Akasha kecil mengerutkan kening lembutnya saat melihat Eleena, menatap wanita itu dengan tatapan penuh dengan kewaspadaan.
"Tante istli balunya papa, yah?" tanya Akasha dengan suara cadelnya. Eleena tersenyum dan mengangguk. Eleena kurang suka pada anak kecil karena anak kecil yang dia temui biasanya nakal seperti beruang, akan tetapi melihat Akasha yang terlihat putih dan lembut seperti pangsit, orang yang tidak suka dengan anak kecil pun pasti akan meleleh melihatnya. "Tante di sini mau jemput Akasha turun ke bawah buat ketemu papah, Akasha mau, kan?" Eleena bertanya dengan lembut. Bibir Akasha cemberut, jemari gemuk dan kecilnya saling bertaut. "Tapi papah enggak suka liat Akasha." "Papah suka kok sama Akasha, papah sendiri yang bilang sama tante," ucap Eleena, meyakinkan anak itu. Eleena tidak tahu dari mana anak sekecil Akasha bisa menyimpulkan apakah ayahnya menyukainya atau tidak. Akasha tampak termenung, dia lalu beringsut turun dari tempat tidur. Eleena dengan hati-hati membantunya. "Ayo Tante!" ajak anak itu. "Mau Tante gendong?" tanya Eleena, menawarkan. "Enggak mau, Akasha udah gede!" Dia menggeleng, lalu melenggang pergi mendahului Eleena. Ketika keduanya turun ke lantai bawah, Eleena melihat Abimanyu yang sedang fokus pada iPad di tangannya. Pria itu jelas sedang membaca sesuatu. "Den," panggil Sutri ketika melihat Akasha yang turun bersama Eleena. Eleena menatap Akasha, tidak menyangka jika anak itu akan memegang tangannya secara tiba-tiba saat Sutri memanggilnya. Akasha juga menyusut di belakang Eleena. "Kenapa Akasha?" tanya Eleena dengan kening berkerut. "Den Akasha sama Bibi, yuk!" Wanita setengah baya itu mengulurkan tangan, mencoba meraih Akasha. "Akasha mau sama Tante," ucap anak itu dengan suara yang sangat pelan. "Tapi—" "Akasha biar sama saya," Eleena menyela ucapan Sutri. "Ayo samperin papah!" ajak Wanita itu. Akasha mengangguk, mengikuti Eleena bertemu Abimanyu. Sutri yang melihat Akasha lebih memilih mengikuti Eleena mengutuk dalam hati, "Dasar anak sialan!" Di sisi lain, Eleena duduk di sebelah Abimanyu yang terlihat sibuk. "Bapak lagi ngapain?" tanya Eleena. "Saya sedang melihat beberapa pekerjaan." Tatapan Abimanyu jatuh pada Akasha yang berdiri di depan Eleena. "Akasha, duduk di sini!" titah Abimanyu dengan suara tegas. Kening Eleena berkerut melihat bagaimana Abimanyu berbicara dengan Akasha yang masih berusia tiga tahun. Anak itu terus menunduk sejak Eleena mengajaknya bertemu dengan Abimanyu. Ketika mendengar Abimanyu yang menyuruhnya, dia buru-buru berjalan ke sofa dan duduk dengan susah payah. "Akasha masih kecil, kenapa Bapak ngomong sekeras itu sama dia?" Eleena menegur. "Hah? Kenapa?" tanya Abimanyu, dia sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan caranya berbicara pada Akasha. Manik mata Eleena berputar malas. "Liat, tuh, anak Bapak takut!" Eleena menunjuk Akasha yang menunduk. Abimanyu juga menoleh mengikuti arah yang Eleena tunjuk. Dia melihat putranya yang sedang duduk diam di atas sofa. Sebelumnya Abimanyu tidak pernah menyadari jika Akasha ketakutan hanya karena cara bicaranya. "Akasha, sini duduk sama Tante!" Tangan Eleena melambai pada Akasha. Akasha menatap Eleena dengan mata bulat seperti buah anggur, lalu dengan takut-takut menatap Abimanyu seolah dia sedang meminta persetujuan pria itu. Abimanyu yang melihatnya hanya mengangguk tanpa mengatakan apa pun. Anak itu turun dari sofa, berjalan dengan kaki pendeknya pada Eleena. Eleena tersenyum, mengangkat Akasha dan mendudukkannya di pangkuan. "Pak, gimana kalau kita jalan-jalan?" Eleena menatap Abimanyu. "Enggak," Abimanyu menggelengkan kepalanya. "Habis ini kita harus pergi ke rumah utama Bahuwirya, bukannya