Tangan Tiffany yang memegang ponsel sedikit bergetar. Sejauh apa seseorang bisa bertindak tidak tahu malu seperti ini?Garry memotong semua kalimat ancaman Sean terhadap dirinya dan mengunggahnya ke internet. Netizen yang sebelumnya hanya mengecam Tiffany dan Mark, kini mulai menyeret nama Sean ke dalam pusaran hinaan mereka.Bahkan, beberapa sukarelawan yang mengaku dipukul pada sore itu menyatakan bahwa di perjalanan pulang dari lembaga penelitian, mereka diserang oleh seseorang. Itu pasti ulah Mark atau Sean!Saat Sean selesai mengurus masalah pekerjaan dan kembali ke sofa, Tiffany menyerahkan ponselnya dengan wajah khawatir. Dia bertanya, "Sayang, apa yang harus kita lakukan?"Sean melirik sekilas ke ponsel itu, lalu membalas, "Belum waktunya."Tiffany menatapnya dengan bingung. Dia bertanya lagi, "Belum waktunya apa?"Pria itu memeluknya ke dalam dekapannya dan mencium keningnya. Dia menjelaskan, "Maksudku, situasinya belum mencapai titik puncaknya. Aku bukan tipe orang yang suka
Kalau Sean sendiri tidak bisa tidur, apa haknya meminta dia harus bisa tidur? Lengan lembut Tiffany melingkar di pinggang Sean. Mata pria itu seketika menjadi gelap. Dia menahan dorongan dalam dirinya, lalu dengan lembut memindahkan lengan Tiffany.Sean memberi tahu, "Ya, aku akan menemanimu." Usai berkata demikian, dia berbaring di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukan.Aroma segar dari tubuh pria itu memenuhi hidung Tiffany, sementara suara napasnya yang teratur terdengar di telinganya. Bukannya mengantuk, Tiffany malah makin tidak bisa tidur. Dia terus bergerak di pelukannya"Diamlah," pinta pria itu dengan suara rendah sambil mengerutkan alis.Tiffany menggembungkan pipi, lalu membalas dengan sedih, "Aku nggak bisa tidur.""Tutup matamu, nanti juga tertidur," ucap Sean.Tiffany memejamkan mata, tapi setelah itu berbicara dengan nada manja, "Aku sudah tutup mata, tapi tetap nggak bisa tidur."Sean tertawa, lalu menunduk untuk mencium bibirnya. Dia memberi tahu, "Ayo yang nurut,
Tiffany mengganti saluran televisi dan menyaksikan berita tentang Garry hingga selesai. dengan saksama. Ternyata, sebuah perusahaan bernama Grup Lukman menganggap Garry sebagai sosok yang penuh idealisme dan sangat berintegritas. Oleh karena itu, mereka berniat mendanainya untuk mendirikan sebuah klinik pribadi.Tiffany tertawa kecil. Idealisme? Integritas? Benarkah?Tepat pada saat itu, Julie menelepon. "Tiffany, kamu sudah lihat beritanya? Huh, Garry sudah buat banyak kekacauan, kalian nggak pernah menggubrisnya. Sekarang dia malah mau dirikan klinik pribadi!"Tiffany mengernyitkan alisnya. "Aku baru lihat. Aku lagi dalam perjalanan ke rumahmu. Kita bahas nanti, aku benar-benar kesal!""Baiklah."Setelah menutup telepon dari Julie, Tiffany meregangkan tubuhnya dan meminta Rika untuk membawakannya minyak angin.Belakangan ini dia terlalu banyak tidur. Namun, dengan ulah Garry yang semakin tidak tahu malu sekarang, dia tidak mungkin hanya berdiam diri."Sudah kuselidiki. Pemilik Grup L
