“Makasih sudah mengantarku. Mulai besok aku akan bawa mobil sendiri Ga.”Kata-kata yang meluncur dari bibir Zaya, seketika membuat hati Arga tercubit. Pria itu berharap bisa terus mengantar dan menjemput wanita yang ia cintai agar kedekatan yang dulu terputus karena kehadiran Evan bisa kembali terajut. Namun, apa yang Arga dengar tadi, sungguh membuat pria itu kecewa. Raut wajah yang tadinya semringah, sontak berubah menjadi muram.“Kenapa, Za? Kita ‘kan selama ini sudah sering pergi bersama?” protes Arga.Dengan berat hati, Zaya terpaksa melakukan ini. Ia butuh sendiri dan kebersamaannya dengan Arga bisa menimbulkan masalah baru dalam hidupnya. “Maaf, aku tidak akan pergi bersamamu dan aku juga tidak mau diantar pulang olehmu lagi. Kita hanya akan bersama saat ada meeting di luar.” Zaya menatap serius pada Arga lalu kembali berujar penuh penekanan. “Aku punya mobil, Ga. Jangan memaksaku!”Arga menghela napas lelah. Pria itu tahu ada momen-momen tertentu di mana ia tidak bisa memaksaka
Rasa perih sungguh dirasakan oleh Evan kala ia mulai membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bagaimana tidak, biasanya akan ada sang istri yang tersenyum padanya, bahkan bergelung di dadanya, memeluknya begitu mesra setiap malam.Sudah beberapa minggu ini ia merasakan kesepian dan kesedihan yang teramat dalam. Sungguh, ia menyesal melakukan kebodohan. Kenapa ia tidak berterus terang saja pada sang mama soal kekhilafannya pada Mira sehingga perceraiannya dengan Zaya tidak akan pernah terjadi?Setidaknya meskipun Zaya marah padanya, ia masih bisa merayu dan membujuknya karena statusnya masih kuat, yaitu masih berstatus sebagai suami istri. Tapi sekarang, apa yang terjadi? Zaya terlepas dari genggamannya dan parahnya mantan istrinya tersebut sedang diincar oleh kakak tirinya sendiri.“Kenapa aku begitu bodoh melepasmu hanya karena sebuah status, Sayang.” Evan mengutuki dirinya sendiri. Pria itu membelai bantal di sampingnya, yaitu bantal yang biasa dipakai Zaya. “Kalau aku tahu mama
“Ini benar-benar gila. Kenapa wanita itu bisa seperti itu dan kenapa dia tidak langsung dipecat saja, Dim?”Evan mengomel kesal pada Dimas yang sudah resmi menjadi sekretarisnya. Bukannya menuruti kata-katanya juga permintaan sang mama untuk memecat wanita itu, Dimas malah hanya memindahkan Mira ke divisi lain saja.Dimas mendengarkan semua omelan Evan. Ia baru akan menerangkan kenapa ia memberi kesempatan pada wanita licik itu untuk bertahan di perusahaan setelah semua unek-unek Evan keluar semuanya.“Bagaimana kalau mama sampai tahu soal ini?” Evan kembali menyambung ucapannya. “Mama sudah memintaku untuk memecat wanita itu karena dia berbahaya. Aku juga punya misi untuk mengejar mantan istriku kembali. Gimana, sih?”Dimas menatap sahabatnya dengan sorot serius. Mulutnya pun dengan santai bertanya. “Sudah selesai belum, Van?”Evan mendengus kesal melihat sikap sang sahabat yang menurutnya kurang ajar padanya. Meskipun Dimas adalah sahabatnya, tetap saja ia adalah atasannya di perusah
“Dari sekian banyak hotel, kenapa kita harus datang kemari, sih?”Evan menggerutu kesal pada Dimas, sang sekretaris yang langsung mengajaknya menemui seorang klien pasca memberi ultimatum pada Mira tadi pagi. Klien itu berniat menjalin kerja sama dengan perusahaannya di mana pengusaha itu mengusulkan proyek pembangunan tempat wisata berupa danau buatan yang terintegrasi dengan penginapan, resort mewah, supermarket, fasilitas gym, taman dan sebagainya yang memang didesain khusus untuk para wisatawan dalam negeri yang ingin menghabiskan akhir pekan mereka.Lokasi pembangunan tempat wisata tersebut cukup luas dan ketika semuanya selesai, pastinya akan memberikan keuntungan yang begitu luar biasa untuk kedua belah pihak. Karena itulah, tanpa ragu Evan segera menyetujui proposal salah satu klien tersebut. Namun yang membuatnya kesal, kenapa kliennya tersebut harus mengajak meeting di hotel kakak tirinya?“Bukan kita yang minta, Van. Mereka yang sudah mereservasi restoran di hotel ini terl
“Kenapa dia harus meeting di sini, sih?”Zaya tidak bisa tidak menggerutu kesal saat melihat mantan suaminya yang saat ini sedang sibuk dengan seorang klien bersama Dimas, sahabat plus manajer utama di perusahaan suaminya. Hatinya gundah karena merasa diperhatikan sejak tadi.Arga menarik kursinya mendekati Zaya, berniat memanasi adik tirinya yang memang sejak tadi memperhatikan mejanya. Klien yang akan menyewa salah satu venue di hotelnya sudah pergi beberapa menit lalu dan momen itu akan dimanfaatkan oleh Arga sebaik-baiknya untuk menunjukkan pada adik tirinya kalau dirinyalah yang pantas bagi Zaya.“Nggak usah dilihat, Za.” Arga melingkarkan tangannya di kursi wanita cantik itu sehingga tampak dari kejauhan seolah sedang merangkul Zaya. Bibirnya pun tersenyum, merasa begitu gembira bisa melakukan hal yang pastinya akan membuat Evan panas hati.Zaya menoleh pada Arga lalu mengerucutkan bibirnya. Sedetik kemudian omelan kesal kembali meluncur dari bibirnya. “Bagaimana bisa, Ga? Mejan
