"Tunggu dulu, Buk, ini maksudnya gimana ya? Setahu saya, saya tidak pernah dekat-dekat dengan lelaki manapun," kata Embun dengan raut wajah bingung.
"Jangan bohong, anakku sendiri yang bilang kalau dia menyukaimu."Embun menggaruk kepalanya, menoleh ke sana-sini, mencari jawaban apa yang tepat untuk wanita itu."Masalahnya saya nggak tahu siapa yang bicara seperti itu. Beneran deh, suer, saya tidak pernah dekat-dekat dengan pria manapun," kata Embun sungguh-sungguh.'Idih, udah kayak nggak laku aja aku ngomong kayak gitu,' cibir wanita itu dalam hati.Rena menatap Embun dari atas sampai bawah, tak lama setelah itu dia geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa Gio menyukai gadis berpenampilan sederhana seperti itu, padahal di luar sana banyak yang lebih cantik dari Embun. Tapi herannya malah ditolak mentah-mentah oleh anaknya."Aku benar-benar nggak habis pikir kenapa anakku bisa menyukaimu, aku yakin pasti kamu berusaha untuk menggodanya, kan? Pasti kamu bermimpi untuk menikah dengan dia, padahal sebenarnya yang kamu incar itu uangnya, iya, kan?" tanya Rena sinis.Embun menggeleng tegas. "Nggak, Bu. Sebenarnya yang tengah Ibu bicarakan itu siapa ya? Saya benar-benar tidak tahu siapa orangnya.""Halah! Nggak usah sok polos deh kamu. Mulai sekarang aku minta sama kamu, tolong jauhi anakku, berapa pun yang kamu minta pasti bakal aku kasih, asal jauhi anakku!"Embun baru saja ingin membuka mulut, tiba-tiba saja dia mendengar suara berat dari seorang laki-laki."Wah, wah, wah, aku benar-benar nggak nyangka kalau Mama bakalan ngelakuin seperti ini, diam-diam menyuruh orang yang aku suka agar menghindar dariku. Padahal Mama sendiri yang bilang kalau mau kasih aku kesempatan, tapi ini apa?"Rena tersentak ketika melihat kedatangan Gio secara tak terduga."Gio, Mama cuma nggak mau kalau kamu diperas sama wanita ini!" tunjuk wanita itu pada Embun."Terus Mama pikir, wanita-wanita yang kemarin datang apa tidak seperti itu? Aku pastikan mereka mendekatiku hanya karena sesuatu, apalagi kalau bukan soal uang," kata pria itu. Gio berjalan ke arah Embun, lalu merangkul pundak wanita itu.Lagi-lagi Embun terkejut karena mendapat perlakuan yang mengagetkan dari Gio.'Haduh, kenapa selalu seperti ini, sih. Kenapa dia selalu memakai namaku ketika sedang ada masalah dengan para wanita,' keluh Embun dalam hati."Sayang, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Gio sambil menoleh ke arah Embun.Karena tidak mendapat jawaban dari wanita itu, Gio pun berinisiatif mencubit pundak Embun, membuat wanita itu seketika bereaksi."Ng-nggak apa-apa kok," kata wanita itu pelan, wajahnya tampak meringis.Rena mendengkus keras. "Mama sama sekali tidak menyentuhnya, kenapa kamu seperti menuduh Mama yang tidak-tidak?" tanya wanita paruh baya itu dengan ketus."Mama memang tidak menyentuhnya, tapi ucapan Mama mampu menyakiti hatinya, bukan begitu, Sayang?" tanya Gio sambil menekan pundak Embun.Embun cepat-cepat menganggukkan kepalanya, sebelum Gio kembali mencubit pundaknya."Sudahlah, terserah kamu saja. Mama sudah mengingatkan kamu supaya bisa berpikir panjang. Masalahnya kamu menikah bukan untuk sehari dua hari, untuk selamanya. Jadi Mama pesan sama kamu jangan sampai salah pilih pasangan, kamu harus tahu asal-usulnya, bibit, bebet, bobotnya," peringat Rena sambil menatap Embun begitu tajam.Setelah itu Rena melangkah pergi meninggalkan Embun dan Gio yang sedang menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda.