengetikkan sesuatu, lalu mengirimnya ke seseorang yang merupakan pelacak handal.
"Oh, ya, bagaimana dengan Danu?" tanya Arjun lagi.
"Tuan Danu baru saja meninggal dua hari yang lalu, Tuan, akibat serangan jantung karena kalah tender."
"Ah, benar aku sampai lupa. Jangan lupa untuk mendatangi keluarganya dan meminta mereka melunasi hutang-hutangnya, atau rumah mereka akan kita sita."
"Baik, Tuan."
"Kau juga harus memeriksa laporan dari cabang perusahaan ku yang di kota F, tendang siapa saja yang berani curang. Masukkan namanya dalam daftar hitam, sehingga warung kecil pun tak ingin mempekerjakan dirinya."
"Siap, Tuan."
Fallen semakin takut, mendengar setiap ucapan tak berhati yang keluar dari mulut Arjun. Ia sungguh tak berniat menjadi pendengar orang yang kejam seperti ini.
"Jim, kau juga jangan lupa dengan sampah kecil yang akan masuk ke dalam rumahku. Pastikan dia bersih saat menginjakkan kaki ke dalam rumahku. Saat ini saja, aku sudah mencium bau sampah dari tubuhnya." Arjun menutup hidungnya.
Hal itu membuat Fallen langsung mencium sisi kanan dan kiri tubuhnya.
"Cih, hentikan aksi menjijikkan mu itu." Arjun menatap tajam ke arah Fallen. Membuat gadis itu langsung mnyudut di pojok mobil karena Arjun mencondongkan kepalanya dengan tatapan mata yang begitu tajam.
"Ma-maaf, Tuan." Fallen langsung menunduk.
"Hahaha, lihatlah wajah menyedihkan mu ini. Kau benar-benar sangat menyedihkan."
Fallen terus menunduk mendengar tertawaan Arjun yang begitu menakutkan. Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa hidupnya akan berakhir ditangan orang yang sangat kejam seperti ini.
Ia masih ingat saat beberapa minggu lalu, saat mendengar ayahnya berbicara lewat ponsel. Ayahnya mengatakan tentang perjodohannya dengan Arjun Wijaya.
Karena penasaran, Fallen pun mencari nama Fallen di internet. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat semua berita yang menyangkut Arjun adalah berita-berita yang fenomenal.
Perusahaan B berada diambang kehancuran karena terlilit hutang dengan Arjun Wijaya, akibat saham yang terus merosot.
Seorang pimpinan perusahaan Z melakukan aksi bunuh diri setelah tahu bahwa perusahaannya kalah tender dari perusahaan Arjun Wijaya.
Arjun Wijaya kembali menggetarkan dunia bisnis karena berhasil menjatuhkan beberapa perusahaan yang berani menyaingi dirinya dengan kecurangan.
Arjun Wijaya, seorang CEO yang terkenal kejam dan berdarah dingin.
Begitulah berita yang ia baca di internet. Meskipun berita itu terdengar berlebihan, namun Fallen dapat merasakan bahwa itu benar adanya. Dan karena itulah, Fallen sempat menolak perintah ayahnya untuk menikah dengan Arjun karena ia sangat takut pada pria yang kini telah resmi jadi suaminya itu. Arjun, Wijaya, pengusaha kejam yang sangat menakutkan akan menjadi teman tidurnya mulai sekarang.
