"Ini beneran pacar kamu?" tanya wanita itu sambil menatap Embun dari atas sampai bawah.
"Ada yang salah?" tanya Gio datar.Wanita itu tertawa mencemooh. "Pacar kamu cleaning servis? Seriusan? Nggak salah?"Gio tak menanggapi ucapan wanita itu, tetapi tangannya mencengkram erat pinggang Embun, membuat wanita itu meringis kesakitan."Terus kenapa?" Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Gio kembali membuka suara."Hahahaha." Wanita itu tergelak kencang, "ternyata selera kamu rendahan sekali, coba buka mata kamu lebar-lebar, masih cantikan aku ke mana-mana, masih seksi aku dibandingkan dia, coba kamu lihat tubuhnya itu. Apa kamu sama sekali tidak bisa melihat hal itu, Gio?" tanya wanita itu remeh.Gio mendesah berat. "Kalau aku sudah cinta sama dia mau bagaimana lagi. Iya, kan, Sayang?" tanya pria itu seraya menoleh ke arah Embun.Embun hanya bisa meringis pelan ketika Gio mencubit pinggang wanita itu.'Aduh, ini gimana jawabnya sih, terus kenapa dia cubit-cubit pinggang aku, mana keras lagi, apa dia lagi kasih kode?' batin Embun.Karena tak mendapat jawaban dari Embun, Gio berdeham cukup keras, kali ini pandangannya kembali ke arah wanita itu."Sora, sepertinya wanitaku sudah salah paham. Sebaiknya kamu segera pergi dari sini, aku ingin berduaan dengan wanitaku," usir pria itu dengan suara tegas."Kamu bisa pikirkan hal ini baik-baik, Gio. Aku bisa gantikan posisi wanita miskin ini, aku juga rela kasih apapun yang aku punya--""Keluar!" bentak Gio, membuat Embun dan wanita itu terkejut bukan main.'Ya Tuhan, kenapa dia teriak di dekat telingaku sih,' keluh Embun dalam hati.Sedangkan wanita yang bernama Sora itu mengepalkan tangannya, tak lama kemudian dia langsung pergi dari ruangan itu."Kamu juga kenapa masih diam di sini?"Embun lagi-lagi tersentak, sedang asyik melihat wanita itu keluar, tiba-tiba saja dikejutkan oleh suara Gio."Ya, Pak?""Kamu juga keluar!" usir pria itu.'Ya ampun, ganteng-ganteng kok hobinya teriak-teriak sih,' batin Embun."Tapi, Pak. Saya belum mengerjakan tugas saya di sini, saya ingin--""Aku bilang keluar ya keluar! Apa kamu tuli, hah?""Nggak, Pak. Kalau begitu saya pamit undur diri."Belum sempat Gio menjawab, Embun sudah berlari keluar lebih dulu."Gila, gila, gila. Belum ada satu jam di sana, tapi udah bikin jantung deg-degan, kalau tiap hari aku ada di ruangan itu, bisa-bisa mati mendadak karena selalu dengar dia teriak-teriak gitu," gumam wanita itu sambil geleng-geleng kepala."Hei, kau!"'Duh, apa lagi ini.'Embun langsung mengentikan langkahnya, dia kembali menoleh ke samping, lalu tersenyum manis tapi terkesan dipaksakan."Saya, Pak?"Gio mendengkus sebal. "Memangnya siapa lagi kalau bukan kamu. Cepat sini!" titah pria itu yang tidak bisa dibantah.'Gini-gini, kan, aku punya nama,' dengkus Embun dalam hati.Andai saja dia bisa berbicara langsung seperti itu pada Gio, tapi sayangnya dia tidak mempunyai keberanian, menurutnya Gio itu berbeda dengan orang-orang yang selama ini dia temuinya. Galak!Mau tak mau Embun mendekati pria itu."Ada apa ya, Pak?" tanya Embun takut-takut."Nama.""Nama?" ulang Embun dengan kening berkerut."Nama kamu!"Embun manggut-manggut. "Perkenalkan nama saya Embun, Pak. Saya karyawan baru di sini, baru beberapa hari kerja. Jadi--""Aku cuma tanya nama kamu," ujar pria itu sinis. "Bawa peralatan bersih-bersih itu dari ruanganku, sekarang!"