***Embun menghela napas panjang ketika lagi dan lagi dia disuruh menghadap ke ruangan Gio. Hari ini sudah terhitung dia memasuki ruangan itu sebanyak lima kali."Huh, nasib orang kecil, mau nolak aja susah," gerutu wanita itu.Embun mengetuk pintu itu, karena mendapat arahan untuk masuk, akhirnya wanita itu membuka pintunya."Ada apa, Pak?""Tutup pintunya!"Embun mengangguk, dia menuruti perintah pria itu."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya wanita itu sekali lagi.Gio tak menjawab, pria itu menatap Embun sambil menaruh sesuatu di mejanya."Ambil!" titah pria itu."Apa itu, Pak?""Bom. Cepat ambil."Refleks Embun bergidik ngeri. "Bapak bercandanya nggak lucu banget."Gio menatap wanita itu dengan kening berkerut, heran saja karena baru kali ini dia mendengar wanita itu berbicara menggunakan banyak kata. Biasanya Embun hanya menjawab 'iya, Pak? Baik, Pak? Ada apa, Pak?'Gio mengedikkan bahunya acuh. "Ambil saja, aku pastikan setelah kamu melihatnya pasti akan jantungan. Kamu nggak punya penyakit stroke, kan?" tanya pria itu sinis."Kalau saya punya penyakit seperti itu, sudah pasti tidak akan diterima kerja di tempat ini, Pak," kata Embun pelan, akan tetapi masih bisa didengar oleh Gio."Ayo cepat ambil, aku tidak suka mengulur waktu!"Dengan cepat Embun mengambil kotak kecil itu, Embun memandangi kotak itu cukup lama seraya berpikir keras.'Ini isinya beneran bom nggak sih, tapi kok kayak kotak cincin ya?'"Silakan dibuka," perintah Gio.Embun tampak enggan membukanya, dia takut jika apa yang diucapkan pria itu memang benar, kalau isinya adalah bom."Aku menyuruhmu untuk membukanya, bukan malah merem melek kayak gitu," kata Gio, pria itu tampak kesal karena melihat Embun begitu bertele-tele."Baik, Pak."Embun membuka kotak itu dengan penuh hati-hati, ketika kotak itu sudah terbuka, Embun terdiam cukup lama, sepertinya otaknya membutuhkan beberapa menit untuk berpikir apa maksud pria itu."Ini buat saya, Pak?" tanya Embun tak percaya."Menurut kamu?""Ini maksudnya apa ya, Pak?""Aku ingin menikah denganmu," ujar pria itu dengan wajah datarnya.Mendapat pernyataan seperti itu, Embun hanya bisa melongo. Entah dia harus berekspresi seperti apa. Senang kah? Terharu kah? Atau malah sebaliknya?Embun memencet hidungnya yang terasa gatal, masih mencerna ucapan Gio yang menurutnya tidak masuk akal."Bapak lagi melamar saya?"Gio memutar bola matanya malas, dia berdiri dari duduknya, mencoba mendekati Embun, membuat wanita itu refleks memundurkan langkahnya."Kenapa reaksimu seperti itu? Kenapa nggak teriak-teriak, terus kenapa nggak langsung peluk aku? Kamu itu sepertinya memang beda dari yang lainnya, ya? Dasar lola," dengkus Gio."Saya beneran nggak tahu maksudnya ini apa, Pak. Kenapa Anda tiba-tiba kasih saya cincin?""Kamu itu tuli atau gimana sih, aku tadi bilang kalau aku mau menikah