kamu ingin kita menikah secepat mungkin?" "Ah, iya, sih." Eleena baru ingat jika Abimanyu juga pasti punya keluarga yang harus tahu pernikahan mereka. "Akasha ikut," ucap anak itu dengan suara kecil. "Hah?" Eleena menatap Akasha, tidak mendengar apa yang anak itu katakan. "Pengen ikut," bisik Akasha lagi, kali ini suaranya sedikit lebih keras. "Kamu enggak boleh ikut," sela Abimanyu ketika Eleena hendak membalas. "Kasih Akasha ke pengasuhnya, kita berangkat sekarang!" titah pria itu. "Pak, ajak aja," ujar Eleena, dia tidak tega melihat Akasha yang tampak menunduk sedih. Anak itu tidak lagi berani membuka suara jika Abimanyu sudah melarangnya. "Enggak. Dia harus di sini." Abimanyu bangkit berdiri, merapihkan jas yang dia kenakan, lalu melenggang pergi dari sana. Eleena hendak mengikuti Abimanyu, namun dia merasa Akasha memegang sudut pakaiannya dengan sangat erat. "Kenapa Akasha?" Eleena berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan tinggi anak berusia tiga tahun itu. "Akasha pengen ikut sama Tante," bisik Akasha. Dengan bingung Eleena melihat Abimanyu yang ternyata telah pergi. Dia menatap Akasha lagi, merasa bahwa anak itu sangat menyedihkan. "Ya udah, ayo ikut!" Eleena meraih tangan kecil Akasha, membawanya ke luar rumah. Ketika Eleena keluar, dia melihat Abimanyu yang sedang berdiri di pinggir mobil, tampak seperti menunggunya. Kening Abimanyu berkerut saat melihat Akasha bersama dengan Eleena. "Akasha ajak, ya, Pak." Eleena membantu anak itu masuk ke dalam mobil tanpa menunggu jawaban Abimanyu. Abimanyu hanya menghela nafas tidak berdaya, dia tidak menyangka jika Akasha akan langsung akrab dengan Eleena yang baru pertama kali ditemuinya. Padahal selama ini Akasha sama sekali tidak akrab dengannya, ayahnya sendiri. *** Kediaman Bahuwirya terletak di sebuah bukit, jauh di pinggiran kota. Tempatnya sangat asri, jalanan yang mulus dan pohon-pohon berbunga indah di pinggiran jalannya. Bak sebuah istana, bangunan itu berdiri kokoh di tengah bukit. Sangat besar hingga Eleena tidak bisa untuk tidak menatapnya lagi dan lagi. Dia benar-benar tidak menyangka jika rumah seperti itu ada di dunia nyata. "Selamat siang, Tuan, Tuan muda, Nona!" sapa seorang pria yang menjaga gerbang besar rumah itu. Abimanyu mengangguk, lalu melajukan mobilnya masuk ke dalam gerbang. Akasha tampak pendiam di sepanjang perjalanan. "Ayo turun!" ajak Abimanyu pada Eleena dan Akasha. Seorang satpam datang, membukakan pintu untuk Abimanyu dan Eleena. "Selamat siang, Pak Abi!" sapanya. Abimanyu menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Parkiran mobilnya!" titah Abimanyu, memberikan kunci mobilnya pada satpam itu. Tatapan Abimanyu lalu beralih pada Eleena yang sedang memegang Akasha. "Ayo!" Eleena mengangguk, sambil menuntun Akasha yang memegang jarinya begitu erat, dia melangkah mengikuti Abimanyu masuk ke dalam rumah. Ketika mereka masuk ke dalam, seorang pria parubaya berdiri di depan pintu menyambut kedatangan mereka, ada sekitar lima belas wanita dan pria berpakaian pelayan yang berjejer di belakangnya. "Tuan Abi!" sapa pria parubaya yang merupakan kepala pelayan itu. Abimanyu hanya mengangguk. "Abimanyu, kita sudah menunggu kamu!" seorang pria berusia sekitar 50 tahun keluar dari dalam, nada bicaranya tampak menyindir karena Abimanyu membuatnya menunggu. "Sebagai pemimpin dari Bahuwirya group, saya punya banyak pekerjaan," balas Abimanyu.Dan di sinilah Eleena berada, duduk di meja makan dikelilingi oleh orang-orang bermarga Bahuwirya yang makan dalam keheningan mencekam.Abimanyu duduk di kursi utama sebagai kepala keluarga, Sedangkan Eleena dan Akasha duduk tempat di sebelah kiri Abimanyu. Anak itu makan dengan lahap, meski