Sudah beberapa hari ini Embun tidak masuk kerja. Alasannya karena dia enggan bertemu dengan bosnya yang bernama Gio itu. Kejadian waktu itu membuat dirinya membenci pria itu.
Semua rasa kagum yang pernah ia lontarkan pada pria itu, dia tarik kembali karena ternyata Gio adalah laki-laki yang begitu licik."Aduh, pengin kerja. Capek juga kalau nganggur kayak gini terus di rumah. Tapi kalau kerja, males juga ketemu sama bos yang rese itu. Ngajakin nikah, tapi caranya kayak gitu, malah jebak aku seolah-olah aku yang melamar dia. Gila nggak tuh, ya aku mana mau," gerutu wanita itu.Tok ... tok ... tok ...Embun mendengkus keras ketika ada yang mengetuk pintu rumahnya itu."Itu siapa lagi yang datang, masa iya ibu kos nagih bayar kos-kosan, perasaan bulan ini aku udah bayar deh," gerutu wanita itu seraya bangkit dari ranjangnya dan kehaluan yang sempat tadi dia pikirkan pun langsung musnah.Ketika Embun sudah membukakan pintu, matanya seketika membulat karena melihat kedatangan bosnya, Gio sedang berdiri tepat di ambang pintu.Beberapa kali Embun mengucek matanya, memastikan kalau dirinya tidak salah lihat."Eh, aku lagi nggak mimpi, kan? Kayaknya tingkat haluku udah kadar tinggi banget nih, nggak mungkin bos bakalan datang ke sini," gumam wanita itu."Ehem!"Pria itu berdeham cukup keras seraya menatap Embun dengan tajam.Mulut Embun menganga lebar karena ternyata yang ada di hadapannya saat ini beneran Gio."Demi apa? Jadi ini beneran pak Gio?" tanya wanita itu tak percaya."Menurut kamu? Jadi tadi kamu berpikir jika aku ini hantu, huh?" tanya pria itu kesal. "Satu lagi, tutup mulutmu itu, sampai segitunya ngelihat orang ganteng," cibir pria itu.Embun langsung cepat-cepat menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya."Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Menurut kamu kenapa aku bisa sampai datang ke tempat ini, huh?""Ya nggak tahu, Pak. Kok malah tanya saya. Saya, kan, nggak bisa baca pikiran Anda. Jadi tujuan Anda datang kemari ada kepentingan apa ya, Pak?" tanya wanita itu sopan."Jelas saja aku cari kamu. Kenapa kamu tidak pernah datang ke kantor lagi? Ingin menghindar dariku, heh? Kamu pikir segampang itu? Semenjak kamu masuk ke ruanganku, mulai dari situlah kamu akan selalu berurusan denganku, paham?!" bentak pria itu."Saya mohon maaf, Pak, jangan seperti itu pada saya, saya ini, kan, rakyat kecil, bisa apa sih, Pak. Saya itu cuma butuh kerja di perusahaan Anda, bukan cari masalah, Pak. Jadi saya mohon, Anda jangan seperti ini dong sama saya. Saya janji deh, akan mengundurkan diri dari perusahaan Anda, asalkan Anda tidak mengganggu saya lagi," mohon Embun.Siapa sih yang tidak mau menikah dengan pria ganteng, apalagi pria itu tajirnya nggak ketulungan, hanya saja yang harus Embun pikirkan itu hatinya. Misalkan nih ya, kalau sampai mereka menikah, dan pria itu hanya ingin memperalat Embun saja, ya jelas hati Embun akan sakit."Tidak bisa, kamu sudah terikat denganku, dan satu lagi, kita akan menikah. Ingat itu! Atau kalau tidak, video ketika kamu melamarku itu akan aku sebar, memangnya kamu mau?" tanya pria itu seraya tersenyum remeh."Saya sama sekali tidak pernah melamar Anda. Anda sendiri yang jebak saya!" kata wanita itu tak terima."Terserah, besok aku akan datang ke sini lagi, kita akan mempersiapkan pernikahan kita. Ingat, ketika aku sudah datang, aku harap kamu sudah siap. Satu lagi, jangan lupa keramas, biar nggak selalu garuk-garuk kepala, paham, kan?""Pak, nggak bisa gitu dong. Pak, Pak Gio. Tunggu dulu, saya belum selesai bicara, Pak. Pak!" teriak Embun.Namun sayangnya teriakan wanita itu sama sekali tak digubris oleh pria itu. Gio dengan santainya masuk ke dalam mobil, lalu mengendarai mobil itu dengan kecepatan sedang."Arrghhh! Dasar laki-laki gila! Siapa juga yang mau nikah sama kamu, dan apa tadi katanya? Aku disuruh keramas? Hei, kamu kira aku ini nggak pernah keramas apa?!" teriak wanita itu, berharap jika Gio mendengar suaranya itu.