denganmu!""Tapi--""Coba sekarang kamu jongkok, pernah nonton sinetron, kan? Yang laki-lakinya ngelamar kekasihnya?"Meskipun Embun masih tidak paham apa maksud Gio, dia tetap mengangguk."Sekarang kamu peragakan contohnya seperti apa."Bodohnya, Embun tetap melakukan apa yang Gio pinta. Wanita itu berlutut di hadapan Gio."Kenapa diam saja, aku bilang, kan, suruh peragakan!""Termasuk sama cara bicaranya juga, Pak?" tanya Embun, yang langsung dihadiahi anggukan oleh pria itu."Jangan lupa sebut namaku," ucap pria itu lagi sambil mengeluarkan ponselnya, berniat untuk merekam aksi Embun.Embun mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan."Bapak Gio--""Nggak usah ada embel-embel Bapak, sebut aja langsung namaku," sentak pria itu.Embun mengangguk, dia kembali mengambil napas."Gio, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?" tanya Embun sambil memegang tangan pria itu."Oke."Setelah menjawab seperti itu, Gio langsung menyentak tangan Embun. Dia tersenyum licik ketika sudah mendapatkan apa yang dia mau."Sebentar lagi kita akan menikah."Embun langsung berdiri "Loh, nggak bisa gitu dong, Pak. Saya, kan, belum menyetujuinya," kata wanita itu tak terima."Aku nggak butuh persetujuan dari kamu.""Loh, tapi--""Apa? Bukannya tadi kamu melamarku? Aku juga udah menerimanya, kan? Jadi nggak ada lagi alasan buat nolak," potong pria itu."Loh, tapi, kan, Pak. Tadi itu ...." Seketika mata Embun membulat ketika dia menyadari sesuatu. "Sialan! Jadi Anda ingin menjebak saya?!"Sudah beberapa hari ini Embun tidak masuk kerja. Alasannya karena dia enggan bertemu dengan bosnya yang bernama Gio itu. Kejadian waktu itu membuat dirinya membenci pria itu.Semua rasa kagum yang pernah ia lontarkan pada pria itu, dia tarik kembali karena ternyata Gio adalah laki-laki yang begitu licik."Aduh, pengin kerja. Capek juga kalau nganggur kayak gini terus di rumah. Tapi kalau kerja, males juga ketemu sama bos yang rese itu. Ngajakin nikah, tapi caranya kayak gitu, malah jebak aku seolah-olah aku yang melamar dia. Gila nggak tuh, ya aku mana mau," gerutu wanita itu.Tok ... tok ... tok ...Embun mendengkus keras ketika ada yang mengetuk pintu rumahnya itu."Itu siapa lagi yang datang, masa iya ibu kos nagih bayar kos-kosan, perasaan bulan ini aku udah bayar deh," gerutu wanita itu seraya bangkit dari ranjangnya dan kehaluan yang sempat tadi dia pikirkan pun langsung musnah.Ketika Embun sudah membukakan pintu, matanya seketika membulat karena melihat kedatangan bosnya, Gio
"Kamu tidak ingin bertanya kita akan pergi ke mana?"Embun berdeham sejenak, sebenarnya dari tadi juga dia sangat ingin menanyakan hal itu, tapi dia sama sekali tidak memiliki keberanian. Jangankan untuk bertanya, menatap wajah pria itu saja mana mungkin Embun berani. Karena menurutnya pria itu begitu seram."Memangnya kita mau pergi ke mana, Pak?" tanya wanita itu pada akhirnya."Perlukah aku menjawab? Kamu tidak usah terlalu kepo dengan urusanku," sahut pria itu sinis.Embun memutar bola matanya malas.'Tau gitu kenapa tadi nawarin pertanyaan. Sakit sekali dengarnya, yang tadi dia bilang aku jelek aja sakitnya masih membekas, lah dia malah bikin lagi yang baru,' batin wanita itu. "Tapi, Pak. Saat ini posisinya Anda sedang membawa saya, jadi saya berhak tahu hal itu," kata wanita itu tak terima. "Yang nyupir itu aku, kamu cuma duduk anteng gitu kok banyak protes," ucap Gio sinis. Diam-diam Embun mengepalkan tangannya, jelas saja dia geregetan dengan tingkah Gio yang menurut wanita
