"Seperti yang sudah saya katakan tadi, saya di sini untuk meminang anak anda, Eleena."
Seisi ruangan mendadak terdiam mendengar apa yang Abimanyu katakan. Bahkan Eleena tidak percaya bahwa Abimanyu akan mengatakannya dengan begitu langsung tanpa basa-basi.Dedi terlihat kaget, meskipun Abimanyu memang sudah mengatakan niatnya, akan tetapi Dedi tidak menyangka bahwa Abimanyu begitu serius.Siapa yang tidak kenal dengan Abimanyu? Di usianya yang baru kepala tiga dia sudah berhasil menjadi pemimpin keluarga Bahuwirya. Pria itu juga CEO Bahuwirya group, perusahaan yang sangat besar. Tapi sayangnya, pria kompeten itu adalah pria pembawa sial. Dedi enggan, meskipun dia lebih menyayangi Viona, akan tetapi tetap saja Dedi tidak mau jika anaknya menikah dengan seorang lelaki yang sudah 3 kali menduda dan dirumorkan pembawa sial.Melihat bahwa keluarga itu hanya terdiam, Sekretaris Abimanyu, Leon mengeluarkan sebuah map dalam tas yang dia bawa."Saya menawarkan pernikahan bukan tanpa keuntungan. Jika anda bersedia menikahkan Eleena dengan saya, maka saya akan berinvestasi pada proyek yang sedang anda jalani. Bukannya beberapa tahun ini perusahaan anda sedang dalam masa yang sulit karena mencari investor?" Abimanyu, setiap katanya seolah mengandung magnet yang membuat semua orang tertarik."A-pastinya kami sebagai orang tua yang baik ingin Eleena menikah dengan laki-laki yang baik. Saya melihat bahwa Pak-nak Abimanyu cocok untuk Eleena. Saya sebagai ibunya akan sangat senang jika Eleena bisa menikah dengan anda!" ucapan menggebu-gebu itu keluar dari bibir Jesica, dia bahkan tidak mempedulikan Dedi yang memelototinya.Jesica tersenyum dengan sangat antusias pada Abimanyu. Siapa yang tidak senang jika seorang pengusaha kaya datang dan berkata akan menginvestasikan uang ke perusahaan kecil mereka. Bahkan jika Abimanyu adalah pria pembawa sial yang membunuh tiga istrinya di setiap pernikahan, tapi siapa yang peduli? Malah, bukankah bagus jika Eleena mati karena itu? Keluarga mereka bisa meminta uang kompensasi yang besar pada Bahuwirya group.Duduk di samping ayahnya, Viona menatap Abimanyu dengan tatapan membara. Pria itu terlihat sangat sempurna dengan tubuh tingginya yang dibalut dengan stelan jas mahal. Ketika Abimanyu mengatakan jika dia ingin menikahi Eleena, tangan Viona terkepal dengan begitu erat."Eleena lagi! Eleena lagi! Kenapa dari kecil dia terus, sih?!" Viona membatin dengan kesal.Tapi di detik berikutnya, Viona menghela nafas dengan lega. Bukankah Abimanyu adalah pria pembawa sial? Maka apa untungnya menikahi pria itu jika wanita yang menikah dengannya pasti akan mati. Viona diam-diam merasa sangat senang, dia sangat menantikan berita kematian Eleena setelah menikah dengan Abimanyu.***"Saya kira Bapak enggak akan datang," ucap Eleena.Keduanya sedang berjalan menuju gerbang masuk kediaman Mahendra. Ketika pembicaraan selesai dan Dedi mengatakan jika dia akan memikirkan kembali tawaran Abimanyu, ayah dan ibu tirinya itu memaksa Eleena untuk mengantar Abimanyu hingga ke mobilnya."Kami terlalu tidak sabaran," ujar Abimanyu sambil tersenyum.Eleena cemberut, bukankah wajar menjadi sangat tidak sabar ketika pria yang berkata akan menghubunginya secepat mungkin tidak kunjung datang. "Saya pikir Bapak berubah pikiran, hampir saya mau cari orang lain," cibir Eleena dengan nada kesal.Langkah kaki Abimanyu tiba-tiba berhenti, dia berbalik menatap Eleena dengan tatapan mata yang dalam. "Mencari orang lain? Siapa yang lebih pantas kamu andalkan dari pada saya?"Eleena tertawa melihat ekspresi percaya diri pria itu. Di luar, Abimanyu tampaknya adalah orang yang sangat dingin dan tidak tersentuh. Eleena baru mengetahui jika ternyata