Hening. Tidak ada komunikasi sama sekali diantara Bian dan Kalista. Keduanya sama-sama masih bersandar di header ranjang. Dengan space kosong yang begitu lebar. Kalista juga lebih memilih berbalas pesan dengan Vallent untuk menutupi rasa tidak nyaman.
Kalista juga belum mengantuk sama sekali. Sepertinya Bian pun demikian. Bian melirik Kalista yang tampak sibuk dengan ponselnya. Keningnya bertaut ketika Kalista tersenyum sendiri sembari mengetuk keywordnya dengan lincah."Kau berbalas pesan dengan siapa? Apa dengan Jihan?""Bukan. Dengan teman di komunitas hobi.""Kau bergabung di komunitas apa?""Penulis."Bian langsung mencondongkan tubuhnya menghadap Kalista."Kau suka menulis?"Kalista mengangguk pelan. Terbesit rasa waspada seketika. Apalagi Bian malah melanjutkan pertanyaan menjadi lebih intens."Apa aku boleh membaca tulisanmu?"Kalista menyesal terlalu jujur. Harusnya dirinya mengaku ber"Boleh aku mengecup keningmu?" Permintaan yang mengejutkan bagi Kalista. "Meskipun saya setuju tentang usul anda, bukan berarti kita harus melangkah sejauh itu? Bukankah Mas sendiri yang mengatakan kalau hubungan ini akan diawali dengan perkenalan? Perkenalan seperti apa yang diawali dengan kecupan kening?"Kalista menebak bila Bian tidak pernah melewatkan waktu berduaan lagi dengan Jihan semenjak kehadiran Kalista di tengah-tengah mereka. Jihan setotalitas itu melakukannya sampai-sampai suaminya akan melampiaskannya ke Kalista.Lantas Bian menyodorkan tangannya seperti hendak bersalaman. Hai, namaku Bian Qais Liandra. Aku bekerja di Glitz Chemical sebagai Chief Executive Officer."Apa yang Bian lakukan? Kalista sukses mengernyit."Aku sudah tahu. Untuk apa lagi anda melakukannya?""Berkenalan. Bukankah begini caranya berkenalan?"Kalista turun dari tempat tidur," Mas, bisa kita bahas soal ini di har
"Jihan, mengapa kau tidak berdiskusi denganku dulu mengambil keputusan itu ? Kau tahu sendiri bukan, apa arti pekerjaan itu untukku? Itu cita-citaku, Jihan." Dada Kalista kembang kempis.Kalista menahan diri agar tidak membentak sahabatnya. Jihan lebih dari hapal apabila Kalista paling benci terhadap sikap orang yang melewati batas. Mengapa Jihan sekarang malah berbuat begini?"Kal, aku minta maaf. Kau sudah setuju, bukan, untuk melahirkan anaknya Mas Bian? Jadi aku ingin kau fokus dengan dirimu saja. Jangan lelah bekerja. Aku paham betul kalau kau sekali bekerja selalu totalitas sampai lupa waktu. Aku khawatir itu akan menganggu program hamil." Bukan kah Bian mengatakan kalau Jihan mengusulkan agar Kalista dan suaminya berkenalan dulu dan pendekatan pelan-pelan? Namun setelah mendengar pembicaraan Jihan barusan, tampaknya Jihan masih berharap kalau Kalista segera hamil.Apa jangan-jangan?Kalista melirik pada Bian yang tampaknya juga sama terkejutnya kalau Jihan melanggar batas. Na
"Kita bisa bicara bertiga?" Kalista menyilangkan sendok dan garpunya di piring kosong di hadapannya.Kalista memastikan bila Jihan dan Bian sudah selesai bersantap pagi itu. Sarapan yang dilalui dengan begitu senyap. Hanya dentingan sendok dan seruputan yang terdengar."Bisa, Kal, kita ke ruang tengah?" Jihan selalu berucap ramah, meski kentara sekali raut wajahnya masih merasa bersalah. Kedua maniknya juga sembab. Pasti Jihan menangis terlalu banyak.Mereka pun berpindah ke ruang tengah. Bian duduk di sofa tunggal. Kalista di sofa sebelah kiri dan Jihan di sofa kanan. "Aku akan mengembalikan uang yang kau bayarkan untuk ibuku. Namun tidak sekarang. Aku janji akan mengembalikannya. Aku mohon jangan memberikan apapun untuk ibuku. Itu akan semakin membuatku berutang padamu."Bian melirik kedua Istrinya yang saling bertatapan. Hawa disekitarnya benar-benar tidak nyaman."Kal, maafkan aku. Maaf karena melangkahi hakmu terlalu jauh.
