"Sutri di penjara, Abimanyu pasti sudah tau semuanya!" Seorang wanita berjalan bolak-balik sambil mengigit kukunya dengan cemas.
"Jangan khawatir, kita cuma nyuruh wanita itu untuk membuat Akasha tumbuh menjadi orang yang tidak berguna, kita tidak menyuruhnya untuk menyiksa anak itu." Pria yang berada dalam satu ruangan dengan wanita itu menenangkan."Tetep aja! Gimana kalau Abimanyu mau menyelidiki kasus itu lebih dalam lagi? Kita yang nyuruh Sutri buat pura-pura jadi pengasuh Akasha, kita juga pasti bakalan kena!" Wanita itu berkata dengan tidak sabar."Kesia, panik, pun, enggak akan ada guna nya. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar Sutri tidak mengatakan apa pun soal kita pada Abimanyu.""Ini semua gara-gara perempuan itu, istri yang baru dinikahi Abimanyu." Kesia mengepalkan telapak tangannya, kebencian di hatinya membuncah.Pria yang duduk di atas sofa itu menghela nafas, dia juga cemas saat ini. Khawatir"Nenek anda sempat bangun tadi, tapi sekarang dia tertidur setelah makan dan meminum obatnya," ujar seorang perawat pada Eleena yang sedang duduk di samping ranjang neneknya.Eleena mengangguk, mendengarkan dengan cermat apa saja yang dilakukan neneknya di saat dia terbangun. Akasha duduk di sampingnya, menatap wanita tua yang tampak asing bagi dia."Nenek kenapa, Tante?" tanya Akasha dengan wajah kebingungan."Nenek sakit, jadi kita harus sering jenguk nanti, oke?"Akasha mengangguk sambil tersenyum.Tidak lama untuk Eleena berada di sana. Dia berpesan pada perawat untuk memperlakukan neneknya dengan baik, lalu setelah itu pergi dengan Akasha di pelukannya. Ada sopir yang menunggu, Eleena menghubungi sopirnya, menyuruh nya untuk keluar dari tempat parkir.Eleena dan Akasha berdiri di trotoar jalan, tatapan matanya jatuh pasa toko seberang, di mana deretan kue-kue kecil dan cantik tampak terpajang di etalase toko. Eleena tiba-tib
Eleena dan Akasha sedang menonton tayangan televisi ketika melihat Abimanyu yang pulang dari perusahaan sedang berdiri di belakang mereka. Kaget, Eleena tidak menyangka jika Abimanyu akan pulang sangat awal hari ini."Mas Abi bukannya akan pulang sore?" tanya Eleena, menatap pria yang berstatus suaminya dengan bingung.Abimanyu berdehem, menjawab senormal mungkin. "Hari ini pekerjaan saya selesai lebih awal, jadi saya langsung pulang."Jika Leon mendengar apa yang Abimanyu katakan, sekretarisnya itu mungkin akan pingsan. Apanya yang selesai? Pekerjaan yang menggunung bahkan mungkin mengharuskan Abimanyu untuk lembur di malam hari.Mengangguk, Eleena mengambil alih jas yang Abimanyu kenakan. "Mas Abi sudah makan siang?" tanya Eleena."Belum, saya berencana membawa kalian makan di luar," jawab Abimanyu."Tapi saya dan Akasha sudah makan, Mas." Eleena berkata dengan tidak enak hati."Tidak apa-apa kalau begitu." Abimanyu tersenyum."Saya masakin aja, ya? Mas Abi mau makan apa?" tanya Ele
"ABIMANYU! ABIMANYU!"Suara teriakan histeris datang dari luar rumah. Eleena mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan apa yang terjadi di luar rumahnya. Dia yang sedang membuat kue bersama Akasha lantas meletakan alat-alat pembuat kue yang dia pegang, tanpa melepas celemek di tubuhnya, Eleena keluar untuk melihat apa yang terjadi."Akasha tunggu di sini, ya!" ucap Eleena sebelum pergi.Eleena mengelap tangannya pada celemek sambil bergegas membuka pintu. Ketika pintu dibuka, hal pertama yang dia lihat adalah kerumunan beberapa orang yang sedang menenangkan satu wanita setengah baya yang berteriak-teriak marah sambil memaki."KAMU-! INI SEMUA GARA-GARA KAMU! DASAR KAMU PEREMPUAN ULAR! IBLIS!"Kening Eleena berkerut, dia ingat wanita di depannya. Itu adalah kakak ipar ke dua Abimanyu, istri dari Abram. Eleena menatap kerumunan orang dengan kebingungan yang jelas di wajahnya, tidak mengerti mengapa kakak iparnya itu datang dan berteriak-