Mobil sampai di sebuah rumah yang sangat mewah dan besar. Tampak jelas desain bangunan yang dibuat oleh arsitek handal.Arjun turun setelah pintu dibuka oleh Jim. Sedangkan Fallen turun setelahnya.Mata Fallen tampak begitu takjub melihat pemandangan yang ada di sekitarnya. Ia pernah melihat rumah semegah ini, tetapi hanya di dalam film-film saja. Jelas sekali, karena ia tidak pernah menginjakkan tanah atau menghirup udara kebun belakang rumahnya sekalipun."Sterilkan sampah ini sebelum memasuki rumahku!" titah Arjun tanpa menoleh. Ia lantas melangkah menuju ke rumahnya dengan disambut beberapa pengawal di depan rumah megahnya itu."Nona, ayo, kita sterilkan dulu di sana," ujar Jim dengan wajah datar tanpa ekspresi.Fallen mengikuti langkah Jim menuju sebuah bilik sterilisasi untuk membersihkan dirinya dari kuman. Memang, semua orang yang hendak masuk ke dalam rumah Arjun, harus membersihkan diri mereka di sana.Setelah itu, Fallen pun diant
"Hmmm aku suka orang yang memohon. Benar-benar terlihat menyedihkan!" Arjun menatap Fallen yang masih berdiri di depannya."Sekarang, pergi ke lantai tiga. Dan pastikan kau sampai sebelum aku sampai!" titah Arjun.Fallen memperhatikan sebuah lift yang terletak di samping tangga. Ia merasa ragu bisa sampai di atas sebelum Arjun sampai."Bagaimana? Apa kau keberatan?" Arjun menatap Fallen lebih dekat. Membuatnya gadis itu memundurkan dirinya satu langkah ke belakang.Arjun menyunggingkan sedikit senyuman devilnya. Kemudian, ia melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas, yaitu menuju kamarnya yang berada di lantai tiga.Dengan segera, Fallen langsung berlari menaiki anak tangga sebelum Arjun sampai. Sekuat tenaga ia berlari tanpa menghiraukan tubuhnya yang mulai lelah. Keringat bercucuran, larinya semakin berat karena kakinya benar-benar pegal. Namun, rasa takutnya membuatnya mempercepat larinya. Rumah luas dan
"Dasar anak tidak berguna! Mati saja kau! Aku sudah bilang kau tidak boleh makan!" Seorang wanita muda sedang mencambuk anaknya."Aaaa, ampun, Bu, ampun! Aku berjanji tidak akan mencuri makanan di dapur lagi!" pekik seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun."Aku akan memotong tanganmu karena kau sudah berani mencuri!" Sang ibu pun mengambil sebuah pisau daging, meletakkan tangan sang anak di atas meja. Ia menaikkan pisau daging tersebut lalu bersiap memotong tangan anaknya."Tidaaaaak!!!" Arjun terbangun dari mimpinya. Keringat bercucuran dari wajahnya. Ia melihat ke sekitar, ternyata ia masih berada di dalam bathtub.Sepulang dari hutan tadi, ia pergi mandi karena hutan telah membuat tubuhnya kotor. Namun karena kelelahan menghajar dan berteriak pada targetnya, ia pun tertidur dengan air hangat yang merendam tubuhnya.Arjun segera mempercepat mandinya. Setelah itu, ia keluar dengan baju mandinya. Tidak
Arjun baru saja sampai di rumah. Saat itu, hari sudah malam. Saat membuka pintu, ia melihat Fallen sedang berdiri menunggu kedatangannya sambil tersenyum meski dengan terpaksa."Se-selamat datang, Tuan." Fallen membungkuk memberi hormat."Kenapa kau ada di sini? Siapa yang menyuruhmu?" tanya Arjun dengan tatapan tajamnya."Tadi saya bertanya pada kepala pelayan tentang apa yang tidak Tuan sukai, dan salah satunya melihat saya tidak menyambut Tuan datang," jelas Fallen."Apa sekarang kau sudah lebih baik? Kau sudah tidak takut jika jarimu hilang? Karena yang kau lakukan ini bukanlah perintahku. Artinya, kau melakukan sesuatu sesukamu." Arjun mempertegas ucapannya dengan penekanan pada setiap kata-katanya.Mendengar ucapan Arjun, Fallen langsung tertunduk. "Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan tidak menyukai hal ini."Arjun mengusap wajahnya. "Ah, maa