***"Kenapa tuh muka? Jutek banget, pasti gagal ya goda pak Gio," kata Rika pedas."Enak aja, emangnya aku itu kamu," ujar Embun telak.Mendengar cara bicara Embun yang agak ngegas, semakin membuat Rika curiga kalau apa yang dia pikirkan ternyata benar."Hahahaha, habis diapain kamu sama Pak Gio? Pasti dicaci maki habis-habisan, kan? Makanya jangan coba-coba goda dia, nggak bakalan mempan, sekalipun kamu nggak pakai baju di depan dia, dia juga nggak bakal tertarik sama kamu."Perut Embun yang tadinya terasa begitu lapar, tapi ketika mendengar ocehan Rika, semua rasa lapar itu seketika lenyap.Embun menatap Rika dengan senyum remeh. "Atau jangan-jangan kamu yang seperti itu?" tebaknya, yang ternyata memang benar.Ketika Rika ingin menjawab, tiba-tiba saja ada yang memanggil Embun begitu nyaring, baik Embun dan Rika langsung menoleh ke arah sumber suara."Embun, dipanggil sama Pak Gio," kata wanita itu, Resa namanya, dia tampak begitu ngos-ngosan, sepertinya habis berlari."Kenapa?" tanya Embun dengan kening berkerut."Nggak tahu juga sih, tiba-tiba aja dia nyuruh aku buat panggil kamu, cepat sana datang ke ruangannya, takutnya nanti dia marah, kalau marah dia bahaya," ujar Resa, tampak ketakutan.Embun berdecak kesal. "Oke deh, mudahan aja nggak ada apa-apa," gumamnya pelan."Hati-hati tuh, palingan juga dapat surat peringatan karena sudah berani merayu Pak Gio," sindir Rika.Embun hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tuduhan tak masuk akal yang Rika berikan.Tanpa berkata-kata lagi, Embun pergi meninggalkan makanannya itu, berjalan menuju ruangan Gio.Tepat di depan pintu ruangan Gio, Embun gugup setengah mati, ragu ingin masuk atau tidak.Setelah menimbang-nimbang jawaban antara iya atau tidak, akhirnya wanita itu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.Tok ... tok ... tok ..."Masuk!"Dengan tangan gemetar, Embun memegang kenop pintu tersebut, setelah pintu itu terbuka, dia melihat Gio sedang asyik menatap layar komputernya, dan juga Embun melihat ada seorang wanita yang tengah berdiri di samping pria itu.Embun menelan salivanya dengan kasar ketika melihat penampilan wanita itu tampak acak-acakan.'Haduh, siapa lagi wanita ini? Dan juga kenapa pakaiannya juga seperti itu, apa yang sudah terjadi?' batin Embun bertanya-tanya."Kemarilah!" titah pria itu seraya melambaikan tangannya, memberi kode agar Embun segera mendekat.Embun pun menurut, dia akhirnya mendekati pria itu dengan pandangan menunduk. Dia sama sekali tidak berani menatap Gio."Duduk!""Duduk?" Embun terperanjat sambil menoleh ke sana-sini.'Duduk di mana maksudnya, masa iya di meja?'"Di sini, dipangkuanku."Mata Embun membulat. "Tapi, Pak, sa--saya--""Kamu ini kenapa sih, kalau nggak ada orang aja suka banget duduk dipangkuanku, giliran ada orang kenapa kamu malah malu-malu?"Embun tak menjawab, dia hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Yang lebih mengejutkan lagi, Embun ditarik paksa oleh pria itu agar duduk dipangkuan pria itu."Jadi, bilang pada mamaku untuk tidak menjodoh-jodohkan aku dengan wanita-wanita pilihannya, karena sebenarnya aku sudah punya dia, paham?"Embun tak bisa berkutik sedikit pun, bahkan hanya untuk sekadar bernapas saja dia tampak kesulitan."Kamu pacaran dengan office girl?""Itu tidak penting, sebaiknya kamu pergi dari sini.""Oke, baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi," kata wanita itu pasrah.'Ah sifatnya beda sekali dengan wanita bar-bar yang tadi,' batin Embun.Setelah wanita itu pergi, tiba-tiba saja Gio mendorong tubuh Embun, membuat wanita itu memekik