Brak!"Astaga!" pekik Embun, wanita itu terkejut karena Rika membuka pintu ruangan itu cukup keras. "Buka pintunya bisa pelan-pelan nggak sih?" tanya wanita itu ketus.Bukannya menjawab, Rika malah berkacak pinggang, seolah tengah menantang Embun."Hebat ya jadi kamu. Udah lebih dari empat hari nggak kerja, tapi sama sekali nggak punya muka. Kamu sama sekali nggak merasa bersalah gitu? Baru aja kerja di sini, udah berani bolos banyak. Awas aja, aku bakal kasih tahu kamu sama bos, biar kamu dipecat sama dia," ancam wanita itu.Embun mengedikkan bahunya acuh. "Kasih tahu aja, siapa takut," jawabnya cuek."Oh, jadi kamu nantangin aku? Nggak takut kalau aku kasih tahu beneran? Baiklah, aku akan memberitahukan hal ini pada bos ,biar tahu rasa kamu. Suruh siapa belagu banget jadi orang," ujar Rika seraya berkacak pinggang."Ya sana kalau berani. Nih, aku kasih tahu kamu satu rahasia besar ya, tapi jangan bilang sama siapa-siapa. Sebenarnya aku ini ada hubungan khusus sama bos," bisik Embun
Tok ... tok ... tok ...Gio membanting pulpen yang ada ditangannya itu dengan kasar. Sudah dia bilang, kan, kalau dia sedang bekerja, dia sama sekali tidak suka diganggu.Lantas kenapa sedari tadi selalu saja ada yang mengganggunya?"Masuk!" kata pria itu dengan suara nyaring.Tak lama setelah Gio mengatakan hal itu, pintu ruangannya itu langsung terbuka dengan lebar."Ini dia, Pak, orangnya, yang tadi ngaku-ngaku kalau dia mempunyai hubungan khusus dengan Anda," adu Rika seraya menarik tangan Embun agar segera mendekat ke arah pria itu."Rika! Kamu ini apaan sih, bisa nggak sih jangan rese jadi orang," kata Embun tak terima."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang seperti itu? Kamu juga tadi sempat nantangin aku, kan? Giliran udah aku aduin kenapa kamu jadi ketakutan seperti itu?" tanya Rika dengan senyum remeh."Kekanak-kanakan tahu nggak?""Bodo amat, yang penting kamu udah aku aduin, suruh siapa nantangin aku. Tahu sendiri, kan, akibatnya."Gio yang mendengar perdebat
"Kenapa wajahmu nggak enak dipandang seperti itu?" tanya teman Embun yang bernama Mimi. Embun mendengkus keras. "Lagi bete. Bete banget. Siapa yang nggak kesal coba kalau aku dibilang jelek terus. Memang nyebelin tuh orang, pantas aja sampai sekarang belum nikah-nikah, kalau ngomong aja nggak pake perasaan," celetuk wanita itu. "Kamu dibilang jelek? Sama siapa?" tanya Mimi, tampak begitu penasaran. "Adalah pokoknya, terlalu bagus kalau aku sebut namanya." "Cewek atau cowok?" "Cowok, tapi kalau ngomong itu ngelebihin kayak cewek. Suka nyelekit." Mulut Mimi menganga lebar. "Cowok? Jarang-jarang loh ada cowok yang bilang wanita itu jelek, kebanyakan dari mereka itu kan suka lebay, suka goda-goda cewek, apalagi kalau ada maunya, rayuan mautnya pasti langsung keluar." Embun mengedikkan bahu. "Iya, menurutku memang cuma dia yang kayak gitu. Cowok langka, nyebelin juga sih," timpal wanita itu. "Aku jadi penasaran, siapa sih orangnya, atau jangan-jangan gebetan kamu ya? Cowok yang kam