Tiffany tidak boleh lagi membuat Sean repot. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia menatap Julie sekilas. "Bisa nggak kita tangani sendiri masalah ini?"Setelah bicara, Tiffany merasa bahwa mereka berdua mungkin tidak akan cukup matang untuk menangani masalah ini sendirian. Karena itu, dia menelepon Mark untuk meminta bantuan.Bagaimanapun, urusan ini juga ada kaitannya dengan Mark. Selain itu, Mark lebih tua dari mereka berdua dan memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam dunia bisnis. Pandangannya pasti lebih strategis dibandingkan mereka."Kita nggak punya pilihan selain menghadiri konferensi pers itu," ujar Mark dengan nada santai sambil menyipitkan matanya. "Kebetulan aku juga mau cari kesempatan untuk klarifikasi hubunganku denganmu. Konferensi pers ini adalah panggung yang sempurna."Julie tampak agak khawatir. "Apa kita nggak perlu kasih tahu Sean soal ini?"Tiffany terdiam sejenak, teringat pada pesan Sean sebelumnya. Mereka adalah keluarga yang paling dekat di dunia ini. Apa
Julie tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Tiffany. "Pembantu di rumahmu semua seimut ini, ya?"Tiffany mengangguk santai. "Iya, semua pembantu di rumah sangat menyenangkan."Sejak menikah dan pindah ke rumah Sean, Tiffany merasa hubungannya dengan para pembantu sangat baik. Hanya pada hari kedua setelah menikah, dia sempat beradu argumen dengan Prisa. Untuk selebihnya, semua berjalan lancar."Saya sangat berterima kasih kepada semua yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri konferensi pers saya bersama Grup Lukman." Suara Garry terdengar dari atas panggung, menarik perhatian semua orang."Bu Shani dari Grup Lukman mendatangi saya dan mengatakan bahwa mendukung saya mendirikan klinik adalah suatu kehormatan bagi Grup Lukman. Saya pikir, justru kehormatan itu milik saya.""Saya hanya seorang dokter biasa dari desa terpencil, tanpa latar belakang apa pun dan tidak punya kekuasaan. Meskipun melakukan hal yang benar, saya masih sering mendapatkan hinaan dari orang-orang yang terlibat
"Benarkah begitu?" ujar Tiffany sambil menarik napas dalam-dalam. Dia melepaskan topi bisbol kuning dan masker yang menutupi wajahnya, lalu menatap Garry dengan mata yang penuh ketegasan. "Jadi, di mata Kak Garry, aku adalah orang seperti itu."Seisi ruangan langsung terdiam. Semua orang tampak terkejut hingga tak mampu berkata-kata. Di atas panggung, Garry memegang mikrofon dengan wajah pucat. Dia tidak pernah menyangka bahwa orang yang mengajukan pertanyaan tadi adalah Tiffany sendiri.Sejak video Mark menghajarnya beredar di internet, Garry sudah memutuskan untuk melupakan Tiffany. Namun, berbohong tentang dirinya secara langsung di depan Tiffany tetap membuat Garry merasa canggung.Bagaimanapun, mereka telah saling mengenal selama bertahun-tahun."Itu ... Tiffany? Dia benar-benar datang!""Astaga! Tiffany ada di sini!"Semua kamera langsung diarahkan ke Tiffany.Melihat hal ini, Julie dan Mark memutuskan tidak ada gunanya lagi bersembunyi. Mereka berdua melepas topi dan masker mere
Tiffany mundur selangkah secara refleks. Mana mungkin ... bisa kebetulan seperti ini? Awalnya Tiffany berpikir bahwa masalah ini sederhana. Jika dia bisa membuktikan bahwa Mark tidak berada di negara ini saat dia hamil, maka semua kebohongan akan terungkap.Namun kenyataannya, Mark benar-benar diam-diam kembali ke negara ini dua minggu lalu? Dia kembali sehari, lalu pergi keesokan harinya. Waktunya sangat tepat dengan masa kehamilan Tiffany. Masalah yang seharusnya bisa dijelaskan dengan mudah, kini menjadi lebih rumit.Tiffany menoleh dan menatap Mark dengan tatapan kosong. "Kenapa kamu kembali ke negara ini waktu itu? Apa kamu punya saksi yang bisa membuktikannya?"Wajah Mark berubah pucat. Dia sendiri tidak menyangka bahwa Shani akan membawa catatan imigrasinya ke hadapan semua orang. Dia menutup matanya sesaat dan menjawab dengan suara pelan, "Aku kembali untuk mengurus beberapa urusan pribadi. Nggak ada ... saksi."Tiffany mengepalkan tangannya, lalu membuka dan menggenggamnya kem