nyaring."Bisa-bisanya kamu duduk di dekatku dengan kondisi tidak pernah keramas," sentak pria itu sambil berkacak pinggang."Maaf, Pak. Saya tidak tahu maksud Anda itu apa, dan masalah keramas, saya selalu keramas, Pak.""Terus kenapa tadi kamu garuk-garuk kepala? Huh, menyebalkan sekali. Cepat keluar dari sini, jangan lupa keramas. Ingat, K-E-R-A-M-A-S!" tekan Gio dengan mata melotot.Sejak kejadian itu, Embun kerap kali datang ke ruangan Gio. Entah apa maksud pria itu, tapi yang Embun tangkap, Gio selalu bersikap manis padanya ketika ada wanita yang datang ke ruangannya.Sebenarnya Embun ingin sekali bertanya, tapi ketika dia ingin membuka mulut, suaranya tiba-tiba saja tercekat, hal itu karena wajah Gio yang menurutnya begitu sangar.Seperti sekarang contohnya, saat ini wanita itu sudah berada di ruangan bosnya, dia tidak sendiri, di ruangan itu ada seorang wanita cantik yang Embun tidak tahu siapa namanya.'Sebenarnya Pak Gio manggil aku ke sini terus, tujuannya buat apa sih, terus kenapa banyak banget wanita-wanita datang ke sini, apa mereka itu pacar-pacar Pak Gio? Kalau memang iya, wah parah banget tuh dia,' gerutu Embun dalam hati."Kamu siapanya Gio? Kenapa kamu ada di ruangan Gio?"Embun menatap wanita itu sambil tersenyum kikuk. Sepertinya wanita itu kesulitan untuk menjawab."Oh, saya--""Oh, aku tahu kalau kamu itu office girl. Terus kenapa kamu nggak k
"Untuk apa Mama datang ke sini?" tanya Gio to the poin."Mama benar-benar kecewa sama kamu. Kenapa setiap wanita yang datang ke sini, selalu kamu tolak?"Fokus Gio langsung buyar, kali ini dia menatap wanita paruh baya itu dengan kesal. Rena, itulah nama mamanya yang selalu saja membuat dirinya jengkel. Bagaimana tidak, wanita itu selalu mendesaknya untuk segera menikah."Aku sudah pernah bilang, kalau aku nggak bakalan menikah!" tandas pria itu.Rena menggeleng tak setuju. "Sebenarnya kamu ini kenapa? Kenapa menikah saja tidak mau?" tanyanya dengan kesal. "Mama sudah membawakan wanita untuk kamu, mungkin kalau semuanya dihitung ada ratusan, tapi dari satu di antara mereka kenapa tidak ada yang kamu pilih?"Gio menyugar rambutnya dengan kasar, ingin sekali dia mengumpat ataupun berkata kasar, tapi selalu dia urungkan karena menyadari yang ada di hadapannya itu bukan orang lain, melainkan mamanya sendiri."Karena aku nggak suka sama mereka, mereka semua bukan tipeku.""Lalu kamu mau me
"Tunggu dulu, Buk, ini maksudnya gimana ya? Setahu saya, saya tidak pernah dekat-dekat dengan lelaki manapun," kata Embun dengan raut wajah bingung."Jangan bohong, anakku sendiri yang bilang kalau dia menyukaimu."Embun menggaruk kepalanya, menoleh ke sana-sini, mencari jawaban apa yang tepat untuk wanita itu."Masalahnya saya nggak tahu siapa yang bicara seperti itu. Beneran deh, suer, saya tidak pernah dekat-dekat dengan pria manapun," kata Embun sungguh-sungguh.'Idih, udah kayak nggak laku aja aku ngomong kayak gitu,' cibir wanita itu dalam hati.Rena menatap Embun dari atas sampai bawah, tak lama setelah itu dia geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa Gio menyukai gadis berpenampilan sederhana seperti itu, padahal di luar sana banyak yang lebih cantik dari Embun. Tapi herannya malah ditolak mentah-mentah oleh anaknya."Aku benar-benar nggak habis pikir kenapa anakku bisa menyukaimu, aku yakin pasti kamu berusaha untuk menggodanya, kan? Pasti kamu bermimpi untuk menikah dengan dia,