Pagi menjelang. Arjun baru saja membuka mata saat matahari sudah masuk melalui celah gorden jendela kamarnya. Ia merentangkan kedua tangannya, lalu bangkit dari posisinya.Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu memakai pakaian untuk bekerja. Malam tadi ia tidur di kamar kerjanya karena pekerjaan yang mengharuskan ia lembur. Meski ia adalah seorang CEO, ia tidak ingin bermalas-malasan atau mengandalkan bawahannya. Karena sampai detik ini, ia belum bisa mempercayai siapapun kecuali almarhum ayah kandungnya yang meninggal lima tahun yang lalu akibat serangan jantung.Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, ia pun baru tersadar telah melupakan sesuatu."Ah, aku sampai melupakan sampah kecil itu." Arjun segera bergegas ke kamar tempat ia menyuruh Fallen menyusun pakaiannya.Begitu membuka pintu, ia tidak melihat keberadaan Fallen di atas ranjang. Ia pun segera berjalan ke dala
"Apa kabarmu, Nak?" tanya sang nenek yang diketahui, ia bernama Rania."Jika nenek menginginkan aku menemui wanita itu, sebaiknya Nenek pergi saja," ucap Arjun setelah melepaskan pelukan sang nenek."Kenapa kau tega sekali mengusir Nenek?" Mata Rania berkaca-kaca mendengar ucapan sang cucu."Aku tidak akan mengusir Nenek jika tidak ada pembahasan tentang wanita itu." Arjun menatap ke sembarang arah sembari mengepal erat tangannya."Nak, tolong, singkirkan ego mu. Bagaimana pun juga, Airin adalah wanita yang melahirkan dirimu." Rania mencoba menjelaskan.Arjun langsung memencet remot, lalu pintu pun terbuka lagi. "Silakan keluar, Nek." Ia menunjuk arah pintu."Dokter berkata bahwa tidak ada harapan lagi. Temuilah dia sebelum kau,,,,,""Aku bahkan berharap dia mati hari ini. Disaat Nenek tidak di rumah, jadi dia mati dalam keadaan penuh kes
Fallen berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya. Ia terlihat begitu takut, terlebih lagi karena Arjun mendengar apa yang ia katakan tentang ketenangan ketika tidak ada Arjun."Kau tadi mengatakan apa? Aku ingin mendengarnya lagi." Arjun berjalan mendekati Fallen dan yang kini bergetar ketakutan.Saat sudah berada di hadapan Fallen, Arjun langsung mencengkram tangan Fallen lalu menarik gadis itu mendekatinya. Ia pun berbisik di telinga Fallen. "Apa aku harus mengulangi pertanyaan ku? Karena jika aku mengulanginya, maka kau akan kehilangan satu telingamu." Menghembuskan nafas ke telinga Fallen hingga membuatnya semakin ketakutan."Ketika tidak ada Tuan, saya merasa tenang. Ma-maafkan saya, Tuan." Fallen berusaha menahan air matanya."Oh, jadi kau menginginkan aku tetap berada di luar agar kau selalu tenang? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Baiklah, aku akan pergi dari rumah ini sekarang juga.
Setelah selesai makan, Fallen pun kembali ke kamar. Ia bermaksud ingin sedikit membaca buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Namun, Asti datang dan memberikan sebuah perintah dari Arjun. "Nona, Tuan Arjun berpesan agar mulai besok, Nona jangan keluar kamar sebelum Tuan pergi bekerja, tepatnya sebelum jam delapan, Nona harus tetap berada di dalam kamar." "Tapi kenapa, Asti?" Fallen heran dengan ucapan Asti. Perintah Arjun benar-benar membuatnya terkejut. "Nona, saya belum selesai bicara. Selain itu, saat jam pulang kerja Tuan Arjun, Nona juga harus sudah berada di kamar. Makan malam akan di antar ke kamar Nona." "Asti, apa maksudnya ini? Kenapa Tuan Arjun menghindari ku? Apa aku punya salah padanya? Katakan, Asti." Fallen memegang tangan Asti sembari menangis. Seketika ia merasa bahwa ini adalah rumahnya sendiri, dimana ayahnya selalu menghindarinya meski hanya untuk beradu tatap saja. Rasa