Wajah Tiffany langsung pucat pasi. Di atas panggung, Garry melirik Tiffany dengan ekspresi penuh kemenangan. Dia mengangkat tangannya, mengambil pena, dan bersiap untuk menandatangani kontrak dengan Shani.Hati Tiffany terasa hancur.Apakah dia benar-benar seburuk ini? Hal sesederhana ini saja tidak bisa dia selesaikan. Dia ingin membersihkan namanya, tapi malah memperburuk situasi ...."Tandatangani apaan!"Julie akhirnya kehilangan kesabaran. Dia mengambil cangkir teh dari meja di sebelahnya dan melemparkannya langsung ke arah Garry. "Belum pernah aku melihat pria nggak tahu malu begini!"Garry tidak menyangka Julie akan menggunakan kekerasan. Dia bahkan tidak sempat menghindar ketika cangkir itu menghantam dadanya. Teh dan daun teh di teko itu tumpah ke seluruh tubuhnya.Ketika seorang petugas mencoba membersihkan bajunya, Garry tetap memegang mikrofon dengan sikap berpura-pura besar hati. "Sahabat Bu Tiffany, aku tahu kamu nggak puas.""Tapi, daripada membuang waktu untuk menyerang
Suasana di dalam kantor langsung menjadi sunyi.Filda hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tiffany menghabiskan hampir empat juta hanya untuk membeli satu lipstik hari ini?Dia sudah gila?!"Kami juga merasa itu sangat nggak masuk akal," ujar Lina sambil menggigit bibirnya, "Bu Filda, Anda juga tahu, sejak Dok Tiff mulai bekerja di rumah sakit ini, dia hampir nggak pernah berdandan.""Tapi sekarang ... dia tiba-tiba membeli lipstik semahal itu. Semua orang bertanya-tanya apakah sesuatu sedang terjadi padanya.""Beberapa orang berpikir dia mungkin sedang tertarik pada seseorang dan berniat berselingkuh ... atau mungkin sebenarnya dia adalah orang kaya yang selama ini menyembunyikan identitasnya."Filda mendengus dingin, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum sinis. "Kamu boleh keluar dulu."Dengan gugup, Lina buru-buru keluar dari ruangan. Filda tetap duduk di kursinya sambil tersenyum sinis. Sepertinya dia benar-benar memberi penilaian terlalu tinggi terhadap
Melihat jempol yang diacungkan oleh sahabatnya, Tiffany hanya mengangkat bahu dan menyerahkan kartu hitam itu kepada Julie. "Sepertinya ini semua berkat ajaran guru yang baik."Setelah berkata demikian, dia menundukkan kepalanya dan menatap kartu hitam yang barusan dikaitkan oleh Jayla dengan Sean. Kartu hitam ini memang memiliki simbol Keluarga Tanuwijaya.Di antara semua kartu eksklusif, kartu hitam dengan tulisan " Tanuwijaya" ini memiliki level tertinggi. Bahkan bisa dibilang, hanya orang seperti Sean dan Sanny yang bisa memiliki kartu ini.Tiffany menggoyangkan kartu itu di tangannya, lalu menatap Julie. "Kartu ini benar-benar milikmu?"Julie refleks menghindari tatapan Tiffany, lalu tersenyum canggung. "Ini ... kartu yang diberikan seorang teman padaku. Katanya, dia ingin meminjamkannya padaku supaya aku bisa membeli beberapa pakaian yang lebih bagus."Tiffany sama sekali tidak memercayai satu kata pun dari ucapan itu.Temannya melihat selera berpakaian Julie buruk, lalu langsung