Sudah beberapa hari ini Embun tidak masuk kerja. Alasannya karena dia enggan bertemu dengan bosnya yang bernama Gio itu. Kejadian waktu itu membuat dirinya membenci pria itu.Semua rasa kagum yang pernah ia lontarkan pada pria itu, dia tarik kembali karena ternyata Gio adalah laki-laki yang begitu licik."Aduh, pengin kerja. Capek juga kalau nganggur kayak gini terus di rumah. Tapi kalau kerja, males juga ketemu sama bos yang rese itu. Ngajakin nikah, tapi caranya kayak gitu, malah jebak aku seolah-olah aku yang melamar dia. Gila nggak tuh, ya aku mana mau," gerutu wanita itu.Tok ... tok ... tok ...Embun mendengkus keras ketika ada yang mengetuk pintu rumahnya itu."Itu siapa lagi yang datang, masa iya ibu kos nagih bayar kos-kosan, perasaan bulan ini aku udah bayar deh," gerutu wanita itu seraya bangkit dari ranjangnya dan kehaluan yang sempat tadi dia pikirkan pun langsung musnah.Ketika Embun sudah membukakan pintu, matanya seketika membulat karena melihat kedatangan bosnya, Gio
"Kamu tidak ingin bertanya kita akan pergi ke mana?"Embun berdeham sejenak, sebenarnya dari tadi juga dia sangat ingin menanyakan hal itu, tapi dia sama sekali tidak memiliki keberanian. Jangankan untuk bertanya, menatap wajah pria itu saja mana mungkin Embun berani. Karena menurutnya pria itu begitu seram."Memangnya kita mau pergi ke mana, Pak?" tanya wanita itu pada akhirnya."Perlukah aku menjawab? Kamu tidak usah terlalu kepo dengan urusanku," sahut pria itu sinis.Embun memutar bola matanya malas.'Tau gitu kenapa tadi nawarin pertanyaan. Sakit sekali dengarnya, yang tadi dia bilang aku jelek aja sakitnya masih membekas, lah dia malah bikin lagi yang baru,' batin wanita itu. "Tapi, Pak. Saat ini posisinya Anda sedang membawa saya, jadi saya berhak tahu hal itu," kata wanita itu tak terima. "Yang nyupir itu aku, kamu cuma duduk anteng gitu kok banyak protes," ucap Gio sinis. Diam-diam Embun mengepalkan tangannya, jelas saja dia geregetan dengan tingkah Gio yang menurut wanita
Brak!"Astaga!" pekik Embun, wanita itu terkejut karena Rika membuka pintu ruangan itu cukup keras. "Buka pintunya bisa pelan-pelan nggak sih?" tanya wanita itu ketus.Bukannya menjawab, Rika malah berkacak pinggang, seolah tengah menantang Embun."Hebat ya jadi kamu. Udah lebih dari empat hari nggak kerja, tapi sama sekali nggak punya muka. Kamu sama sekali nggak merasa bersalah gitu? Baru aja kerja di sini, udah berani bolos banyak. Awas aja, aku bakal kasih tahu kamu sama bos, biar kamu dipecat sama dia," ancam wanita itu.Embun mengedikkan bahunya acuh. "Kasih tahu aja, siapa takut," jawabnya cuek."Oh, jadi kamu nantangin aku? Nggak takut kalau aku kasih tahu beneran? Baiklah, aku akan memberitahukan hal ini pada bos ,biar tahu rasa kamu. Suruh siapa belagu banget jadi orang," ujar Rika seraya berkacak pinggang."Ya sana kalau berani. Nih, aku kasih tahu kamu satu rahasia besar ya, tapi jangan bilang sama siapa-siapa. Sebenarnya aku ini ada hubungan khusus sama bos," bisik Embun
Tok ... tok ... tok ...Gio membanting pulpen yang ada ditangannya itu dengan kasar. Sudah dia bilang, kan, kalau dia sedang bekerja, dia sama sekali tidak suka diganggu.Lantas kenapa sedari tadi selalu saja ada yang mengganggunya?"Masuk!" kata pria itu dengan suara nyaring.Tak lama setelah Gio mengatakan hal itu, pintu ruangannya itu langsung terbuka dengan lebar."Ini dia, Pak, orangnya, yang tadi ngaku-ngaku kalau dia mempunyai hubungan khusus dengan Anda," adu Rika seraya menarik tangan Embun agar segera mendekat ke arah pria itu."Rika! Kamu ini apaan sih, bisa nggak sih jangan rese jadi orang," kata Embun tak terima."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang seperti itu? Kamu juga tadi sempat nantangin aku, kan? Giliran udah aku aduin kenapa kamu jadi ketakutan seperti itu?" tanya Rika dengan senyum remeh."Kekanak-kanakan tahu nggak?""Bodo amat, yang penting kamu udah aku aduin, suruh siapa nantangin aku. Tahu sendiri, kan, akibatnya."Gio yang mendengar perdebat