"Maaf, Pak. Tuan Abram yang memaksa dan menerobos masuk ke ruangan anda." Leon menjelaskan pada Abimanyu.Dada Abram terengah-engah, matanya memerah, tampak jelas bahwa dia sangat marah. Abimanyu mengangguk pada Leon, kemudian Leon mengerti dan keluar dari ruangan bosnya."Bajingan kamu Abimanyu!" Abram menunjuk Abimanyu dengan jarinya. "Apa yang terjadi pada Celine pasti ulah kamu!"Tatapan Abimanyu lurus menatap Abram, sama sekali tidak ada senyum di bibirnya. "Kak Abram seharunya berkata dengan lebih jelas supaya saya mengerti.""Celine itu keponakan kamu Abram, Kakak tidak menyangka kamu akan melakukan hal seperti itu pada keponakan kamu sendiri!" Telapak tangan Abram terkepal, kebencian terpancar jelas dalam nada bicaranya."Sudah saya bilang jika saya tidak mengerti apa yang Kak Abram katakan. Apa yang saya lakukan?" Abimanyu mengangkat satu alisnya, menatap Abram dengan tatapan menantang.Dada Abram sesak karena rasa marah
"Kenapa Akasha tidur di sini?" tanya Abimanyu ketika dia melihat Eleena yang berbaring di tempat tidur bersama dengan Akasha."Akasha tidur di sini malam ini, apa-apa, kan?" Eleena menatap Abimanyu, meminta persetujuan."Dia punya kamarnya sendiri, Eleena," ujar Abimanyu."Apa salahnya? Toh enggak setiap hari." Eleena terus membalas, tidak tahu apa yang Abimanyu permasalahkan.Menghela nafas, Abimanyu ikut berbaring dengan posisi Akasha di tengah-tengah mereka. Akasha mencondongkan tubuhnya ke arah Eleena, memeluk wanita itu seperti gurita."Jangan terlalu memanjakan Akasha," ujar Abimanyu dengan suara pelan agar tidak membangunkan anak itu."Tidak ada yang salah dengan memanjakan anak sendiri. Akasha, kan, anak Mas Abi, yang berarti anak saya juga, kalau yang saya manjakan itu anak tetangga baru Mas Abi bisa melarang." Eleena memejamkan mata setelah itu, tidak ingin lagi mendengar protes sang suami.Melihat istrinya yan
"Mah, gimana penampilan aku?" tanya Viona sambil memamerkan tubuhnya yang terbalut gaun berwarna kuning pucat pada sang ibu. Saat Viona mengatakan bahwa Abimanyu bersedia bertemu dengannya, Jesica langsung mengajak Viona berbelanja di sebuah mall untuk membeli pakaian baru agar sang putri terlihat lebih cantik.Jesica menutup mulutnya, bertepuk tangan dengan senang sambil memuji, "Kamu cantik banget, Sayang!"Viona juga tersenyum sumringah, senang dengan pujian yang ibunya lontarkan. "Abimanyu pasti akan terpesona kalau liat aku, kan, Mah?""Pasti, Sayang! Mamah jamin Abimanyu akan langsung suka sama kamu!"Keduanya tertawa, Viona dengan senang hari kembali menatap dirinya di depan cermin, dan setelah itu mereka membeli pakaian yang sekarang dia kenalan dan lanjut membeli barang lain.**"Berangkat sekarang?" tanya Abimanyu ketika melihat Eleena yang sudah siap dengan pakaian rapih. "Mau saya antar?"Eleena men
"Siapa juga yang mau lama-lama di sini!" Dengan dada sesak penuh amarah, Viona mengambil tasnya dan melenggang pergi, keluar dari cafe dengan langkah cepat.Semua pengunjung cafe dan bahkan stafnya menatap kepergian Viona, mulai berbisik-bisik dan bergosip. Eleena sendiri hanya tersenyum kecil, meminta maaf pada pelayan atas keributan yang dia timbulkan. Eleena tidak langsung pulang setelah semua keributan itu, dia menikmati jus serta cake yang telah dia pesan sebelum akhirnya membayar pergi.**"Tante kamu pulang sebentar lagi, jangan nangis terus!" Abimanyu mengusap wajahnya dengan frustasi. Bagaimana tidak, Akasha sedari tadi terus menangis menguji kesabaran Abimanyu yang sebenarnya seluas samudra, hanya saja di hadapkan pada tangisan menyedihkan anak itu, Abimanyu tidak sabar."Huhuhu, tante, huhu, hiks." Akasha terisak, takut dengan Abimanyu yang menatapnya dengan tatapan tajam.Beberapa saat lalu semuanya baik-baik saja, namun ketik
Keesokan paginya, ketika Eleena terbangun, seluruh tubuhnya terasa sangat pegal, bahkan bibirnya bengkak dan kering. Eleena terbatuk, dia bangkit dari kasur, menemukan segelas air di atas nakas di samping tempat tidurnya. Eleena tanpa ragu mengambil dan meminumnya hingga tandas.Setelah itu dia menghela nafas lega, tenggorokannya tidak lagi sekering tadi. Abimanyu sudah tidak ada di tempat tidur, waktu juga sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Turun dari kasur, dia melihat bahwa tidak ada pakaian yang berserakan, sepertinya Abimanyu yang membereskan semua di saat pria itu bangun.Eleena tanpa sadar tersenyum."Tante! Tante!"Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar diiringi oleh suara teriakan kekanak-kanakan Akasha yang memanggilnya. Eleena berjalan menuju pintu, ketika pintu itu terbuka, Akasha dengan piyama berwarna biru dan guling kecil di tangannya, berdiri di depan pintu kamar."Tante!" Akasha dengan bersemangat menerjang tubu