***Embun mengerang frustrasi ketika melihat mobil Gio sudah terparkir di depan rumahnya."Ya ampun, ini masih jam berapa sih, masih pagi banget, kenapa dia cepat sekali datangnya," gerutu wanita itu.Tok ... tok ... tok ..."Embun! Cepat buka pintunya!"Embun sengaja tidak bangkit dari tempat tidurnya, membiarkan pria itu terus saja mengetuk-ngetuk pintunya."Biarin ajalah, nanti juga dia pasti bakalan pergi juga," gumam wanita itu."Embun! Nggak usah pura-pura nggak dengar ya! Aku tahu kalau kamu itu ada di dalam. Cepat buka pintunya atau aku dobrak pintu ini!" ancam pria itu.Embun terkesiap, dia langsung bangun dari tempat tidurnya itu. Bisa gawat kalau dia membiarkan pria itu mendobrak pintu rumahnya itu, masalahnya ini bukan rumah dia sendiri, dia di sini cuma ngontrak. Kalau sampai ketahuan sama ibu kosnya sudah pasti dia akan dimintai denda, sedangkan dia saat ini sama sekali tidak mempunyai uang lebih."Kenapa sih bisanya nyusahin orang aja," ujar wanita itu seraya berlari terbirit-birit menuju pintu itu.Ketika pintu itu sudah dibuka oleh Embun, tatapan Gio langsung tertuju pada wanita itu. Tiba-tiba saja pria itu mendengkus keras."Kamu belum mandi?" tanya pria itu ketus."Belum, Pak, masih ngantuk juga. Anda sih datang ke sini terlalu kepagian. Kita perginya nanti aja ya, Pak," pinta wanita itu."Nggak bisa!" bantah pria itu, suara Gio membuat Embun terkejut karena saking kerasnya."Masih pagi loh, Pak.""Masih pagi apanya? Ini sudah jam delapan, itu sudah sangat siang! Daripada kamu banyak omong, sebaiknya cepat siap-siap. Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi," titah pria itu."Tapi, Pak, saya masih--""Apa perlu aku mandikan?" sela pria itu cepat.Mata Embun seketika membulat. "Ya jangan dong, Pak, emangnya saya ini cewek apaan. Oke-oke, saya akan segera mandi.""Jangan lupa keramas!""Ish, perasaan itu terus yang Anda bahas, Pak. Ya udah kalau gitu silakan Anda cari saja wanita yang suka keramas, bila perlu cari yang mandi keramas satu menit sekali, biar Anda puas," sahut Embun ketus.Gio menggeleng. "Sayangnya aku lebih dulu ketemu sama kamu, maka dari itu terima saja kenyataan. Lagian nikah sama aku nggak ada rugi-ruginya juga. Apapun yang kamu mau, pasti akan selalu terpenuhi, kecuali satu, tubuhku dan juga hatiku.""Pak, yang mau nikah sama Anda itu siapa sih. Kenapa Anda ngebet banget nikah sama saya sih, padahal saya nggak cantik-cantik amat deh.""Itu dia, aku mau nikah sama kamu karena kamu kurang cantik, lebih tepatnya nggak cantik," bisik pria itu.Mata Embun mengerjap beberapa kali ketika mendengar penuturan dari pria itu.'Kok dengernya nyesek ya,' batin wanita itu."Kamu tidak ingin bertanya kita akan pergi ke mana?"Embun berdeham sejenak, sebenarnya dari tadi juga dia sangat ingin menanyakan hal itu, tapi dia sama sekali tidak memiliki keberanian. Jangankan untuk bertanya, menatap wajah pria itu saja mana mungkin Embun berani. Karena menurutnya pria itu begitu seram."Memangnya kita mau pergi ke mana, Pak?" tanya wanita itu pada akhirnya."Perlukah aku menjawab? Kamu tidak usah terlalu kepo dengan urusanku," sahut pria itu sinis.Embun memutar bola matanya malas.'Tau gitu kenapa tadi nawarin pertanyaan. Sakit sekali dengarnya, yang tadi dia bilang aku jelek aja sakitnya masih membekas, lah dia malah bikin lagi yang baru,' batin wanita itu. "Tapi, Pak. Saat ini posisinya Anda sedang membawa saya, jadi saya berhak tahu hal itu," kata wanita itu tak terima. "Yang nyupir itu aku, kamu cuma duduk anteng gitu kok banyak protes," ucap Gio sinis. Diam-diam Embun mengepalkan tangannya, jelas saja dia geregetan dengan tingkah Gio yang menurut wanita
