Jemari Cecilia menempel erat pada bahu Lane sampai kemudian dia memundurkan tubuh dan mengamati sekali lagi. “Aku tidak tahu namamu.” Mereka memang tidak saling kenal. “Tapi itu lebih baik,” imbuh wanita itu sambil mengangguk tipis. “Karena ini akhir pertemuan kita.”Tidak, sama sekali jauh dari akhir.Cecilia berkata lagi, “Setelah aku pergi, kuharap kau melakukan hal sama.”Wanita itu memerintahnya? Tapi tugasnya baru dimulai.“Pergilah ke pintu belakang. Posisinya lima meter di kirimu. Turuni tangga disitu. Itu pintu keluar masuk staff acara ini. Tidak akan ada tamu yang menyadari kepergianmu. Aku tidak ingin melihatmu lagi.” Cecilia tersenyum mengatakan itu, sedetik berikutnya wajahnya mengeras. “Jangan ganggu aku!”Kemudian wanita itu berbalik dan pergi.Menarik.Tatapan Lane menyusuri pinggang ramping wanita itu. Terlalu banyak kulit---yang sempurna---yang terekspos karena gaun berpotongan rendah itu memperlihatkan punggungnya.Cecilia tidak menolehnya lagi. Ia menghampiri wanit
Cecilia berlari menuju Audrey yang disandera. Tapi agen itu tidak tinggal diam. Tangan panjangnya segera terulur menggapai lengan Cecilia.“Sayang sekali,” bisik pria itu. “Tapi aku tidak akan membuatkanmu menghadapi mereka.Pria itu tidak memahami apa yang tengah terjadi. Sedangkan Cecilia mengetahui. Ia juga lebih dari sekedar siap untuk bertukar tempat dengan Audrey. Darahnya mendidih melihat saudari iparnya diacungi senjata. Cecilia melepaskan rengkuhan tangan itu di lengannya.“Lepaskan dia!” teriak Cecilia membentak dan menghampiri kawanan itu.Sang agen mengumpat dalam hati.Seorang pria bertopeng menatap Cecilia. Pistol yang diarahkan Audrey teralih pada wanita berambut pirang yang menghampiri. Pistol itu diarahkan ke dada Cecilia, tepat di titik jantungnya.Cecilia mengangkat dagunya dan menunggu.Hanya saja, pada detik setelahnya, si agen mendorongnya ke belakang.“Jangan sok pahlawan, kau sudah bosan hidup?!” hardik lelaki bertopeng itu.“Kalau itu resikonya akan kuterima,”
Lane menyapu pandangannya ke sekitar. Para wanita yang mengenakan gaun cantik dan pria-pria yang membalut tubuhnya dengan tuksedo mahal berdiri gemetara, dalam kegelapan, sambil mendongak, menatap gedung lantai dua yang terbakar. Malam yang penuh kesenangam telah berubah menjadi malam yang menakutkan.“Lepaskan aku,” pinta Cecilia. “Tolong.”Lane menurunkan Cecilia dari bahunya perlahan-lahan. Wanita itu telah kehilangan sepatu hak tingginya, entah kemana. Sepatu mahal besutan Dior, tapi Cecilia tidak begitu mempedulikan. Kini ia beejalan dengan kaki telanjang lembutnya di atas lantai granit yang dingin. Dengan cepat dan agak sempoyongan dia berlari ke arah Audrey, mereka saling memeluk erat. Kemudian terdengar pembicaraan dalam bahasa Italia, yang dapat diartikan Lane karena ia juga mengerti bahasa itu, ucapan Audrey yang takut dan panik bahwa---kematian---nyaris mereka berdua alami.Tapi itu salah. Lane tak akan membiarkan kematian mendekati Cecilia---dan saudaranya itu.Penglihatan
21 Juni 2024Pukul 7.32Adalah pagi sebelum pesta mencekam di Midtown, Manhattan, New York City itu terjadi. Semilir angin sejuk yang tidak begitu dingin karena sinar matahari terasa hangat.Peter berdiri di sebuah kanopi hijau tua rumah mereka. Austin mendekati, anak berumur lima tahun itu selalu menyapa Peter dengan kalimat-kalimat sederhana untuk bocah seusianya. Mereka terlihat asyik berinteraksi. Masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Sejak pulang ke rumahnya, Alicia mendaftarkan anaknya ke sebuah pre school. Mungkin memang sangat dini, tapi Alicia perlu menanamkan sikap kedisiplinan dan keteraturan sejak masih balita.Sekolah mereka hanya terletak di belokan Park Avenue.Ini cara menyenangkan untuk menghabiskan beberapa saat ekstra. Sambil mengamati Peter yang berjalannya sudah lincah. Alicia merasa kehidupan yang dijalaninya sekarang ini tidak nyata.“Kurasa sebaiknya kita berangkat,” akhirnya ia berseru pada Peter.Peter mengucapkan selamat tinggal pada Austin.Alicia