usianya masih tiga tahun, tapi Akasha bisa memakan makanannya sendiri tanpa bantuan siapa pun."Menjijikan," celetuk seorang gadis yang duduk agak jauh dari Eleena dan Akasha. Gadis itu mengomentari cara makan Akasha yang terlihat acak-acakan.Tangan kecil Akasha yang memegang sendok lantas terhenti, kepalanya menunduk tampa mengatakan sepatah kata pun.Perhatian semua orang di meja makan lantas beralih pada gadis itu. Eleena mengerutkan kening, merasa bahwa Akasha yang berusia tiga tahun bisa makan tanpa bantuan orang lain adalah hal yang luar biasa. Dia mengambil sebuah sosis di salah satu piring, memindahkannya pada piring Akasha."Makan!" Eleena berbisik dengan suara rendah saat Akasha mendong
Satu bulan kemudian, tanggal yang Abimanyu tentukan untuk dia dan Eleena akhirnya tiba. Mereka berdua mengendarai mobil dengan Abimanyu yang menyetir, pergi ke KUA untuk menikah.Saat Dedi tahu bahwa pernikahan Eleena tidak akan digelar mewah, dia sangat marah karena merasa bahwa keluarga Bahuwirya sangat sombong. Tadinya Dedi ingin memanfaatkan pernikahan Eleena untuk menambah relasinya, sekarang dia bahkan tidak bisa melakukan itu.Eleena tidak peduli pada saat Dedi meneriakinya dan mencaci maki. Sedangkan Jesica dan Viona merasa sangat bahagia karena mereka mengira status Eleena di keluarga Bahuwirya pasti sangat rendah hingga Abimanyu tidak mau melakukan resepsi untuk pernikahan mereka."Mamah yakin kalau Eleena pasti bakalan menderita di rumah keluarga Bahuwirya!" Jesica meyakinkan Viona. "Jadi kamu enggak perlu iri, Sayang. Kalau kamu menikah nanti, kita akan membuat pesta besar supaya dunia tahu kalau princess Mamah menikah dengan pangeran!"Viona mengangguk dan tertawa terbaha
Eleena mengeluarkan ponselnya dari saku, di bawah tatapan panas Sutri, dia memanggil nomor telepon Abimanyu. Setelah dua kali berdering, suara magnetis Abimanyu akhirnya terdengar di seberang telepon."Halo." Itu adalah suara dari Abimanyu."Halo, Mas. Aku-"Ponsel yang Eleena pegang tiba-tiba terbanting karena Sutri mengambilnya dan melemparnya ke tanah."Sialan!" Sutri mengutuk, mengambil sebuah gelas kosong dan hendak melemparkannya pada Akasha yang menatap pertengkaran mereka berdua dengan wajah takut. "Ke sini kamu anak sial!"Eleena marah, dia sangat marah dengan apa yang Sutri lakukan dan katakan pada Akasha. Mana ada pengasuh yang mengutuk anak majikannya sendiri. Eleena mengulurkan tangan, mengambil gelas dalam genggaman Sutri dan menjambak rambutnya hingga kepala Sutri mendongak ke atas. Dia tidak lupa menggerakkannya ke kiri dan ke kanan hingga Sutri menjerit-jerit kesakitan.Pertengkaran keduanya sangat heboh, Akasha yang menyusut ketakutan melihat ponsel Eleena yang masih
"Eleena mungkin sibuk, jadi dia enggak bisa datang." Jesica menenangkan suaminya dengan kata-kata lembut. Dedi mendengus, merasa bahwa Jesica terlalu memanjakan Eleena. "Sibuk apa sampai gak pulang setelah menikah?! Dia bahkan enggak bisa bujuk suaminya sendiri buat pulang dan berkunjung ke rumah orang tuanya! Itu karena kamu terlalu memanjakan Eleena!" Jesica tersenyum, menuntun suaminya untuk duduk di atas sofa. "Wajar kalau aku memanjakan Eleena, dia, kan, udah aku anggap anakku juga. Kamu jangan marah, Eleena sekarang, kan, sudah jadi istri Abimanyu. Kamu ayah mertuanya, mulai sekarang bahkan kalau kamu pergi ke Bahuwirya group, mereka pasti akan menyambut kamu dengan senang hati." Apa yang keluar dari mulut Jesica begitu manis hingga membuat Dedi percaya. "Huh!" Dedi mendengus lagi, tapi kali ini dia tidak dapat menahan senyuman di bibirnya. Ketika keduanya bercakap-cakap, Viona turun dari lantai atas. Wanita itu terli