Abimanyu juga mempunyai sisi sombong seperti itu."Besok saya akan jemput kamu, saya bawa kamu bertemu dengan Akasha.""Akasha siapa?" tanya Eleena dengan bingung. Dia tidak tahu siapa Akasha yang keluar dari mulut Abimanyu.Abimanyu tampak terdiam, dia menatap Eleena sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara pelan, "Anak saya."Mengangguk, Eleena mengeluarkan suara 'ah' panjang. "Kalau gitu besok saya tunggu." Eleena tersenyum pada Abimanyu.Tiba di mobil Abimanyu yang terparkir, Pria itu masuk ke dalam mobil beserta Leon yang sedari tadi mengikuti keduanya dari belakang. Eleena berjalan mundur ketika mobil bergerak, dia melambaikan tangannya saat mobil yang Abimanyu tempati perlahan pergi dari sana.Setelah itu, Eleena kembali ke dalam rumah. Jesica dan Dedi sudah tidak ada di ruang tamu, hanya Viona yang sedang duduk sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan tangan berlipat."Hebat banget, ya, lo." Viona tertawa sinis ketika mengatakan itu. "Kira-kira di kasih apa seorang Abimanyu Cakra Bahuwirya sampe dia mau nikahin lo."Eleena meliriknya pelan, tanpa niat untuk menjawab. Dia melenggang pergi, hendak berjalan melewati Viona."Eleena!" Viona berteriak marah. "Jangan kira karena lo mau jadi istrinya Abimanyu, lo bisa seenaknya sama gue!""Kenapa enggak bisa?" Eleena bertanya, menatap Viona dengan senyuman. "Yang jelas, gue enggak kaya lo. Nyari selingkuhan, pun, yang sama-sama anak haram!" Setelah itu dia melenggang pergi, tidak lagi memperdulikan Viona.Viona menghentakkan kakinya dengan kesal. Dia terengah-engah, mengepalkan telapak tangannya dengan erat. "Sebentar lagi lo pasti bakalan mati!"**Eleena hendak kembali ke kamarnya, dia melewati pintu Dedi dan Jesica yang sedikit terbuka. Langkah kaki Eleena terhenti, berdiri di sana, mendengarkan dengan hati-hati."Jesica, apa kamu enggak tau kalau semua istri yang Abimanyu nikahi itu meninggal?!" Terdengar teriakan marah dari Dedi di dalam."Mas! Bisa jadi itu, kan, cuma rumor aja. Lagian menikahkan Eleena dengan Abimanyu membawa banyak untung untuk perusahaan kamu. Bukannya kamu juga yang bilang kalau perusahaan lagi krisi?!" Jesica terdengar membalas dengan bujukan. "Bahuwirya, loh, Mas. Kalau kita jadi besan mereka, kita bisa manfaatin itu untuk membuat banyak relasi dan nanti banyak yang mau berinvestasi sama kamu. Lagian Abimanyu kaya, hidup Eleena pasti akan terjamin kalau menikah sama dia."Sangat hebat, dengan sekali bujukan yang keluar dari bibir Jesica mampu membuat Dedi terdiam. Terdengar helaan nafas berat dari Dedi."Mas, aku juga ibu Eleena, aku pengen yang terbaik buat dia," ucap Jesica.Eleena yang mendengarkan hanya tersenyum miring, bisikan Jesica benar-benar seperti medusa. Dia lalu kembali melenggang pergi ke kamarnya. Tidak lagi memperdulikan mereka.**Keesokan harinya, seperti yang Abimanyu katakan, pria itu datang ke kediaman Mahendra pagi-pagi sekali. Saat itu Eleena baru saja bangun dari tidurnya, dia segera mandi dan berpakaian."Pak," sapa Eleena ketika dia menghampiri Abimanyu yang duduk di ruang tamu."Aduh, El. Lo kok lama banget, sih. Kasihan Pak Abimanyu nungguin dari tadi!" tegur Viona pada Eleena dengan suara yang lembut."Ayo pergi, Pak!" Eleena terus menatap Abimanyu tampa memperdulikan Viona.Abimanyu menganggukkan kepalanya. Wanita itu berjalan ke sisi Abimanyu menyingkirkan Viona, menggandeng tangannya dan membawa pria itu keluar dari rumah.Viona menatap kepergian mereka dengan enggan, dia sangat iri pada Viona hingga bola matanya hampir keluar karena tidak kunjung selesai menatap.