Jayla membuka matanya lebar-lebar. Dia memeriksa kartu itu dengan sangat teliti dari depan ke belakang, dan ternyata memang benar ada tulisan Tanuwijaya!Tiffany mengernyitkan alisnya dengan kesal saat menatap Jayla. "Bu Jayla, ini kartu temanku, tolong kembalikan pada kami. Aku cuma berjanji membelikanmu satu lipstik, tapi aku nggak pernah janji mau kasih kartu temanku padamu!"Jayla mendengus dingin, lalu menyelipkan kartu hitam itu ke tangan Tiffany. "Yakin kartu ini milik temanmu, bukan milikmu sendiri?"Wanita itu tertawa sinis. "Kartu ini jelas bertuliskan Tanuwijaya.""Setahuku, nggak banyak orang yang bermarga Tanuwijaya, dan yang bisa punya kartu hitam eksklusif seperti ini, jumlahnya jauh lebih sedikit. Sedangkan temanmu, sepertinya nggak ada hubungan sama Keluarga Tanuwijaya."Sambil berbicara, tatapannya yang dingin tertuju pada Tiffany. "Pantas saja kamu berani datang ke pusat perbelanjaan mewah dan beli lipstik semahal ini. Rupanya kamu sudah menjalin hubungan lagi sama K
"Silakan bayar di sini."Tiffany menggigit bibirnya dan refleks melirik ke arah Julie.Saat masuk ke toko ini, dia hanya berencana membeli satu lipstik. Dia ingin membuat Filda berpikir bahwa dirinya sedang berpura-pura menjadi putri Keluarga Japardi. Jadi, dia tidak membawa uang sebanyak itu.Awalnya, Tiffany mengira 4 juta sudah lebih dari cukup. Ternyata, dua lipstik saja seharga 7,2 juta.Di sampingnya, Jayla menguap. "Cepat sedikit, aku masih menunggu lipstik yang kamu janjikan lho!"Setelah berkata demikian, tatapan Jayla yang mengandung sedikit ejekan menyapu ke arah Tiffany. "Jangan bilang kalau kamu nggak membawa cukup uang? Atau mungkin kamu nggak rela menghabiskan uangmu dan ingin menarik kembali perkataanmu?"Pegawai yang berdiri di samping Jayla tersenyum tipis ke arah Tiffany. "Bu, kalau kamu merasa lipstik ini kurang cocok, kami masih punya pilihan lain dengan harga berbeda ....""Aku cuma tertarik dengan warna dan model ini." Jayla menyilangkan tangan di dada, menunjukk
Mata Jayla langsung membelalak!"Tiffany, maksudmu apa?" Dia menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu bilang aku jelek?""Nggak juga." Tiffany tersenyum tipis, lalu menyerahkan lipstik yang baru saja dicobanya kepada pegawai di kasir. "Aku ambil warna ini, tolong siapkan satu untukku."Pegawai itu dengan sigap mengambil lipstik dan segera pergi. Baru setelah itu, Tiffany menoleh ke arah Jayla yang masih berdiri di ambang pintu."Aku cuma mengatakan fakta. Saat ini aku nggak pakai riasan. Kamu pasti bisa melihat perbedaan antara dirimu yang memakai riasan dengan aku yang tanpa riasan.""Dan jangan asal menuduh. Aku nggak pernah bilang kalau kamu jelek. Itu ... kata-katamu sendiri."Selesai berbicara, Tiffany menguap, lalu melirik Jayla sekali lagi. "Biasanya di saat seperti ini, kamu pasti akan berbalik dan pergi dengan marah.""Di luar kelihatan seperti nggak mau mempermasalahkan, tapi sebenarnya dalam hati sadar kalau nggak punya bukti kuat untuk membantahku. Tapi, sekarang kamu mas
"Aku bahkan pernah lihat Bu Filda bertengkar dengan Pak Morgan hanya untuk memperjuangkan kesempatan bagi Zion!""Filda pernah bilang secara langsung kalau dia ingin membimbing Zion sampai sukses. Kalau bukan karena kedatanganmu, dia pasti sudah berhasil sekarang ...."Tiffany terdiam. Apa yang dikatakan Julie ... sama sekali tidak diketahuinya. Namun, setelah dipikir-pikir, ada beberapa hal yang kini mulai teringat kembali.Sepertinya ... memang ada saat-saat di mana dia dan Zion berada di posisi sebagai pesaing. Namun, karena mereka selalu bekerja sama dan punya hubungan yang cukup baik, Tiffany sama sekali tidak pernah menyadarinya.Kini setelah Julie mengungkitnya, semuanya menjadi jelas. Ternyata, Filda sudah lama menyimpan dendam padanya.Tiffany menghela napas. Semuanya sudah terjadi. Dia hanya bisa menjalani semuanya satu langkah demi satu langkah.Julie menemani Tiffany berkeliling mal untuk waktu yang cukup lama. Tiffany memang tidak terlalu tertarik pada barang-barang mewah,