Brak!"Astaga!" pekik Embun, wanita itu terkejut karena Rika membuka pintu ruangan itu cukup keras. "Buka pintunya bisa pelan-pelan nggak sih?" tanya wanita itu ketus.Bukannya menjawab, Rika malah berkacak pinggang, seolah tengah menantang Embun."Hebat ya jadi kamu. Udah lebih dari empat hari nggak kerja, tapi sama sekali nggak punya muka. Kamu sama sekali nggak merasa bersalah gitu? Baru aja kerja di sini, udah berani bolos banyak. Awas aja, aku bakal kasih tahu kamu sama bos, biar kamu dipecat sama dia," ancam wanita itu.Embun mengedikkan bahunya acuh. "Kasih tahu aja, siapa takut," jawabnya cuek."Oh, jadi kamu nantangin aku? Nggak takut kalau aku kasih tahu beneran? Baiklah, aku akan memberitahukan hal ini pada bos ,biar tahu rasa kamu. Suruh siapa belagu banget jadi orang," ujar Rika seraya berkacak pinggang."Ya sana kalau berani. Nih, aku kasih tahu kamu satu rahasia besar ya, tapi jangan bilang sama siapa-siapa. Sebenarnya aku ini ada hubungan khusus sama bos," bisik Embun
Tok ... tok ... tok ...Gio membanting pulpen yang ada ditangannya itu dengan kasar. Sudah dia bilang, kan, kalau dia sedang bekerja, dia sama sekali tidak suka diganggu.Lantas kenapa sedari tadi selalu saja ada yang mengganggunya?"Masuk!" kata pria itu dengan suara nyaring.Tak lama setelah Gio mengatakan hal itu, pintu ruangannya itu langsung terbuka dengan lebar."Ini dia, Pak, orangnya, yang tadi ngaku-ngaku kalau dia mempunyai hubungan khusus dengan Anda," adu Rika seraya menarik tangan Embun agar segera mendekat ke arah pria itu."Rika! Kamu ini apaan sih, bisa nggak sih jangan rese jadi orang," kata Embun tak terima."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang seperti itu? Kamu juga tadi sempat nantangin aku, kan? Giliran udah aku aduin kenapa kamu jadi ketakutan seperti itu?" tanya Rika dengan senyum remeh."Kekanak-kanakan tahu nggak?""Bodo amat, yang penting kamu udah aku aduin, suruh siapa nantangin aku. Tahu sendiri, kan, akibatnya."Gio yang mendengar perdebat
"Kenapa wajahmu nggak enak dipandang seperti itu?" tanya teman Embun yang bernama Mimi. Embun mendengkus keras. "Lagi bete. Bete banget. Siapa yang nggak kesal coba kalau aku dibilang jelek terus. Memang nyebelin tuh orang, pantas aja sampai sekarang belum nikah-nikah, kalau ngomong aja nggak pake perasaan," celetuk wanita itu. "Kamu dibilang jelek? Sama siapa?" tanya Mimi, tampak begitu penasaran. "Adalah pokoknya, terlalu bagus kalau aku sebut namanya." "Cewek atau cowok?" "Cowok, tapi kalau ngomong itu ngelebihin kayak cewek. Suka nyelekit." Mulut Mimi menganga lebar. "Cowok? Jarang-jarang loh ada cowok yang bilang wanita itu jelek, kebanyakan dari mereka itu kan suka lebay, suka goda-goda cewek, apalagi kalau ada maunya, rayuan mautnya pasti langsung keluar." Embun mengedikkan bahu. "Iya, menurutku memang cuma dia yang kayak gitu. Cowok langka, nyebelin juga sih," timpal wanita itu. "Aku jadi penasaran, siapa sih orangnya, atau jangan-jangan gebetan kamu ya? Cowok yang kam
