Di warung makan sate.Elena makan dalam diam.Sup soto yang panas dan pedas masih mengepul.Nathan memberi Elena sepotong tahu lembut. "Apakah kamu masih marah? Kamu suka makan tahu, 'kan? Untukmu.""Kalau aku ingin makan, aku bisa memesannya sendiri." Elena menatap Nathan. Bibir merahnya menjadi makin merah karena makanan pedas.Tatapan Nathan sedikit menggelap."Aku ingin kamu makan tahuku."Begitu Nathan selesai berbicara, para siswa di meja sebelah tertawa.Elena memegang sendok, wajahnya yang memang sudah merah menjadi kian merah."Makanlah, jangan bicara sembarangan." Dia memperingatkan Nathan dengan suara rendah."Aku nggak sembarangan," kata Nathan. Dia memberikan sepotong tahu lagi kepada Elena dengan serius. "Ini, makan tahu ...."Elena segera memasukkan sepotong daging sapi ke dalam mulut Nathan. "Diam."Nathan tersenyum lalu menggigit daging itu. "Nggak marah lagi?""Aku nggak marah."Elena hanya kesal, tidak marah.Nathan mengulurkan tangan untuk menyelipkan rambut Elena k
Setiap kali Nathan melihat kata "sibuk", dia akan mendengus.Nathan, "Butuh tiga hari untuk mendekorasi rumah kecilmu itu?"Elena, "Kamu nggak mengerti."Elena sangat sibuk, sibuk pindah ke rumah baru dan mendekorasinya.Rumah itu memiliki tiga kamar tidur dan dua ruang tamu.Dia awalnya meminta Joshua untuk tinggal bersamanya, tetapi Joshua tidak mau."Kak El, aku akan menyewa rumah sebelah. Kalau kamu butuh sesuatu, telepon saja aku."Senyuman lembut Joshua, sinar matahari yang menyinari rambut putihnya. Dia tersenyum sangat hangat.Elena tidak memaksa Joshua Dia menyeka tongkat Joshua hingga bersih lalu menyerahkannya. "Josh, kamu ingin makan apa untuk makan malam?"Joshua berdiri dengan tongkat. Kaki kirinya dipasang prostesis.Penyakit dan kecacatan pada kaki kirinya tidak membuat Joshua mengalami depresi."Kak El, aku akan masak hari ini.""Oke, aku akan membeli bahan makanan."Elena kembali dari berbelanja bahan makanan. Ketika dia melewati sebuah mobil hitam yang diparkir di lu
Elena membawa sayuran itu pulang."Kak El, kenapa lama sekali? Kalau kamu masih nggak pulang, aku sudah mau meneleponmu."Joshua mengambil kantong sayuran itu, kemudian berjalan ke dapur dengan tongkat."Hm, aku keliling sebentar."Elena melihat jam di dinding, wajahnya memerah. Dia ditahan di dalam mobil selama satu jam. "Hari ini panas sekali, aku akan mandi dulu."Suara air mendidih dan cuci sayuran terdengar di dapur.Elena pergi mandi.Dia merasa lengket dan tidak nyaman.Dia keluar dari kamar mandi, kemudian melihat pesan dari Janine.Janine, "Kak El, makan sendiri sungguh kesepian. Malam ini aku numpang makan di rumahmu ya?"Elena tersenyum, "Silakan kemari."Janine mengirimkan stiker meniup ciuman, "Kak El, apakah kamu tahu kalau Kak Nathan sangat lucu. Dia nggak mengizinkanku memanggilmu 'El-el'. Dia sungguh arogan.""..."Elena tidak tahu ada kejadian ini. Dia menanggapi protes itu. "Benar, dia memang arogan."Elena membuka pintu kamar, menjulurkan kepalanya lalu berteriak, "
Awalnya mereka mengobrol dengan senang.Siapa sangka mereka akan bertemu Glenna di kelab itu.Glenna masuk ke klub bersama teman-temannya. Ketika dia melewati meja Elena, dia melihat Elena lalu mencibir, "Elena? Aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini untuk menonton pertunjukan."Dia memandang kedua pria itu kemudian mendengus. "Benar saja, setelah mengambil uang dari Keluarga Burchan, hidupmu menjadi lebih baik."Janine mengerutkan kening. "Siapa dia? Mulutnya bau sekali, jangan mendekat."Elena tersenyum lalu berkata, "Dia itu mantan adik iparku, mulutnya memang bau."Elena dan Janine asyik sendiri.Glenna tiba-tiba menjadi kesal.Wajah cantiknya menjadi muram. Dia belum pernah melihat Janine di lingkaran pergaulan mereka sebelumnya. "Siapa kamu? Aku sedang berbicara dengan Elena, kenapa kamu menyela?""Bisakah kamu mengatur mulutku?" Janine mencibir bibir merahnya. "Kamu mengganggu kami menonton pertunjukan, tolong menyingkir."Glenna merasa lucu. "Ini bukan kelabmu, apakah aku