Karena perilaku aneh Tiffany dalam beberapa hari terakhir, Morgan selalu merasa bahwa ada yang tidak beres dengannya.Jadi, ketika Tiffany meminta izin ke Morgan dan Kenji untuk pergi jalan-jalan bersama Julie, Morgan langsung memberi isyarat mata kepada Kenji.Kenji segera tersenyum dan menandatangani surat izin. "Tiff, kalau kamu sedang bad mood, lebih baik jalan-jalan dan jangan terlalu banyak berpikir!""Julie adalah sahabat terbaikmu, biarkan dia menemanimu dan membantu menyelesaikan masalah di hatimu! Nikmati saja jalan-jalanmu selama 2 hari, lalu kembali bekerja dengan semangat ya!"Tiffany tersenyum dan mengangguk sebelum berbalik pergi. Namun, begitu keluar dari kantor kepala departemen, dia menyadari bahwa surat izinnya tertulis untuk 2 hari.Dia pun mengernyit. Padahal, dia hanya meminta izin untuk sehari. Tanpa berpikir, dia berbalik dan membuka kembali pintu kantor.Di dalam ruangan, Kenji sedang berbicara di telepon. "Julie? Iya, iya, aku sudah mengizinkannya.""Pak Morga
Julie termangu sejenak. Tiffany sedang bad mood? Kenapa rasanya justru sebaliknya? Sepertinya suasana hati Tiffany sedang sangat bagus belakangan ini?Setiap hari, Sean selalu mengikuti Tiffany ke mana pun dia pergi. Sudah lama Julie tidak melihat Tiffany tertawa sebahagia ini."Sudah kuputuskan! Aku akan minta izin ke Direktur dan Kepala Departemen untukmu!" Sesudah mengatakan itu, Tiffany langsung menutup telepon dengan wajah riang.Di sisi lain, Sanny tampak terkejut saat melihat Julie. "Tiffany mau pergi jalan-jalan?"Julie mengernyit. Karena Tiffany, dia selalu memiliki kesan kurang baik terhadap Sanny. Sekarang, melihat Sanny begitu antusias malah membuatnya merasa kurang nyaman."Conan!" Sanny memberi isyarat mata kepada Conan.Conan segera mengeluarkan kartu hitam dari tas. "Kartu ini unlimited. Kamu temani Tiffany jalan-jalan. Apa pun yang dia suka, belikan saja untuknya."Julie terkejut menatap Sanny. "Kartu hitam unlimited ... kamu memercayakannya kepadaku begitu saja?""Kar
"Menawar harga saat belanja di pasar? Bukankah itu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?" Tiffany melirik Sean dengan kesal. Nada suaranya terdengar kurang yakin.Meskipun membantah, Tiffany tahu bahwa sejak datang ke Kota Kintan, tidak ada satu pun tindak-tanduknya yang mencerminkan identitasnya sebagai putri Keluarga Japardi.Namun, dirinya memang seperti itu. Sejak kecil, dia tumbuh di Desa Maheswari dan tidak pernah hidup bergelimang harta, juga tidak iri pada kehidupan seperti itu. Bahkan, dia menyukai kehidupannya yang sekarang.Yang jelas, Tiffany sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Filda dan memberinya peringatan. Jika Filda tidak mau percaya, itu salahnya sendiri karena terlalu picik.Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Sean. "Jadi, selanjutnya kita tinggal menunggu musuh terjebak dalam perangkap?"Sean mengangguk dan tersenyum. "Sambil menunggu, kamu bisa jalan-jalan dengan Julie."Tiffany mengernyit. "Jalan-jalan?""Benar." Tatapan Sean memancarkan sediki