"Kenapa wajahmu nggak enak dipandang seperti itu?" tanya teman Embun yang bernama Mimi. Embun mendengkus keras. "Lagi bete. Bete banget. Siapa yang nggak kesal coba kalau aku dibilang jelek terus. Memang nyebelin tuh orang, pantas aja sampai sekarang belum nikah-nikah, kalau ngomong aja nggak pake perasaan," celetuk wanita itu. "Kamu dibilang jelek? Sama siapa?" tanya Mimi, tampak begitu penasaran. "Adalah pokoknya, terlalu bagus kalau aku sebut namanya." "Cewek atau cowok?" "Cowok, tapi kalau ngomong itu ngelebihin kayak cewek. Suka nyelekit." Mulut Mimi menganga lebar. "Cowok? Jarang-jarang loh ada cowok yang bilang wanita itu jelek, kebanyakan dari mereka itu kan suka lebay, suka goda-goda cewek, apalagi kalau ada maunya, rayuan mautnya pasti langsung keluar." Embun mengedikkan bahu. "Iya, menurutku memang cuma dia yang kayak gitu. Cowok langka, nyebelin juga sih," timpal wanita itu. "Aku jadi penasaran, siapa sih orangnya, atau jangan-jangan gebetan kamu ya? Cowok yang kam
Bahagia! Itu adalah gambaran sempurna untuk keluarga Gio.Ya, saat ini mereka tengah dikaruniai seorang putri yang begitu cantik, ditambah lagi saat ini sang istri sedang hamil anak kedua, kandungannya sudah berumur tujuh bulan, yang kabarnya anak itu berjenis kelamin laki-laki.Jelas saja kebahagiaan itu semakin lengkap untuk Gio maupun Embun."Dan pada akhirnya si Cinderella pun bahagia dengan pasangannya."Alea menatap ayahnya dengan raut wajah bingung."Kok ceritanya beda kayak yang diceritakan oleh bunda, Yah?" protes anak itu.Pipi Alea menggembung, membuat Gio gemas, dan pada akhirnya dia mencubit kedua pipi Alea itu dengan pelan."Itu kan versi bunda, kalau versi Ayah ya beda dong. Alea kenapa belum tidur? Ayah udah baca dongeng dari tadi loh.""Masih belum ngantuk, Yah. Biasanya kalau bunda yang bacain dongeng, Alea langsung tidur. Tapi kalau sama Ayah kok nggak ya?" tanya anak itu dengan raut wajah bingungnya.Ya bagaimana Alea bisa mau tidur, Gio saja menceritakannya tidak
Embun menangis begitu kencang ketika mendengar penuturan dari suaminya. Ya, Gio mengatakan bahwa saat ini dirinya tengah hamil.Awalnya wanita itu tidak percaya dengan ucapan Gio, karena dokter sudah memvonisnya akan susah hamil akibat kecelakaan itu.Namun, keraguan itu seketika sirna karena Gio membawa bukti yang diberikan oleh dokter itu, dan langsung Gio memberikannya pada Embun. Dari situlah baru Embu percaya kalau saat ini tengah ada janin di dalam perutnya."Sayang, udah, jangan nangis terus," tegur Gio sambil mengusap-usap punggung wanita itu secara perlahan."Ini benar-benar nggak mungkin, Mas. Bagaimana bisa aku ... hamil? Sedangkan--""Ssstttt." Gio menempelkan jari telunjuknya di bibir wanita itu. "Nggak ada yang nggak mungkin kalau Tuhan sudah berkehendak, Sayang. Ini adalah takdir kita. Tuhan masih memberikan kepercayaannya pada kita untuk merawat bayi ini. Mungkin waktu itu kita masih belum dikasih kepercayaan karena kita masih belum dewasa, kita masih sama-sama egois.