Mansion Turner, Palo Alto CaliforniaMasih belum ada mobil patroli di Sixty-sixth Street. Detektif dan polisi patroli kemudian datang berjalan kaki dari kepolisian setempat. Si detektif membawa sebuah buku kecil bersampul kulit warna hitam dan pena. Seakan siap memberikan surat tilang. Bukan cara yang simpatik mengadapi seorang ibu yang anaknya telah diculik.“Anak Anda hilang dari sekolah?” tanya si detektif. “Saya detektif Raymond,” ia menambahkan.“Dia tidak hilang dari sekolah. Dia diculik di jalan. Saya berada di sana. Kami jalan menuju sekolah bersama-sama.” Alicia menceritakan kronologi kejadian. “Seorang pria pakai setelan jas coklat muda membawa Peter ke sebuah mobil hitam setelah sebelumnya ia memukul saya dengan keras, sampai berteriakpun saya tidak mampu.” Alicia menangis lagi. Ia tidak tahan.Detektif itu menegakkan badan dengan kaku. Tubuhnya gemuk dengan wajah kemerah-merahan. Ia hampir saja marah sewaktu melihat Alicia menangis. Britney yang berada disampingnya menepuk
"Tak akan ada yang terjadi padamu,” kata Patrick. “Lane salah satu anggotaku yang terbaik. Tidak akan ada yang bisa mendekatimu kalau dia yang menjagamu.”Kalau tidak ada yang bisa mendekatiku…bagaimana aku bisa menyelesaikan misiku? Hanya saja Patrick mengira ia tak punya misi. Patrick pkir ia butuh dilindungi. Huh!Bahwa ia tak cukup kuat untuk menghadapi bahaya yang ada di dunia ini.Itu salah. Patrick tidak mengenalnya dengan baik.“Tidak. Ini hidupmu dan aku tak mau membahayakannya.” Sama sekali tidak terdengar tanda-tanda menyerah dalam suara Patrick.Rasanya ia ingin melempar ponselnya. Kapan ia mendapatkan apa yang ia inginkan? Tanpa perlu berlama-lama, Cecilia merasa bujukannya tidak mempan. Ia segera mengakhiri penggilannya.Malam terakhir agen itu di kamar hotel miliknya, dia telah memperkenalkan dirinya, dan betul ia mengakui salah satu bagian pelindung dirinya dan menolak mentah-mentah saat diminta Cecilia disuruh mengakhiri tugasnya, ia menantang Cecilia untuk meneleph
Dengan rahang terkatup Lane menggertakkan gigi. “Jadi kita akan meninggalkan Audrey di sini begitu saja?”Cecilia pasti tidak setuju. Lane sudah dapat membayangkan seberapa sengitnya perlawanan Cecilia saat ia berusaha memaksa wanita itu pergi dari sini.Dengan tatapan waspada Spelling berkata, “Kita mengikuti perintah.”Benar, itulah yang dilakukan oleh prajurit yang baik.Hanya saja, mereka sudah tidak lagi berada dalam militer.Melindungi Cecilia merupakan prioritas Patrick, dan sewaktu Lane melindungi Cecilia, Spelling dan Davis diperintahkan untuk membantunya .Jadi ke mana pun Cecilia pergi…Kami semua pergi.Senyum murung terulas di bibirnya.Lane keluar dari ruang belakang, memanggul tas ransel. Cecilia menyadari senjata yang menonjol di balik lengan pria itu. Ia melompat berdiri. “Kau sudah bicara dengan Patrick?” Audrey hilang. Kejadian itu terulang lagi. Aku harus menolongnya!Anggukan singkat dari Lane. “Sepertinya kau mendapat pengawalan pulang ke Sisilia.”“Bohong!”“Ti
Elegance Hotel, Newark, Manhattan23 Juni 2024Pukul 03.05 AMOrang-orang yang menoleh ke arah mereka akan mengira mareka sepasang kekasih yang sedang berpelukan. Tapi seseorang tak akan melukai kekasihnya dengan belati.“Kau akan membiarkan aku pergi?” tanya si wanita jelita dengan mata memohon kepada pria yang baru ia lukai.Pria itu menggeleng.Oke. Respon ini sudah diantisipasinya. Dan pisaunya---ya, itu hanya pengalih perhatian. Karena sekarang Lane telah bergerak dalam serangkaian serangan yang ia rancang untuk mencekal belati itu.Ini sudah kuduga.Belatinya juga bukan ancaman. Cecilia menyerang dengan tangan kiri---tangan dominannya---yang telak mengenai rahang Lane.Tinju kirinya betul-betul bagus.Lane terhuyung mundur, tergelincir ke arah trotoar yang rusak, lalu terjerembab.Cecilia tidak melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.Audrey begitu mempercayainya, adik suaminya. Wanita itu membutuhkannya sekarang. Cecilia langsung membelakangi pria terluka itu dan segera menga