Semenjak Embun memergoki Gio yang saat itu tengah bersama seorang wanita, hidup Embun sudah tidak bisa dikatakan tentram lagi.Gio selalu bilang ke orang-orang kalau Embun dan pria itu akan menikah. Sungguh konyol bukan? Padahal sampai saat ini Embun sendiri belum menyetujui permintaan pria itu.Namun dasarnya Gio itu pria yang begitu licik, ada saja yang membuat Embun tidak bisa berkutik sedikitpun olehnya.Video yang waktu itu Embun disuruh memperagakan permainan Gio bagaimana caranya melamar seseorang akhirnya tersebar juga.Malu? Jangan ditanya lagi, itu sudah sangat jelas. Orang-orang mengira jika Embun lah yang mengejar-ngejar Gio, melamar pria itu dengan tidak tahu malunya. Padahal itu sama sekali tidak benar.Seandainya saja waktu itu Embun tidak pernah menolak ajakan Gio untuk mempersiapkan pernikahan mereka, pasti kejadiannya tidak seperti ini.Embun tidak pernah melakukan kesalahan, tapi kenapa dirinya yang selalu kena imbasnya.Akibat tersebarnya video itu, Embun tak bera
"Halo, Ma. Ini aku lagi di jalan, mau pulang." Ketika sambungan teleponnya itu sudah diangkat oleh mamanya, Embun langsung bicara to the poin. "Loh, loh, loh. Kok dadakan begini. Apa kamu nggak betah kerja di sana? Atau jangan-jangan kamu udah dikeluarin dari perusahaan itu? Kamu ini gimana sih, Embun. Cari kerjaan itu susah, coba kalau dapat kerjaan itu di eman-eman. Ini belum ada satu bulan kerja udah mau pulang aja. GImana mau dapat gaji kalau gitu," cerocos mama Embun yang bernama Ipah. Embun memijat pelipisnya secara perlahan. Mamanya memang seperti itu, selalu berasumsi sendiri tanpa menunggu penjelasan Embun terlebih dahulu. Kalau kebanyakan orang bilang mama Embun sangat cerewet. Ya, Embun akui itu, tapi kasih sayang mamanya ke Embun lebih besar dari sifat cerewetnya itu. "Ma, makanya kalau aku belum selesai ngomong didengar dulu. Mama ih, kebiasaan loh," gerutu wanita itu. "Terus alasan kamu pulang ke rumah kenapa?" tanya Ipah kemudian. "Itu ... aku cuma pengen pulang aj
"Mama sama sekali nggak ngelarang aku nikah sama dia?" tanya Embun memastikan.Saat ini mereka sedang ada di dapur, tengah menyiapkan makanan yang akan dia hidangkan untuk calon suaminya itu. Cielah, calon suami? Bahkan Embun saja sama sekali tidak dikasih kesempatan untuk menyanggah pembicaraan antara Gio dan mamanya itu."Nggak, justru Mama sangat setuju kalau kalian akan menikah besok," kata Ipah dengan penuh semangat. "Ah, pasti para tetangga pada heboh kalau tahu anak aku akan menikah besok, apalagi calon suaminya ganteng, tajir lagi. Pasti banyak yang iri tuh."Embun mendengkus keras, mamanya benar-benar tidak bisa diajak kerjasama, apalagi kalau udah menyangkut masalah uang, pasti begitu silau. Padahal Ipah sendiri belum tahu seperti apa karakter dari Gio, tapi kenapa dia begitu yakin dan sangat setuju melihat anaknya menikah dengan pria itu?"Ma, Mama itu belum terlalu mengenal Gio loh, masa Mama langsung percaya aja sih sama dia. Kenapa Mama begitu gampangnya mengiyakan permi
Embun menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin dengan pandangan kosong. Hari ini dia sangat begitu cantik dengan memakai balutan gaun yang menurutnya begitu mahal. Namun bukan itu yang ada dipikirannya, akan tetapi mulai detik ini dia sudah resmi menjadi istri Gio.Semua itu sama sekali tidak pernah Embun bayangkan. Dari awal niat Embun datang ke kota ini hanya untuk mencari pekerjaan, agar bisa mempunyai uang untuk kebutuhan dirinya sendiri, dan juga memberikan uang pada mamanya dari hasil kerja kerasnya, setidaknya itu yang selama ini dia pikirkan, jodoh sama sekali tidak dalam daftar pemikirannya, tapi sialnya kenapa dia bisa menikah secepat ini? Bukankah ini terlalu terburu-buru? Anehnya Embun sama sekali tidak bisa mengelak.Padahal bisa saja dia kabur, pergi entah ke mana, atau cari cara lain agar Gio tidak jadi menikahinya, harusnya dia berpikir ke arah sana, kan? Tapi kenapa setelah Embun dan Gio sudah resmi menjadi suami-istri, kenapa dia baru berpikiran seperti itu?"Ini