Semua orang terperanjat melihat Avalon yang terpental begitu jauh. Tidak ada yang menyangka bahwa nyali Luther akan sebesar itu. Tanpa berbasa-basi, pemuda ini langsung melayangkan pukulan begitu saja.Asal tahu saja, Avalon adalah putra Ketua Sekte Kaldron. Ayahnya adalah Celso yang merupakan ahli bela diri nomor satu di seluruh Praulandia! Bukankah tindakan ini sama saja dengan mencari mati?"Kamu sudah gila, ya! Kamu berani menghajar putra Ketua Sekte Kaldron?" Setelah tertegun sejenak, Kansan sontak terkesiap. Dia saja berusaha menerima semua penghinaan tadi, tetapi Luther malah langsung menghajar Avalon? Bukan hanya Luther yang akan celaka, tetapi mereka juga akan terlibat!"Gawat! Ini gawat!" seru Alvie dengan raut wajah yang berubah drastis. Dia sudah memperingatkan, tetapi Luther malah tidak peduli dan tetap menyerang Avalon. Akibatnya akan sangat fatal jika Sekte Kaldron membalas dendam kepada mereka!"Lancang! Beraninya kamu memukul tuan muda kami! Hari ini, kami pasti akan m
Tamparan masih belum berhenti, padahal wajah Avalon sudah babak belur. Masalahnya, Avalon adalah putra Ketua Sekte Kaldron, dia memiliki status yang luar biasa tinggi! Bahkan, tidak berlebihan jika mengatakan dia setara dengan seorang penguasa! Lantas, bagaimana Luther bisa senekat ini?"Berhenti! Cepat berhenti!" Alvie akhirnya tidak tahan lagi. Dia segera bersuara untuk menghentikan Luther. Hanya saja, kondisi Avalon sudah sangat gawat sekarang."Sobat, kamu dalam masalah besar!" ujar Alvie sambil menggertakkan gigi. Dia buru-buru memapah Avalon, lalu menyuapinya obat dan mencoba berbagai cara agar pria ini tersadar kembali.Apabila sesuatu terjadi pada Avalon, bukan hanya Luther yang akan terkena masalah, tetapi seluruh Sekte Akasa akan mendapatkan pembalasan dendam yang menakutkan!"Aduh! Kami nggak seharusnya setim denganmu, kami benar-benar celaka kali ini!" Kansan sungguh murka, tetapi juga panik. Sialan, kenapa mereka bertemu pria gila ini? Pria ini sama sekali tidak takut pada
"Kali ini benar-benar gawat!" gumam Celso sambil menatap Luther yang berwajah dingin. Kini, dia ketakutan hingga bercucuran keringat dingin. Mengapa dirinya sesial ini? Apakah dirinya akan dihajar hari ini?"Ayah, kenapa diam saja? Cepat hajar dia! Hajar dia sampai mati! Hari ini, aku harus membuat bocah ini menyesal!" seru Avalon dengan galak."Diam!" Ekspresi Celso sontak berubah. Dia bahkan melayangkan tamparan ke wajah putranya. Plak!Avalon pun terperangah. Beberapa giginya yang masih tersisa seketika rontok, wajahnya yang sudah bengkak menjadi makin menyedihkan."Ayah, kamu ... kamu menamparku?" tanya Avalon yang membelalakkan mata dengan tidak percaya.Sejak kecil, Avalon selalu dimanjakan oleh keluarganya. Sang ayah bahkan tidak pernah memarahinya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi hari ini? Mengapa ayahnya menamparnya di depan publik? Apa ayahnya sudah gila?"Kenapa? Kamu memang seharusnya dipukul! Kamu mengandalkan kekuasaan Sekte Kaldron untuk menindas orang, kamu merusak
Adapun Alvie, Kansan, dan lainnya, mereka tampak tersanjung serta tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ketua Sekte Kaldron yang terhormat sekaligus ahli bela diri nomor satu di Praulandia malah meminta maaf kepada mereka? Apakah ini sungguhan?"Ketua Celso, didik anakmu baik-baik setelah pulang nanti. Jangan sampai dia buat masalah besar. Menyesal pun nggak ada gunanya lagi nanti," ujar Luther tiba-tiba.Begitu ucapan ini dilontarkan, suasana di sekeliling sontak hening. Semuanya terbelalak menatap Luther dengan tidak percaya.Pemuda ini sudah gila, ya? Berani sekali dia memberi perintah kepada Celso di depan umum? Masa dia tidak takut dihajar sampai mati? Pemuda ini terlalu sombong!"Hei, kamu sudah bosan hidup, ya? Tutup mulutmu itu!" tegur Kansan tiba-tiba. Sudah syukur Celso tidak meminta pertanggungjawaban, padahal dia sudah menghajar Avalon. Kini, dia malah berani mengkritik Celso di khalayak ramai. Besar sekali nyalinya!"Sobat, cepat minta maaf," ucap Alvie sambil memberi isy