Semenjak Embun memergoki Gio yang saat itu tengah bersama seorang wanita, hidup Embun sudah tidak bisa dikatakan tentram lagi.Gio selalu bilang ke orang-orang kalau Embun dan pria itu akan menikah. Sungguh konyol bukan? Padahal sampai saat ini Embun sendiri belum menyetujui permintaan pria itu.Namun dasarnya Gio itu pria yang begitu licik, ada saja yang membuat Embun tidak bisa berkutik sedikitpun olehnya.Video yang waktu itu Embun disuruh memperagakan permainan Gio bagaimana caranya melamar seseorang akhirnya tersebar juga.Malu? Jangan ditanya lagi, itu sudah sangat jelas. Orang-orang mengira jika Embun lah yang mengejar-ngejar Gio, melamar pria itu dengan tidak tahu malunya. Padahal itu sama sekali tidak benar.Seandainya saja waktu itu Embun tidak pernah menolak ajakan Gio untuk mempersiapkan pernikahan mereka, pasti kejadiannya tidak seperti ini.Embun tidak pernah melakukan kesalahan, tapi kenapa dirinya yang selalu kena imbasnya.Akibat tersebarnya video itu, Embun tak bera
"Halo, Ma. Ini aku lagi di jalan, mau pulang." Ketika sambungan teleponnya itu sudah diangkat oleh mamanya, Embun langsung bicara to the poin. "Loh, loh, loh. Kok dadakan begini. Apa kamu nggak betah kerja di sana? Atau jangan-jangan kamu udah dikeluarin dari perusahaan itu? Kamu ini gimana sih, Embun. Cari kerjaan itu susah, coba kalau dapat kerjaan itu di eman-eman. Ini belum ada satu bulan kerja udah mau pulang aja. GImana mau dapat gaji kalau gitu," cerocos mama Embun yang bernama Ipah. Embun memijat pelipisnya secara perlahan. Mamanya memang seperti itu, selalu berasumsi sendiri tanpa menunggu penjelasan Embun terlebih dahulu. Kalau kebanyakan orang bilang mama Embun sangat cerewet. Ya, Embun akui itu, tapi kasih sayang mamanya ke Embun lebih besar dari sifat cerewetnya itu. "Ma, makanya kalau aku belum selesai ngomong didengar dulu. Mama ih, kebiasaan loh," gerutu wanita itu. "Terus alasan kamu pulang ke rumah kenapa?" tanya Ipah kemudian. "Itu ... aku cuma pengen pulang aj
"Mama sama sekali nggak ngelarang aku nikah sama dia?" tanya Embun memastikan.Saat ini mereka sedang ada di dapur, tengah menyiapkan makanan yang akan dia hidangkan untuk calon suaminya itu. Cielah, calon suami? Bahkan Embun saja sama sekali tidak dikasih kesempatan untuk menyanggah pembicaraan antara Gio dan mamanya itu."Nggak, justru Mama sangat setuju kalau kalian akan menikah besok," kata Ipah dengan penuh semangat. "Ah, pasti para tetangga pada heboh kalau tahu anak aku akan menikah besok, apalagi calon suaminya ganteng, tajir lagi. Pasti banyak yang iri tuh."Embun mendengkus keras, mamanya benar-benar tidak bisa diajak kerjasama, apalagi kalau udah menyangkut masalah uang, pasti begitu silau. Padahal Ipah sendiri belum tahu seperti apa karakter dari Gio, tapi kenapa dia begitu yakin dan sangat setuju melihat anaknya menikah dengan pria itu?"Ma, Mama itu belum terlalu mengenal Gio loh, masa Mama langsung percaya aja sih sama dia. Kenapa Mama begitu gampangnya mengiyakan permi