"Apa yang terjadi? Kalian membuat keributan di kelabku?"Brandon muncul.Elena menoleh. Dia langsung mengenali wajah yang pernah mengantarkan makanan untuknya itu.Glenna menunjuk Elena dengan marah. "Tuan Muda Brandon, kamu datang di waktu yang tepat . Aku dari Keluarga Burchan, suruh mereka keluar. Lihat, dia menyiramku dengan jus. Aku nggak bisa menerimanya."Brandon memandang Glenna. "Memang cukup mengenaskan, tapi wanita cantik yang datang ke kelab ini adalah tamu terhormat. Nona Glenna, bagaimana kalau kamu jangan ribut untuk sementara demi Keluarga Edkins?"Glenna menggunakan status keluarganya, Brandon pun melakukan hal yang sama.Glenna tidak menyangka Brandon akan berkata demikian. Dia memelotot. "Kamu!"Janine tertawa. Tawanya seperti menambah minyak dalam api.Brandon meminta satpam di kelab untuk datang. "Antar Nona Glenna keluar kelab."Kata-katanya membuat Glenna dan yang lainnya tercengang.Bukankah Elena dan Janine yang harus diantar keluar dari kelab?Hal ini membuat
Janine mengangguk. "Betul, kamu sudah begitu besar masih kekanakan."Kalimat itu sangat menghina.Ekspresi Glenna berubah canggung. Dia dinilai oleh beberapa orang di sekitar."Elena, kamu hanyalah seorang wanita yang dicampakkan oleh kakakku. Apa yang perlu kamu sombongkan? Dulu demi menyanjung kakakku dan Keluarga Burchan, kamu bahkan belajar memijat dan memasak. Lucu sekali."Elena tersenyum tipis ketika mendengar kalimat itu. Dia memang mempelajarinya demi Kaedyn saat itu.Namun, Elena tidak merasa malu, dia dengan bangga berkata, "Aku kurang pandai memasak saat itu, kebetulan bisa memanfaatkan kalian untuk latihan."Hal yang dipelajari akan menjadi keahlian sendiri, tidak perlu merasa malu.Glenna, "..."Lidah yang bagus.Brandon membiarkan pria macho melakukan pertunjukan. Dia diam-diam mengambil ponselnya untuk mengirim pesan ke Nathan.Brandon: "Dengar-dengar, Nona Elena belajar memijat dan memasak demi menyenangkan mantan suaminya."Saat ini, di Ardic Selatan.Lelaki yang ada
Nathan membuka beberapa kancing teratas.Dia menjilati bibirnya.Nathan mengklik WhatsApp, mencari foto profil Elena, kemudian mengiriminya pesan."Memasukkan uang ke dalam boxer?"Nathan menyimpan ponselnya, lalu berbicara dengan tenang. "Aku membawanya pergi hari ini."Kata-kata itu diucapkan kepada sekelompok orang di seberang Nathan.Jika orang luar masuk ke tempat ini, hanya sedikit yang bisa kabur keluar.Siapa pun yang ingin kabur pada dasarnya akan menjadi santapan buaya.Kepala yang bertanggung jawab atas area ini memandang Nathan dengan dingin."Berikan orangnya kepada dia."Seorang wanita dengan kulit berwarna gandum didorong ke arah Nathan. Kulit wanita itu memiliki bekas luka yang jelas.Nathan bergeser.Tidak menangkap wanita itu.Wanita itu terjatuh, dia menggigit bibir, tidak menangis.Dia akhirnya bisa meninggalkan neraka dunia ini.Bibir Leon berkedut, dia melangkah maju untuk menggendong wanita itu.Elena mendengar suara notifikasi pesan dari ponselnya.Akan tetapi,
Kaedyn meminta pengawal untuk menarik Glenna kembali, kemudian menatapnya dengan dingin. "Glenna."Tatapan mata Kaedyn yang dingin membuat Glenna menjadi tenang.Elena menatap Kaedyn tanpa menunjukkan tanda-tanda lemah. "Pak Kaedyn, aku benar-benar berharap kalian bisa berpura-pura nggak kenal ketika bertemu denganku. Aku doakan semoga Pak Kaedyn dan Nona Doreen bisa langgeng.""Ayo, Doreen."Glenna memandang Kaedyn. Kemarahannya yang terkumpul sepanjang malam pun meledak. "Kak, kamu membiarkannya pergi begitu saja? Elena menamparmu!"Brandon mengangkat sebelah alisnya sambil menatap wajah Kaedyn.Oh, bisa-bisanya Kaedyn ditampar.Ini adalah kabar baik.Janine berbalik untuk menatap Glenna lalu berkata, "Tadi kamu menamparku, aku nggak akan mengampunimu. Tunggu saja!""Memangnya hanya kamu yang punya kakak?""Aku juga punya!"Elena tidak bisa menahan diri untuk tidak menopang dahinya. Gadis ini ....Brandon membuang ekspresi gelinya. Dia menunggu sampai Elena dan Janine pergi sebelum m