“Kamu kerjain sisanya, ya! Aku tak mau terlambat.”Evan buru-buru memakai jasnya kembali lalu meraih tas dan kunci mobilnya, bersiap meninggalkan kantor secepatnya.Dimas mencekal tangan sahabatnya. Pria itu penasaran melihat sang CEO tampak terburu-buru. “Mau ke mana kamu? Ini baru jam 4.30.”“Aku mau stalking mantan istriku. Tadi anak buah kita melapor padamu kalau Zaya pulang sendiri hari ini, kan?” Evan mengonfirmasi sambil menepis pelan tangan Dimas.Kepala Dimas sontak mengangguk. Bibirnya mengamini pernyataan Evan. “Iya, Ben bilang Zaya sudah mulai sibuk dengan mobilnya sejak sore. Anak buah kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan mantan istrimu itu akan pulang sendiri mulai hari ini.”Senyum puas langsung tersungging di bibir Evan. Akhirnya, ia punya kesempatan untuk bersama dengan wanita yang ia cintai tanpa bayang-bayang Arga, sang kakak tiri yang menyebalkan itu.Sejak tadi siang, ia berusaha sekuat tenaga menahan bara api di hatinya saat membayangkan lagi betapa berlebihan
“Tuh ‘kan apa aku bilang?”Zaya yang baru membuka pintu rumah Gea saat akan pergi bekerja pagi itu, langsung dikejutkan oleh pertanyaan berbau sindiran yang meluncur dari bibir Arga. Pria itu terlihat menatapnya dengan sorot kecewa. Pria itu pasti kesal karena tawarannya untuk mengantarnya kemarin, ia tolak mentah-mentah. Zaya juga yakin Arga semakin kesal saat mengetahui dirinya pulang naik taksi, alih-alih menunggu kedatangannya. Zaya memang sempat menghubungi Arga ketika dia berada di dalam taksi seusai berdebat dengan Evan untuk memanggil mobil derek. Mau bagaimana lagi, niatnya memang menunggu Arga kalau mantan suaminya tidak cari masalah dengannya kemarin sore. Namun, nyatanya, ia terpaksa naik taksi untuk menghindari Evan.“Pagi-pagi udah nyindir aja,” seru Zaya cemberut.Arga langsung menarik tangan Zaya ke mobilnya lalu mulai menggerutu, menunjukkan kegelisahannya. “Bukannya menyindir, Za. Kamu itu dibilangin bandel, sih. Gimana kalau terjadi apa-apa sama kamu? Apalagi lokasi
“Sial, aku terlambat datang! harusnya aku datang lebih pagi lagi biar aku bisa menjemput Zaya dan mengantarnya ke hotel.”Evan harus menahan kesal melihat kemesraan mantan istrinya dengan Arga. Semula, Evan berniat memata-matai sang istri. Ia rela bangun pagi-pagi dan bergegas menjemput wanita cantik itu di rumah Gea karena pria itu tahu, mobil Zaya masih belum selesai diperbaiki. Namun, semua usahanya kalah satu langkah dari kakak tirinya yang telah lebih dulu menjemput mantan istrinya. Pria itu hanya bisa mengepalkan tangannya, memukul kemudi sambil menggerutu kesal melihat sang istri yang tiba-tiba ditarik oleh Arga masuk ke dalam mobil.Begitu luwesnya mereka berdua bercengkerama, membuat Evan geram. Zaya pun terlihat menerima semua perlakuan manis Arga dan itu sukses membuat Evan semakin sakit hati. Semalaman, pria itu memikirkan apa yang harus ia lakukan pada Zaya. Putus asa, itu yang ia rasakan karena setiap kali, Evan datang dan mendekati mantan istrinya tersebut, ia selalu s
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
Rasa kecewa sungguh menyelimuti hati Evan ketika ia berusaha ingin mencium sang istri, tapi istrinya malah berpaling. Yang lebih membuatnya syok adalah ketika sang istri mengatakan ia belum siap.Kenapa ini? Apa yang terjadi pada Zaya? Kenapa sang istri tidak mau dicium olehnya? Evan berusaha menepis semua kemungkinan terburuk yang ia pikirkan lalu ia memegangi bahu Zaya, membawanya menghadapnya.“Kenapa, Sayang? Ada apa denganmu?” tanya Evan penasaran.Zaya memejamkan matanya, berusaha menepis kenangan-kenangan buruk yang terpintas sesaat sebelum sang suami berniat mendaratkan bibirnya di bibirnya tadi. Bagaimana tidak, tanpa ia niatkan bayangan ketika Evan memagut mesra bibir Mira, kemudian bergumul panas di atas sofa di dalam kantor di mana ia menyaksikan sendiri betapa buasnya Evan mencumbu bibir sekretarisnya itu, terbayang jelas di pelupuk mata.Itu sukses memberikan rasa sakit luar biasa di hatinya. Zaya berusaha membuang semua pikiran itu, tapi tidak bisa. Ia juga tidak menger
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi