After the years..
"Gimana, Don. Kamu udah dapat kabar dari Billa?"Yah, sudah dua minggu lebih, semenjak Billa memutuskan pergi melanjutkan studinya ke luar negeri, dia menghilang tanpa kabar. Tentu saja membuat Lily merasa khawatir. Itu bukan Billa yang biasanya. Yang sering merecokinya dengan chat gaje alias gak jelas.Doni menggeleng. Ya gimana, dia bukan detektif."Gak tahu kak. Si kampret juga bilang malah dia dari lama gak komunikaso dengan kak Billa."Yang dimaksud si kampret tentu adalah Bram. Lily mengela napas. Meletakkan pantatnya disamping kursi Doni."Lah, kok malah duduk disitu kak?"Lily menoleh bingung."Memang kemana?""Disini dong," Doni menunjuk pahanya dengan isyarat. Tak lupa dengan raut menyebalkannya.Plak!Doni mengaduh, mengelus lengannya yang terkena geplakan."Uh! Galak nya," keluhnya. Lily melotot kesal
Season 2 ini nanti ada hubungannya dengan season 3. Happy reading______"Apa? Nikah?"Dara tersentak kaget. Mata bulatnya makin membulat. Mama dan papanya serta tamu yang ada dirumahnya saja sampai terkejut. Halah, jangankan mereka, dia yang baru saja pulang dari rumah cantik miliknya juga terkejut dengan pernyataan mamanya tadi. Untung saja tidak jantungan."Astaga sayang. Duduk dulu."Dara mendesah kesal. Saking terkejutnya dia tadi sontak berdiri."Gini, dengar sayang. Mama papa sama om Deri dan tante Windi...""Gak mau. Emang Dara apaan. Dara bisa kok cari jodoh sendiri. Gak perlu dicariin."Mama dan tante Windi saling tatap."Sayang. Mama percaya kamu bisa cari sendiri. Ya meskipun sampai saat ini gak ada buktinya sih. Malah ditinggal nikah lagi."Dara mendengkus. Secara terang-terangan mama menyindirnya."Tapi mama mohon, kali ini saja. Lagipula Dirga itu pria mapan. Ganteng lagi. Gak akan nyes
Lucunya, Dara dan Dirga menolak untuk saling bertemu lebih dulu. Sibuk. Alasan yang sama dari keduanya. Bahkan melihat poto masing-masing saja mereka malas. Ya mereka pikir untuk apa, percuma juga melihat poto kalau ujung-ujungnya, suka tidak suka tetap harus menikah.Hari ini wedding day mereka. Pesta besar-besaran digelar. Jangan ditanya, mereka sama sekali tak ikut campur. Jadi kedua orang tua lah yang menyiapkan semuanya. Mungkin kalau bukan karena para orang tua yang ngebet pengen jodohin kedua anak mereka, mereka tak akan mau serepot ini.Beauty and Care Salon yang jadi penata riasnya. Mama dan papa menyambut tamu di luar sana dengan senyum sumringah. Raut bahagia kedua orang tua itu tercetak jelas. Sangat berbeda dengan pria tampan berjas yang memasang wajah angkuhnya."Mbak yakin? Mau berpenampilan seperti ini?" Nana menatap berkedip, tak percaya dengan tingkah nekat bossnya itu."Lakukan saja, Na."Nana mengoleskan make up ragu-ragu. Dia tak k
"Sial. Dia ninggalin gue sendirian," umpat Dara.Dia bangun tidur mendapati apartemennya sepi. Tentu saja Dirga sudah berangkat tadi. Hari ini dia tidak ke salonnya. Dan untuk kedepannya mungkin dia tidak ke salon dulu. Untuk urusan salon, dia serahkan pada Nana."Ah, gue ada ide." Senyum smirk terulas di bibirnya."Tapi, gue kan gak tahu alamat kantor Dirga," keluhnya menyadari sesuatu. Jelas saja, mereka memang belum kenal. Rencananya dia mau membuat malu Dirga. Tentunya dengan datang ke kantor pemuda itu dengan penampilan buruknya. Biarin. Biar cowok itu malu dan segera ada alasan mereka bertengkar. Sepertinya seru."Nanya tante Windi aja deh."Dia scrool gawai mahalnya. Mencari kontak mama mertuanya. Lalu menghubunginya."Halo sayang." Suara lembut mertuanya itu terdengar."Ha-halo tan...""Loh, kok tante sih. Panggil mama dong. Kan sekarang saya mama kamu."Dara nyengir."Hehe. Iya ma.""Nah, gitu dong.
"Apa yang kau lakukan dikantorku?" Tak seperti pertanyaan. Kalimatnya datar dan menusuk. Seperti hawa dingin yang menakutkan. Dara sebisa mungkin tak menunduk. Meski tangannya meremat kuat."Gu-gue cuma mau antar bekal lo."Mata Dirga menyipit. Tapi tetap saja tak mengurangi kesan sangarnya."Terus sekarang dimana bekalnya?"Dara mengerjapkan matanya. Ah, benar saja. Tadi kan jatuh gara-gara security sialan itu. Dirga mendekat, membuat Dara juga beringsut mundur. Percuma, dia mentok tembok sekarang. Gugup. Wajahnya tepat di dada Dirga. Aroma parfum maskulin tercium di hidungnya."Kamu pura-pura kan?supaya dekat denganku?hmm." "Hah?" Hilang sudah ketakutannya. Dara mendongak, pria ini memang kelewat tinggi. Sungguh naif sekali pria ini. Pede sekali dia."Jangan ngimpi lo. Lagian gue cuma bosen aja di apart."Dengan santainya dia melenggang duduk di sofa. Menyilangkan kakinya sebelah diatas paha sebelahnya. Dirga memutar badannya. Menatapi gadis jelek yang tanpa rasa takut mengambil
"Hari yang buruk. Uh!"Dara melempar butir kacang asal. Dia sudah sampai apartemen. Tadi dia langsung memesan taksi dan langsung pulang. Capek. Apalagi hari ini cukup menyebalkan. Sebelah kakinya nangkring di ranjang. Asal kalian tahu saja, Dara rebahan di lantai. Memang sama sekali tak menampakkan kalau dia itu wanita berada yang kecantikannya menjadi idaman setiap wanita. Dara yang dulu aslinya memang tomboy. Makanya sifat aslinya nongol pas dia di rumah atau sedang sendirian. Selain itu, mana pernah dia menampilkan sisi lain dirinya itu. Harus jadi wanita elegan dan memukau. Itu prinsipnya. Jika kalian bertanya, berapa sih usia Dara? Maka jawabannya dua puluh lima. Masih muda kan?Sejenak kemudian gadis cantik atau jelek itu merenung."Apa gue buka penyamaran aja ya? Sebel gue dihina jelek terus. Huh!"Bagi Dara, anti mendapat hinaan. Baginya kesempurnaan adalah nomor satu. Kecuali untuk urusan cinta. Dia akui, nol besar dalam masalah itu. Kebanyakan orang mendekatinya karena kecan
"Apa!" Dara terjingkat. Reflek bangun dari posisinya."Kenapa? Kau istriku kan? Sudah seharusnya mendampingi suami.""Ta-tapi...""Gak ada tapi-tapian. Mulai besok dan seterusnya ikut aku ke kantor," ucapnya tanpa penolakan. Langsung keluar dari kamar Dara.Apa ini? Gila! Sehari saja di kantor dia sudah muak dengan hinaan, eh ini malah setiap hari.Argh! Nyesel. Niat mempermalukan, malah sial sendiri."Nyebelin! Nyebelin!" Umpatnya. Memukuli ranjang tak bersalahnya."Dasar arogan. Pemaksa."Dara berguling-guling di ranjang miliknya. Lama-lama dia capek sendiri. Dan malah kebablasan tidur.-----------Bau harum masakan membuat Dara terbangun. Bersandar di headbordnya. Matanya mengerjap pelan sembari mengumpulkan nyawanya. Sedikit pusing akibat tidur sore."Emm, siapa yang masak?" gumamnya. Perutnya keroncongan. Ia baru ingat, dia hanya makan sarapan tadi pagi yang dia beli di restoran. Sekalian bawain bekal untuk Dirga. Alasannya, karena dia tidak bisa masak.Aroma harum makin menguar.
Dirga bersidekap memandangi gadis itu dari atas sampai bawah. Satu jam dia menunggui gadis itu dandan, sampai jadwal keberangkatannya mundur tak seperti biasa. Tapi lihatlah, tak ada perubahan yang berarti. Alis tebal, kulit wajah yang tak mulus dengan blush on ketebalan, tompel besar di pipinya, juga jangan lupakan lipstik merah menyala. Sungguh, tampilan yang tidak sesuai dengan sifat galak gadis ini. Ah, menurutnya, lebih baik gadis ini tak usah berdandan saja. Lebih mengerikan seperti ini. Tapi anehnya, dia nyaman dengan gadis ini daripada gadis-gadis relasinya yang kadang bersikap centil dan genit."Kenapa lihat-lihat? Mau gue colok mata lo," gertak Dara melotot."Segitu lamanya dandan cuma begini hasilnya?" ucapnya lirih tapi cukup membuat darah Dara mendidih."Apa kata lo?" umpatnya, matanya makin membulat lebar. "Dasar ya, cowok gak ada hati. Hargai dong usaha cewek yang udah dandan cantik gini. Dasar semua cowok sama aja. Cuma fisik yang dilihat."Sebelah sudut bibir Dirga