Berkali-kali Gio menciumi telapak tangan Embun. Perasaannya benar-benar campur aduk, tak karuan. Ada rasa khawatir, cemas, emosi dan juga bahagia. Karena perlakuan Gio, membuat Embun dengan perlahan membuka kedua matanya.Kepalanya masih terasa sakit, maka dari itu dia ingin kembali memejamkan matanya, akan tetapi karena ada yang terus menciumi tangannya, pada akhirnya dia mengurungkan niatnya."Mas," panggil wanita itu lirih."Sayang, kamu udah bangun?" tanya pria itu dengan cepat. "Gimana? Apa yang sedang kamu rasakan? Apa ada bagian yang sakit di area tubuhmu?" Pertanyaan beruntun Gio membuat Embun tersenyum tipis.Wanita itu menggeleng pelan. "Nggak ada, Mas. Aku cuma pusing aja, sama lemas juga sih sebenernya," beritahu wanita itu.Embun menatap sekitar, dahinya mengernyit heran karena baru menyadari kalau dia tidak berada di dalam kamarnya, melainkan ruangan yang begitu asing, menurutnya."Kita lagi di mana, Mas?" tanya wanita itu dengan kening berkerut.Gio mendengkus keras. "
Langkah Gio begitu tergesa-gesa. Terlihat begitu jelas raut wajahnya tampak cemas.Tadi, ketika Embun yang menghubunginya, ternyata yang Gio dengar bukan suara istrinya, melainkan suara orang lain, yang lebih parahnya lagi adalah suara seorang pria.Marah? Tentu saja! Siapa yang begitu berani meneleponnya mengunakan nomor istrinya? Bukan itu poin pentingnya, melainkan kenapa ponsel istrinya bisa di tangan orang lain? Terlebih lagi seorang pria."Ha-halo."Mata Gio membulat ketika bukan suara istrinya yang terdengar."Siapa kamu? Kenapa ponsel istriku bisa di tanganmu? Mana istriku?" sentak pria itu cepat."Ma-maaf. Aku akan menjelaskannya nanti--""Kenapa harus nanti? Cepat jelaskan sekarang!" kata Gio dengan suara yang begitu nyaring."Aku akan menjelaskannya nanti, sekarang ada yang lebih penting yang harus kita urus. Ini tentang Embun, dia saat ini pingsan!" Pria yang tak Gio ketahui siapa namanya itu juga ikut berteriak.Gio tersentak, bukan karena bentakan pria itu, akan tetapi d
"Untuk pembangunan di sebelah selatan delapan puluh persen sudah jadi, Pak, sebentar lagi akan rampung," beritahu Rizal.Gio tampak manggut-manggut. "Terima kasih atas laporannya, Rizal. Kamu memang bisa diandalkan. Nggak sia-sia aku kasih kamu kesempatan sekali lagi buat kerja sama aku," ucap pria itu bangga.Rizal tersipu malu. "Anda terlalu banyak memuji, Pak. Saya bisa seperti juga berkat Anda. Terima kasih karena saya sudah dikasih kepercayaan penuh oleh Anda, Pak."Gio kembali mengangguk seraya menepuk pundak Rizal berkali-kali.Dulu, waktu pertama kali Gio mempekerjakan Rizal, Rizal memang sangat payah, tidak mempunyai keahlian ataupun cekatan, tapi berkat kesabaran Gio dan juga ketelatenan pria itu dalam mendidik Rizal, pada akhirnya asistennya pun berubah menjadi semenakjubkan seperti ini. Gio bangga pada Rizal yang mau berjuang dan berusaha. Maka dari itu Gio tidak mungkin melepaskan Rizal begitu saja.Rizal pun demikian. Dia begitu bangga mempunyai bos seperti itu. Mungkin
"Kok lama banget sih datangnya," keluh Dimas ketika melihat Embun sudah datang.Embun mendengkus keras. "Syukur-syukur aku dateng, gitu aja protes," celetuk wanita itu tak terima."Iya, iya. Jangan ngambek gitu dong. Kan jadi makin cantik aja."Embun memutar bola matanya malas, agak jengah juga karena Dimas semakin terang-terangan menunjukkan rasa tertariknya padanya."Mau ngomong apa?" tanya wanita itu to the poin."Eits! Santai dulu dong, ngapain pakai buru-buru segala sih. Aku aja belum pesanin kamu minum. Mau minum apa?"Embun mengibas-ngibaskan tangannya. "Masalahnya aku belum izin sama suami, takutnya nanti dia malah salah paham. Lebih cepat lebih baik, lebih cepat juga aku pulangnya. Jadi kamu mau ngomongin apa?" desak Embun. "Kamu bilang ini tentang masa depan aku, emangnya aku itu kenapa? Apa yang akan terjadi di masa depan?" cerocos wanita itu panjang lebar.Raut wajah Dimas tampak berubah ketika Embun mengatakan tentang suami."Kamu beneran cinta nggak sih sama suami kamu i