Keesokan pagi, Luther dan rombongan akhirnya menuju ke Hutan Kelam. Karena jalanan terjal dan tidak bisa dilalui mobil, mereka terpaksa berjalan kaki.Sebenarnya, sudah banyak pesilat yang datang ke Hutan Kelam untuk mencoba peruntungan mereka sejak kemarin. Akan tetapi, hutan ini terlalu luas sehingga tidak ada yang menemukan jejak makam.Setengah jam kemudian, Luther dan rombongan akhirnya tiba di depan Hutan Kelam. Terlihat banyak orang yang memasuki hutan ini."Nona, apa kamu tahu lokasi makamnya?" tanya Luther tiba-tiba."Aku nggak tahu, semua orang hanya mencoba peruntungan mereka. Kalau beruntung, kita pasti bisa menemukan harta karunnya," sahut Alvie dengan agak pasrah.Meskipun kemungkinannya kecil, mereka tidak punya cara lain. Untungnya, mereka adalah penduduk Praulandia sehingga cukup familier dengan Hutan Kelam. Ini bisa menghemat waktu mereka."Hutan Kelam terlalu luas, entah sampai kapan baru bisa menemukan makam itu," ujar Luther seraya menggeleng."Apa kamu punya cara
Kemudian, Luther segera mempercepat langkahnya dan langsung menuju ke sumber suara itu."Ayo semuanya ikut! Jangan ada yang terpisah dari tim!" Setelah berteriak, Alvie buru-buru menyusul Luther. Dia benar-benar takut Luther akan bertindak gegabah dan masuk ke dalam perangkap musuh. Semuanya berjalan dengan cepat. Setelah sekitar sepuluh menit kemudian, mereka akhirnya melihat sebuah daerah terbuka sebesar lapangan sepak bola.Tanah di lapangan itu tandus, dipenuhi dengan lumpur dan batu, dan tidak ada makhluk hidup. Di tengah lapangan itu ada sebuah makam yang mengarah ke bawah. Makam itu sangat gelap dan tidak terlihat ujungnya, tidak ada yang tahu ada apa di dalamnya. Saat ini, di sekitar makam itu sudah berdiri sekelompok pesilat yang sangat kuat. Sekelompok pesilat itu menjaga makam dan selalu melihat ke sekeliling dengan waspada agar bisa menghalangi orang untuk mendekat."Jangan-jangan ini makam Vernita?" Setelah bersembunyi di pohon, Kansan melihat makam yang sangat gelap di ke
"Swish!" Setelah Wiliam berbicara, semua mata langsung beralih kepada Alvie dan yang lainnya dengan tatapan tidak ramah dan tajam. Ada beberapa master tingkat sejati di antara mereka sehingga semua gerakan dalam jarak ratusan meter tidak akan lolos dari telinga mereka.Mata Chelliny berkedut. "Kita ketahuan! Kak Alvie, Kak Kansan, bagaimana sekarang?""Nggak usah panik, ada aku di sini. Aku jamin kalian akan selamat, ayo ikut aku!" Kansan menepuk debu dari pakaiannya dan berjalan sambil mengangkat kepalanya. Ketiga perguruan itu memang memiliki banyak ahli, tetapi Sekte Akasa juga memiliki reputasi yang bagus. Dalam pertarungan satu lawan satu, dia yakin bisa mengungguli para pesilat itu."Ayo kita pergi temui mereka." Setelah memberikan isyarat, Alvie memimpin semua adik perguruannya keluar dengan tenang. Awalnya, dia berniat untuk duduk dan menyaksikan pertarungan orang-orang itu dari kejauhan, tak disangka dia akan ketahuan begitu cepat."Baiklah, semua sudah lengkap, sekarang harus
Menindas musuh yang lebih sedikit bukan gaya Kansan."Colin, sialan kamu!" Saat Wiliam berteriak dengan marah dan akhirnya kewalahan, dadanya ditusuk pedang Colin dan terjatuh ke tanah dengan kesal. Dalam sekejap, para murid Sekte Sala juga terbantai habis dan tidak tersisa seorang pun."Hanya sekte kriminal saja masih berani menantang kita? Benar-benar cari mati!" Colin mendengus dan mengayunkan pedang panjangnya hingga darah berceceran."Huh! Kenapa Sekte Akasa tadi nggak ikut bertindak?" Humphrey berbalik dan melihat Kansan dan yang lainnya berdiri di tempatnya dengan tenang. Tubuh mereka bersih dan tidak ada jejak darah sedikit pun, jelas mereka tidak bergabung dalam pertarungan."Hanya satu Sekte Sala saja, dua sekte besar seperti kalian saja sudah cukup. Tentu saja nggak butuh kami ikut turun tangan," kata Kansan dengan tenang. Dia hanya mengatakan faktanya, tetapi bagi kedua sekte itu, dia terdengar seperti pura-pura baik."Melihat kita sedang membunuh orang, kalian malah nggak