"Kenapa wajahmu nggak enak dipandang seperti itu?" tanya teman Embun yang bernama Mimi. Embun mendengkus keras. "Lagi bete. Bete banget. Siapa yang nggak kesal coba kalau aku dibilang jelek terus. Memang nyebelin tuh orang, pantas aja sampai sekarang belum nikah-nikah, kalau ngomong aja nggak pake perasaan," celetuk wanita itu. "Kamu dibilang jelek? Sama siapa?" tanya Mimi, tampak begitu penasaran. "Adalah pokoknya, terlalu bagus kalau aku sebut namanya." "Cewek atau cowok?" "Cowok, tapi kalau ngomong itu ngelebihin kayak cewek. Suka nyelekit." Mulut Mimi menganga lebar. "Cowok? Jarang-jarang loh ada cowok yang bilang wanita itu jelek, kebanyakan dari mereka itu kan suka lebay, suka goda-goda cewek, apalagi kalau ada maunya, rayuan mautnya pasti langsung keluar." Embun mengedikkan bahu. "Iya, menurutku memang cuma dia yang kayak gitu. Cowok langka, nyebelin juga sih," timpal wanita itu. "Aku jadi penasaran, siapa sih orangnya, atau jangan-jangan gebetan kamu ya? Cowok yang kam
Semenjak Embun memergoki Gio yang saat itu tengah bersama seorang wanita, hidup Embun sudah tidak bisa dikatakan tentram lagi.Gio selalu bilang ke orang-orang kalau Embun dan pria itu akan menikah. Sungguh konyol bukan? Padahal sampai saat ini Embun sendiri belum menyetujui permintaan pria itu.Namun dasarnya Gio itu pria yang begitu licik, ada saja yang membuat Embun tidak bisa berkutik sedikitpun olehnya.Video yang waktu itu Embun disuruh memperagakan permainan Gio bagaimana caranya melamar seseorang akhirnya tersebar juga.Malu? Jangan ditanya lagi, itu sudah sangat jelas. Orang-orang mengira jika Embun lah yang mengejar-ngejar Gio, melamar pria itu dengan tidak tahu malunya. Padahal itu sama sekali tidak benar.Seandainya saja waktu itu Embun tidak pernah menolak ajakan Gio untuk mempersiapkan pernikahan mereka, pasti kejadiannya tidak seperti ini.Embun tidak pernah melakukan kesalahan, tapi kenapa dirinya yang selalu kena imbasnya.Akibat tersebarnya video itu, Embun tak bera
"Halo, Ma. Ini aku lagi di jalan, mau pulang." Ketika sambungan teleponnya itu sudah diangkat oleh mamanya, Embun langsung bicara to the poin. "Loh, loh, loh. Kok dadakan begini. Apa kamu nggak betah kerja di sana? Atau jangan-jangan kamu udah dikeluarin dari perusahaan itu? Kamu ini gimana sih, Embun. Cari kerjaan itu susah, coba kalau dapat kerjaan itu di eman-eman. Ini belum ada satu bulan kerja udah mau pulang aja. GImana mau dapat gaji kalau gitu," cerocos mama Embun yang bernama Ipah. Embun memijat pelipisnya secara perlahan. Mamanya memang seperti itu, selalu berasumsi sendiri tanpa menunggu penjelasan Embun terlebih dahulu. Kalau kebanyakan orang bilang mama Embun sangat cerewet. Ya, Embun akui itu, tapi kasih sayang mamanya ke Embun lebih besar dari sifat cerewetnya itu. "Ma, makanya kalau aku belum selesai ngomong didengar dulu. Mama ih, kebiasaan loh," gerutu wanita itu. "Terus alasan kamu pulang ke rumah kenapa?" tanya Ipah kemudian. "Itu ... aku cuma pengen pulang aj
"Mama sama sekali nggak ngelarang aku nikah sama dia?" tanya Embun memastikan.Saat ini mereka sedang ada di dapur, tengah menyiapkan makanan yang akan dia hidangkan untuk calon suaminya itu. Cielah, calon suami? Bahkan Embun saja sama sekali tidak dikasih kesempatan untuk menyanggah pembicaraan antara Gio dan mamanya itu."Nggak, justru Mama sangat setuju kalau kalian akan menikah besok," kata Ipah dengan penuh semangat. "Ah, pasti para tetangga pada heboh kalau tahu anak aku akan menikah besok, apalagi calon suaminya ganteng, tajir lagi. Pasti banyak yang iri tuh."Embun mendengkus keras, mamanya benar-benar tidak bisa diajak kerjasama, apalagi kalau udah menyangkut masalah uang, pasti begitu silau. Padahal Ipah sendiri belum tahu seperti apa karakter dari Gio, tapi kenapa dia begitu yakin dan sangat setuju melihat anaknya menikah dengan pria itu?"Ma, Mama itu belum terlalu mengenal Gio loh, masa Mama langsung percaya aja sih sama dia. Kenapa Mama begitu gampangnya mengiyakan permi
Embun menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin dengan pandangan kosong. Hari ini dia sangat begitu cantik dengan memakai balutan gaun yang menurutnya begitu mahal. Namun bukan itu yang ada dipikirannya, akan tetapi mulai detik ini dia sudah resmi menjadi istri Gio.Semua itu sama sekali tidak pernah Embun bayangkan. Dari awal niat Embun datang ke kota ini hanya untuk mencari pekerjaan, agar bisa mempunyai uang untuk kebutuhan dirinya sendiri, dan juga memberikan uang pada mamanya dari hasil kerja kerasnya, setidaknya itu yang selama ini dia pikirkan, jodoh sama sekali tidak dalam daftar pemikirannya, tapi sialnya kenapa dia bisa menikah secepat ini? Bukankah ini terlalu terburu-buru? Anehnya Embun sama sekali tidak bisa mengelak.Padahal bisa saja dia kabur, pergi entah ke mana, atau cari cara lain agar Gio tidak jadi menikahinya, harusnya dia berpikir ke arah sana, kan? Tapi kenapa setelah Embun dan Gio sudah resmi menjadi suami-istri, kenapa dia baru berpikiran seperti itu?"Ini
Embun tidur dengan gelisah, dia sama sekali tidak nyaman memakai baju seperti itu. Ditambah lagi badannya terasa sakit karena tidur di lantai. Gio benar-benar tidak mempunyai rasa kasihan padanya. Pria itu malah asyik tidur di atas ranjang, sedangkan dirinya begitu menderita.Sebenarnya dia bisa saja tidur di sofa, tapi namanya Embun, dia itu tidak bisa tidur tempatnya hanya sedikit, dia perlu yang luas-luas, jadi dia memutuskan untuk tidur di bawah saja."Udah hawanya dingin, ditambah pake baju kayak gini, tambah doble lah ini dinginnya. Ish, apa nggak ada baju lain selain ini? Bisa-bisa masuk angin aku kalau kayak gini," keluh wanita itu.Wanita itu melirik ke arah Gio. Tiba-tiba saja Embun mempunyai pikiran untuk tidur di samping pria itu, baru saja dia bangun untuk pindah ke ranjang, seketika dia kembali mengingat kejadian tadi waktu Gio menendangnya dengan keras karena Embun mencoba tidur di dekatnya. Akhirnya niat itu pun dia urungkan.'Ck! Gini amat deh hidup aku. Nggak ada be
Embun mengerjapkan matanya berkali-kali, pertanda kalau dia sudah bangun dari tidurnya. Hal yang lebih mencengangkan lagi adalah posisi Embun saat ini tengah memeluk tubuh Gio. Buru-buru wanita itu langsung menjauh dari suaminya itu."Gila! Kenapa aku jadi meluk dia. Perasaan bantal guling udah aku taruh di tengah deh, kok aku bisa melipir ke sini," gumam wanita itu seraya garuk-garuk kepala. "Eh, tapi nggak apa-apa deh, namanya juga nggak sadar, semoga aja dia juga nggak nyadar. Jam berapa ini, kok masih ngantuk ya?"Embun melirik ke arah jam yang ada di dinding dengan malas, ketika mengetahui masih jam tiga pagi, akhirnya dia memutuskan untuk tidur lagi.Baru saja dia ingin memejamkan mata, tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan suara berat seorang lelaki."Kau harus bertanggung jawab."Embun tersentak. Dia mencoba mencerna apa yang baru saja Gio katakan.'Tanggung jawab? Emangnya aku habis ngapain? Yakali aku habis menyetubuhi dia makanya dia bilang seperti itu,' batin Embun."Kamu d
Kedua sejoli itu terdiam cukup lama. Apalagi Embun, wanita itu sepertinya syok ketika mengetahui sebuah fakta mengejutkan tentang Gio.Tidak bisa Embun bayangkan, nyatanya orang yang sudah bergelimang harta pun tetap mempunyai kekurangan. Embun pikir selama ini, tidak mempunyai banyak uang adalah kekurangan terbesar, nyatanya dia salah. Ternyata sebuah kekurangan itu tak melulu soal uang."Nggak, kayaknya aku tadi emang salah dengar deh." Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Embun nyeletuk seperti itu seraya terus menggeleng."Kamu nggak salah dengar, kenyataannya memang seperti itu. Selama ini aku tidak pernah dekat dengan wanita, selalu benci yang namanya wanita, itulah alasannya. Aku gay," ungkap Gio dengan penuh kejujuran."Aku tahu kalau ini hanya akal-akalan kamu aja, kan?" Rupanya Embun masih tidak mempercayai ucapan Gio."Aku serius, Embun.""Lalu kalau kamu memang gay ... kenapa harus menikahiku?" tanya wanita itu kemudian dengan sorot tak terbaca."Karena aku percaya sama ka