***Di sisi lain di dalam mobil, Eleena cemberut di sepanjang perjalanan. Setiap kali Abimanyu bertanya atau menanggapi sesuatu, Eleena hanya akan menjawab singkat atau bahkan tidak menjawab sama sekali."Kenapa?" tanya Abimanyu dengan heran melihat tingkah wanita di sebelahnya.Eleena diam, tidak mau menjawab."Eleena," panggil Abimanyu dengan suara rendah. Baru saat itulah Eleena menoleh dan menjawab dengan kesal."Kenapa, sih, Pak?!"Ketika Eleena bersuara, Abimanyu menghela nafas dengan lega. "Kamu kenapa? Bete sama saya?""Bapak ngapain tadi berdiri berduaan gitu sama si Viona? Bapak enggak tau, ya, kalau saya itu benci sama dia?!" Wanita itu akhirnya buka suara setelah lama menahan keke
Akasha kecil mengerutkan kening lembutnya saat melihat Eleena, menatap wanita itu dengan tatapan penuh dengan kewaspadaan."Tante istli balunya papa, yah?" tanya Akasha dengan suara cadelnya.Eleena tersenyum dan mengangguk. Eleena kurang suka pada anak kecil karena anak kecil yang dia temui biasanya nakal seperti beruang, akan tetapi melihat Akasha yang terlihat putih dan lembut seperti pangsit, orang yang tidak suka dengan anak kecil pun pasti akan meleleh melihatnya."Tante di sini mau jemput Akasha turun ke bawah buat ketemu papah, Akasha mau, kan?" Eleena bertanya dengan lembut.Bibir Akasha cemberut, jemari gemuk dan kecilnya saling bertaut. "Tapi papah enggak suka liat Akasha.""Papah suka kok sama Akasha, papah sendiri yang bilang sama tante," ucap Eleena, meyakinkan anak itu. Eleena tidak tahu dari mana anak sekecil Akasha bisa menyimpulkan apakah ayahnya menyukainya atau tidak.Akasha tampak termenung, dia lalu beringsut turun dari tempat tidur. Eleena dengan hati-hati memb
Dan di sinilah Eleena berada, duduk di meja makan dikelilingi oleh orang-orang bermarga Bahuwirya yang makan dalam keheningan mencekam.Abimanyu duduk di kursi utama sebagai kepala keluarga, Sedangkan Eleena dan Akasha duduk tempat di sebelah kiri Abimanyu. Anak itu makan dengan lahap, meski usianya masih tiga tahun, tapi Akasha bisa memakan makanannya sendiri tanpa bantuan siapa pun."Menjijikan," celetuk seorang gadis yang duduk agak jauh dari Eleena dan Akasha. Gadis itu mengomentari cara makan Akasha yang terlihat acak-acakan.Tangan kecil Akasha yang memegang sendok lantas terhenti, kepalanya menunduk tampa mengatakan sepatah kata pun.Perhatian semua orang di meja makan lantas beralih pada gadis itu. Eleena mengerutkan kening, merasa bahwa Akasha yang berusia tiga tahun bisa makan tanpa bantuan orang lain adalah hal yang luar biasa. Dia mengambil sebuah sosis di salah satu piring, memindahkannya pada piring Akasha."Makan!" Eleena berbisik dengan suara rendah saat Akasha mendong
Satu bulan kemudian, tanggal yang Abimanyu tentukan untuk dia dan Eleena akhirnya tiba. Mereka berdua mengendarai mobil dengan Abimanyu yang menyetir, pergi ke KUA untuk menikah.Saat Dedi tahu bahwa pernikahan Eleena tidak akan digelar mewah, dia sangat marah karena merasa bahwa keluarga Bahuwirya sangat sombong. Tadinya Dedi ingin memanfaatkan pernikahan Eleena untuk menambah relasinya, sekarang dia bahkan tidak bisa melakukan itu.Eleena tidak peduli pada saat Dedi meneriakinya dan mencaci maki. Sedangkan Jesica dan Viona merasa sangat bahagia karena mereka mengira status Eleena di keluarga Bahuwirya pasti sangat rendah hingga Abimanyu tidak mau melakukan resepsi untuk pernikahan mereka."Mamah yakin kalau Eleena pasti bakalan menderita di rumah keluarga Bahuwirya!" Jesica meyakinkan Viona. "Jadi kamu enggak perlu iri, Sayang. Kalau kamu menikah nanti, kita akan membuat pesta besar supaya dunia tahu kalau princess Mamah menikah dengan pangeran!"Viona mengangguk dan tertawa terbaha