Sepertinya Bian memiliki kesenangan baru, yaitu menggoda Kalista. Reaksi Kalista menjadi hiburan tersendiri untuknya."Baru dipegang sedikit sudah ketar-ketir. Bagaimana nanti kalau bumbum-bumbum?"Kalista memelototi Bian yang tertawa sembari menutup tirai sehingga keduanya berkesan ingin berkegiatan privat tanpa diganggu pramugari."Mungkin ini terdengar kurang ajar untukmu, Kal. Namun kita harus segera melakukannya dan kau hamil. Lagipula pemeriksaan kita berdua sangat sehat. Dokter juga mengatakan bila tidak masalah kau hamil meski dua setengah tahun yang lalu kau menjalani sesar. Setidaknya bila kau hamil, lalu melahirkan setelahnya, aku dan Jihan akan merawat bayi kita. Kau bisa pergi setelah itu. Semoga Jihan setuju. Aku akan membantumu untuk lepas dari pernikahan ini bila Jihan menolak."Kalista benci mendengarnya. Namun dirinya memang sudah setuju untuk didekati Bian. Hanya saja memang tidak bisa pelan-pelan seperti keinginan Bian pada awa
"Apa kau tidak tahu table manner? Kalau kau jadi istriku, wajib tahu table manner."Kalista tidak peduli. la meneruskan mengoyak daging lezat di tangannya dengan giginya tanpa peduli dirinya sekarang terlihat seperti pemangsa di hutan rimba.Lagipula situasinya bukan sedang dalam jamuan makan resmi. Untuk apa menggunakan table manner? Ada-ada saja Bian. Bian menganga dan akhirnya pasrah membiarkan Kalista hingga kenyang. Kalista langsung mencuci tangan dan ke kamar mandi."Kau mandi sesubuh ini? Serius?!" Bian setengah berteriak, tapi Kalista tentu tidak bisa menyahut akibat shower yang menyala."Astaga, apa dia tidak kedinginan? Lagipula mandi sesudah makan, itu kebiasaan yang tidak sehat," gumam Bian sembari menepikan troli makanan lalu kembali ke tempat tidur dengan selimut hampir membungkus seluruh tubuh.Sepuluh menit kemudian, Kalista keluar dari kamar mandi dengan bathrobe putihnya. Kalista membongkar kopernya untuk berpa
Kalista meringis menahan perih ketika Bian menotolkan obat luka dan menutupnya dengan plester di telunjuk Kalista.Tak lupa Bian juga meniupnya sebelum menempelkan plester. Hal itu membuat Kalista bergidik ngeri. Menurutnya lebay sekali. Untuk apa ditiup-tiup seperti adegan drama korea yang pernah ia tonton?"Heh, kau ini! Harusnya berterima kasih, karena aku mau mengobatimu.""Iya, terima kasih," ucap Kalista tegas,"harusnya pakai minyak kayu putih saja.""Jangan ngawur! Bagaimana bisa luka diobati dengan minyak kayu putih? Apa tidak tambah perih?""Tapi cepat sembuh, kok."Bian berdecak. Ada-ada saja pikirnya."Ya sudah. Kau ingin mandi dulu untuk bilas? Tanganmu dibungkus saja dulu agar plesternya tidak basah."Kalista merasa Bian tidak perlu memberitahu hal itu. Tanpa diberitahu pun, Kalista akan melakukannya. ***"Kata Pak Reza, kau tidak menem
Atmosfer disekitar Bian dan Kalista berubah panas seiring pengecap keduanya yang membelit tak berhenti. Tatapan keduanya terpaku satu sama lain.Bian tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Begitu pula Kalista.Ketika tautan pengecap terlepas. Keduanya masih bertatapan. Tampak jelas netra keduanya ditutupi kabut hasrat. Mereka masih ingin menyatu sampai lega.Bian kembali mengecup panjang Kalista dan pembalasan yang dilakukan Kalista membuat desiran panas menggelegak di sekujur raganya. "Jihan tidak sepandai ini," pikir Bian.Bian suka. Bian suka saat Kalista memporak-porandakan rongga mulutnya. Penyatuan bibir mereka sampai membuat Bian dan Kalista saling menindih satu sama lain dan berguling di tempat tidur yang seprainya mulai berantakan.Jangan lupakan tangan mereka yang menyentuh satu sama lain. Bian tidak pernah merasakan sensasi demikian. Ketika melakukannya bersama Jihan, selalu Bian yang beraktivitas segalanya. Ist
Kalista tidak seberani itu sebenarnya untuk kembali membahas peristiwa malam tadi. Namun Bian pun mengangguk dua kali tanpa menoleh. Kalista tersenyum hambar, merasa bersalah besar pada Jihan. Jihan banyak membantunya. Dia rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk ibu Kalista. Bahkan sampai merencanakan bulan madu yang harusnya romantis ini."Sebenarnya tidak masalah bila Jihan tahu ini, karena memang ini yang ia inginkan. Hanya saja kita tidak bisa menyakiti Jihan. Yang kita lakukan juga bukan dosa, karena kita berada di bawah pernikahan yang sah."Perjalanan pagi ini tidak begitu dinikmati Kalista. Padahal cuacanya hangat dan bersahabat. "Maafkan aku atas kejadian malam tadi. Harusnya aku bisa menggaulimu dengan jalan yang lebih baik. Bukan akibat pengaruh obat perangsang."Kalista menoleh penasaran pada Bian."Ya. Ada obat perangsangnya di makan malam kita. Jihan yang memerintahkan."Kalista tidak habis pikir bila Jihan mampu melakukannya meski dalam jarak yang jauh.Ting!Kalis