"Sayang, kamu bukan anak idiot. Akasha itu anak yang paling pinter di dunia!" ucap Eleena ketika dia mendengar Akasha bertanya hal seperti itu.Eleena tidak tahu apakah itu karena perlakuan pengasuhnya yang selama ini menyiksa Akasha hingg Akasha tidak memiliki kepercayaan diri dan percaya pada hal-hal buruk yang orang lain katakan. Eleena tidak ingin Akasha seperti itu, anak sekecil Akasha yang seharusnya bangga dan sombong, apalagi dia adalah tuan muda dari keluarga Bahuwirya.Keduanya sedang berada di dalam ruang ganti salah satu toko yang mereka kunjungi."Tapi tadi-" Akasha menatap Eleena dengan keraguan di matanya."Akasha," panggil Eleena. "Enggak ada orang pinter yang manggil seseorang idiot. Nanti kalau ada orang yang manggil Akasha idiot, itu berarti dia sendiri yang idiot, ngerti?""Gitu, ya, Tante?"Eleena mengangguk, meyakinkan Akasha. Anak itu tersenyum, dua mata bulatnya bersinar dengan cerah. "Kalau gitu mereka ka
Wanita yang sedang menonton tv itu sontak menoleh ke belakang, menatap Abimanyu dengan tanda tanya di kepalanya. "Apa?"Abimanyu terdiam sejenak, dia berdiri tepat di belakang sofa yang Eleena duduki dan menjawab, "Saya harusnya pulang, enggak ninggalin kalian berdua di rumah gitu aja."Eleena mengangguk-anggukkan kepalanya. "Itu, tahu!""Maafin saya, El. Saya pikir kamu enggak akan merasa nyaman dengan keberadaan saya," ucap Abimanyu dengan pelan."Ini rumah Mas Abi, saya juga istri Mas Abi dan Mas Abi suami saya. Mana mungkin saya merasa enggak nyaman?" Kening Eleena bertaut, tidak mengerti mengapa Abimanyu berpikiran seperti itu.Eleena mendongak ke belakang, Abimanyu menatap mata wanita itu dengan intens dan kelembutan yang tidak dia sadari. Tatapan Abimanyu turun, mendarat pada bibir semerah ceri milik Eleena. Bibir itu tampak berarti, benar-benar terlihat seperti ceri, menggoda siapapun untuk mencicipinya.Tubuhnya tanpa sa
"Sutri di penjara, Abimanyu pasti sudah tau semuanya!" Seorang wanita berjalan bolak-balik sambil mengigit kukunya dengan cemas."Jangan khawatir, kita cuma nyuruh wanita itu untuk membuat Akasha tumbuh menjadi orang yang tidak berguna, kita tidak menyuruhnya untuk menyiksa anak itu." Pria yang berada dalam satu ruangan dengan wanita itu menenangkan."Tetep aja! Gimana kalau Abimanyu mau menyelidiki kasus itu lebih dalam lagi? Kita yang nyuruh Sutri buat pura-pura jadi pengasuh Akasha, kita juga pasti bakalan kena!" Wanita itu berkata dengan tidak sabar."Kesia, panik, pun, enggak akan ada guna nya. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar Sutri tidak mengatakan apa pun soal kita pada Abimanyu.""Ini semua gara-gara perempuan itu, istri yang baru dinikahi Abimanyu." Kesia mengepalkan telapak tangannya, kebencian di hatinya membuncah.Pria yang duduk di atas sofa itu menghela nafas, dia juga cemas saat ini. Khawatir
"Nenek anda sempat bangun tadi, tapi sekarang dia tertidur setelah makan dan meminum obatnya," ujar seorang perawat pada Eleena yang sedang duduk di samping ranjang neneknya.Eleena mengangguk, mendengarkan dengan cermat apa saja yang dilakukan neneknya di saat dia terbangun. Akasha duduk di sampingnya, menatap wanita tua yang tampak asing bagi dia."Nenek kenapa, Tante?" tanya Akasha dengan wajah kebingungan."Nenek sakit, jadi kita harus sering jenguk nanti, oke?"Akasha mengangguk sambil tersenyum.Tidak lama untuk Eleena berada di sana. Dia berpesan pada perawat untuk memperlakukan neneknya dengan baik, lalu setelah itu pergi dengan Akasha di pelukannya. Ada sopir yang menunggu, Eleena menghubungi sopirnya, menyuruh nya untuk keluar dari tempat parkir.Eleena dan Akasha berdiri di trotoar jalan, tatapan matanya jatuh pasa toko seberang, di mana deretan kue-kue kecil dan cantik tampak terpajang di etalase toko. Eleena tiba-tib