[Embun, bisakah kita bicara sebentar? Ada yang mau aku bicarakan, penting. Sangat penting!]Embun mengerutkan keningnya ketika mendapat pesan dari Dimas."Mau ngapain dia?" gumam wanita itu.Akhir-akhir ini dia merasa begitu malas. Biasanya dia selalu bangun pagi untuk menyiapkan segala keperluan suaminya, tapi saat ini tidak, dan beruntungnya Gio sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Embun merasa beruntung mempunyai suami seperti Gio. Dia begitu bodoh karena dulu pernah menyia-nyiakan pria itu, dan mulai saat ini dia tidak akan melakukan hal itu lagi.[Ya udah tinggal ngomong aja lewat chat.]Embun pun membalas pesan dari Dimas. Tak menunggu waktu lama, pria itu langsung membalasnya.[Nggak bisa bicara lewat telpon, bisanya kita bicara secara langsung. Ini benar-benar penting, Embun!]Embun berdecak kesal. Bangun dari tidurnya saja dia malas, apalagi harus sampai bertemu dengan pria itu."Tapi aku penasaran, kira-kira dia mau ngomong apa ya? Katanya penting banget. Males banget
Karena jengah dengan suara deringan itu, pada akhirnya Gio pun mengangkat panggilan dari mamanya."Halo, Ma, ada apa?" tanya pria itu dengan ogah-ogahan."Ah, akhirnya kamu angkat telepon Mama juga, Nak." Dari ujung sana Rena tampak menghela napas lega.Sedangkan Gio, dia memutar bola matanya malas."Ada apa, Ma?" tanya pria itu lagi."Mama kangen sama kamu, Nak."Gio tertawa sinis. Kangen? Sejak kapan mamanya itu bisa berucap seperti itu!"Ma, saat ini aku lagi sibuk, nelponnya lain kali aja," sahut Gio dengan suara ketus."Mama benar-benar minta maaf, Nak. Mama akui kalau Mama itu salah. Maka dari itu izinkan Mama menebus semua dosa-dosa Mama ini. Mama ingin bertemu dengan Embun, Mama mau minta maaf sama dia. Boleh, kan, kalau Mama bertemu dengan dia?" "Nggak boleh!" jawab Gio tegas. Tangannya mengepal dengan erat, serta mengetatkan rahangnya. Dia tahu kalau lagi-lagi mamanya itu pasti merencanakan sesuatu. "Aku tahu apa yang saat ini ada dipikiran Mama, pasti Mama mau hasut Embun
Akhir-akhir ini Gio merasakan bahwa dirinya kembali lagi hidup. Hari-harinya kembali berwarna setelah bersama dengan Embun, istrinya.Banyak celotehan Embun yang membuat dirinya gampang tertawa. Inilah yang pria itu mau, hidup bahagia dengan pilihannya.Sampai-sampai dia lupa bahwa sampai saat ini mamanya masih saja merecokinya. Bukan merecoki untuk menikah dengan wanita lain, tapi mamanya meminta untuk dipertemukan oleh Embun. Tentu saja Gio tidak mau.Pria itu takut kejadian dua tahun lalu akan kembali terulang, mamanya ikut campur dan Embun akan pergi meninggalkannya lagi.Ya, meskipun Embun sudah berjanji padanya tidak akan pergi meninggalkannya, tetap saja yang namanya pikiran itu gampang berubah. Apalagi setahu Gio, perempuan itu moodnya gampang sekali berubah."Kok nggak diangkat teleponnya, Mas? Kenapa?" tanya Embun heran karena Gio mengacuhkan panggilan itu.Gio mengedikkan bahunya acuh, dia lebih memilih menatap laptopnya."Nggak terlalu penting sih," ujarnya cuek."Kan belu