Eleena mengeluarkan ponselnya dari saku, di bawah tatapan panas Sutri, dia memanggil nomor telepon Abimanyu. Setelah dua kali berdering, suara magnetis Abimanyu akhirnya terdengar di seberang telepon."Halo." Itu adalah suara dari Abimanyu."Halo, Mas. Aku-"Ponsel yang Eleena pegang tiba-tiba terbanting karena Sutri mengambilnya dan melemparnya ke tanah."Sialan!" Sutri mengutuk, mengambil sebuah gelas kosong dan hendak melemparkannya pada Akasha yang menatap pertengkaran mereka berdua dengan wajah takut. "Ke sini kamu anak sial!"Eleena marah, dia sangat marah dengan apa yang Sutri lakukan dan katakan pada Akasha. Mana ada pengasuh yang mengutuk anak majikannya sendiri. Eleena mengulurkan tangan, mengambil gelas dalam genggaman Sutri dan menjambak rambutnya hingga kepala Sutri mendongak ke atas. Dia tidak lupa menggerakkannya ke kiri dan ke kanan hingga Sutri menjerit-jerit kesakitan.Pertengkaran keduanya sangat heboh, Akasha yang menyusut ketakutan melihat ponsel Eleena yang masih
"Eleena mungkin sibuk, jadi dia enggak bisa datang." Jesica menenangkan suaminya dengan kata-kata lembut. Dedi mendengus, merasa bahwa Jesica terlalu memanjakan Eleena. "Sibuk apa sampai gak pulang setelah menikah?! Dia bahkan enggak bisa bujuk suaminya sendiri buat pulang dan berkunjung ke rumah orang tuanya! Itu karena kamu terlalu memanjakan Eleena!" Jesica tersenyum, menuntun suaminya untuk duduk di atas sofa. "Wajar kalau aku memanjakan Eleena, dia, kan, udah aku anggap anakku juga. Kamu jangan marah, Eleena sekarang, kan, sudah jadi istri Abimanyu. Kamu ayah mertuanya, mulai sekarang bahkan kalau kamu pergi ke Bahuwirya group, mereka pasti akan menyambut kamu dengan senang hati." Apa yang keluar dari mulut Jesica begitu manis hingga membuat Dedi percaya. "Huh!" Dedi mendengus lagi, tapi kali ini dia tidak dapat menahan senyuman di bibirnya. Ketika keduanya bercakap-cakap, Viona turun dari lantai atas. Wanita itu terli
"Sayang, kamu bukan anak idiot. Akasha itu anak yang paling pinter di dunia!" ucap Eleena ketika dia mendengar Akasha bertanya hal seperti itu.Eleena tidak tahu apakah itu karena perlakuan pengasuhnya yang selama ini menyiksa Akasha hingg Akasha tidak memiliki kepercayaan diri dan percaya pada hal-hal buruk yang orang lain katakan. Eleena tidak ingin Akasha seperti itu, anak sekecil Akasha yang seharusnya bangga dan sombong, apalagi dia adalah tuan muda dari keluarga Bahuwirya.Keduanya sedang berada di dalam ruang ganti salah satu toko yang mereka kunjungi."Tapi tadi-" Akasha menatap Eleena dengan keraguan di matanya."Akasha," panggil Eleena. "Enggak ada orang pinter yang manggil seseorang idiot. Nanti kalau ada orang yang manggil Akasha idiot, itu berarti dia sendiri yang idiot, ngerti?""Gitu, ya, Tante?"Eleena mengangguk, meyakinkan Akasha. Anak itu tersenyum, dua mata bulatnya bersinar dengan cerah. "Kalau gitu mereka ka
Wanita yang sedang menonton tv itu sontak menoleh ke belakang, menatap Abimanyu dengan tanda tanya di kepalanya. "Apa?"Abimanyu terdiam sejenak, dia berdiri tepat di belakang sofa yang Eleena duduki dan menjawab, "Saya harusnya pulang, enggak ninggalin kalian berdua di rumah gitu aja."Eleena mengangguk-anggukkan kepalanya. "Itu, tahu!""Maafin saya, El. Saya pikir kamu enggak akan merasa nyaman dengan keberadaan saya," ucap Abimanyu dengan pelan."Ini rumah Mas Abi, saya juga istri Mas Abi dan Mas Abi suami saya. Mana mungkin saya merasa enggak nyaman?" Kening Eleena bertaut, tidak mengerti mengapa Abimanyu berpikiran seperti itu.Eleena mendongak ke belakang, Abimanyu menatap mata wanita itu dengan intens dan kelembutan yang tidak dia sadari. Tatapan Abimanyu turun, mendarat pada bibir semerah ceri milik Eleena. Bibir itu tampak berarti, benar-benar terlihat seperti ceri, menggoda siapapun untuk mencicipinya.Tubuhnya tanpa sa