Yusuf telah mati sehingga Paviliun Lingga telah binasa. Para prajurit yang tersisa tidak akan bisa melakukan gebrakan apa pun.Tentunya, Luther tidak akan melonggarkan kewaspadaannya. Dia sudah memberi perintah bahwa siapa pun yang memiliki hubungan dengan Paviliun Lingga akan masuk ke daftar penangkapannya. Kalau mengambil inisiatif untuk menyerah, Luther akan mengampuni mereka. Kalau bersikeras melawan, mereka hanya akan mati."Gerald! Selamat! Kamu akhirnya membinasakan Paviliun Lingga!" seru Yogi. Dia menendang jasad Yusuf untuk memastikan Yusuf sudah mati, lalu tersenyum gembira."Semua ini berkat kamu. Kalau nggak ada pasukanmu yang memutus jalan Yusuf, mungkin saja dia sudah bebas," sahut Luther. Demi membunuh Yusuf, Luther sampai memeras otaknya dan mempertaruhkan nyawa sendiri. Untungnya, usahanya tidak sia-sia."Sebenarnya aku nggak melakukan apa pun. Kamu seharusnya berterima kasih pada Putri." Yogi pun berbalik, lalu tersenyum nakal sambil meneruskan, "Dia benar-benar sibuk
"Gerald, orang-orangmu sudah datang," ujar Yogi sambil memandang ke depan.Terlihat sekelompok prajurit yang bersenjata lengkap muncul di ujung jalanan. Semuanya memakai zirah hitam dan membawa pedang. Aura yang dipancarkan sungguh luar biasa. Meskipun dari jauh, Luther dan lainnya bisa merasakan tekanan mereka. Mereka tidak lain adalah Pasukan Naga Hitam."Sepertinya Bahran berhasil ditangkap," ucap Misandari sambil memicingkan mata.Yang memimpin Pasukan Naga Hitam adalah Huston. Sebelumnya Huston membawa ribuan orang menerobos kepungan dan memancing pasukan elite Paviliun Lingga masuk ke perangkap. Kemudian, mereka menang karena kekuatan tempur pasukan yang luar biasa. Lebih dari 5.000 musuh tewas, sedangkan sisanya ditangkap.Makin Pasukan Naga Hitam mendekat, tekanan yang dirasakan sontak makin besar. Pasukan Macan Putih yang berada di tembok kota bahkan merasa gugup dan takjub.Menurut rumor, Pasukan Naga Hitam adalah yang paling kuat di Negara Drago. Sejak pasukan ini dibentuk,
"Pa ... Pangeran," sapa Bahran yang berlutut sambil menatap wajah dingin Luther dengan ekspresi rumit.Bahran merasa terkejut dan bersyukur, tetapi lebih merasa bersalah. Ketika disergap oleh Pasukan Naga Hitam, dia tahu bahwa Paviliun Lingga sudah kalah.Sesuai dugaannya, markas rahasia Paviliun Lingga hancur dan Yusuf mati. Kini, Bahran pun menjadi sandera. Meskipun demikian, dia tidak merasa enggan dan justru merasa lega.Bahran memang anggota Paviliun Lingga, tetapi dia sudah tinggal di Atlandia selama bertahun-tahun. Atlandia adalah rumahnya. Semua orang yang dikenalnya adalah keluarganya.Faktanya, Bahran membantu Yusuf juga karena terpaksa. Itu sebabnya, dia merasa sangat dilema sampai sekarang. Bisa dibilang, dia bisa berakhir seperti ini karena akibat dari perbuatannya sendiri."Bahran, kamu pasti nggak menduga hasilnya akan seperti ini, 'kan? Kamu dan Yusuf kalah. Apa lagi yang ingin kamu katakan sekarang?" tanya Luther dengan dingin."Nggak ada yang bisa kukatakan. Pangeran
"Di mana peta itu?" tanya Luther."Di ruang bawah tanah Yusuf. Aku bisa membawamu ke sana," ujar Bahran."Ruang bawah tanah?" Huston memicingkan mata dan memperingatkan, "Bahran, sebaiknya kamu jangan macam-macam atau kami akan bertindak kejam!"Bangunan seperti ini biasanya dilengkapi dengan jebakan dan senjata tersembunyi. Itu sebabnya, Huston khawatir Bahran berniat jahat pada mereka."Sekarang aku sudah kalah telak. Aku nggak akan berani macam-macam," ucap Bahran dengan raut wajah getir."Bawa jalan." Luther tidak berbasa-basi. Dia mengangguk kepada kedua prajurit untuk membawa Bahran."Sebentar, aku butuh salah satu tangan Yusuf untuk membuka brankas di ruang bawah tanah," ujar Bahran."Mudah saja." Huston sontak menghunuskan pedangnya dan memotong tangan kanan Yusuf. Dia menyodorkannya kepada Bahran dan berkata, "Nah, untukmu."Bahran tertegun sesaat. Akan tetapi, dia tidak berani berbasa-basi sehingga segera memimpin jalan. Tidak berselang lama, mereka pun memasuki markas dan ti
"Bahran, kenapa diam saja? Kamu menungguku berfoto denganmu? Cepat keluarkan peta itu!" perintah Jayden yang merasa kesal. Dia hanya bisa melampiaskan amarahnya kepada Bahran."Ya, ya. Sebentar." Bahran tidak berani berlama-lama. Dia segera datang ke depan pintu, lalu mengeluarkan tangan Yusuf dan menekan area tengah dengan pelan.Bip! Pintu yang berat terbuka secara perlahan, memperlihatkan brankas besi. Ukuran brankas itu sekitar 100 meter. Di bagian tengahnya, terlihat setumpuk emas yang jauh lebih tinggi dari manusia. Selain emas, masih ada berbagai harta karun yang tak ternilai harganya."Ini gudang pribadi Yusuf. Dia menyimpan semua barang yang disukainya di sini," jelas Bahran."Hm, banyak juga." Huston mengamati, lalu berkata, "Kalau dipakai semua, kita bisa beli kota.""Ini masih belum seberapa. Kalau dibandingkan dengan gudang harta karun Paviliun Lingga, barang-barang di sini masih termasuk sedikit," sahut Bahran."Serius?" Huston terkejut. "Itu artinya, harta karun Paviliun
"Ya, Bahran memang bersalah. Dia nggak seperti seseorang yang masih punya kesempatan untuk menebus dosanya," ujar Huston sambil melirik Jayden.Jika Jayden bukan keluarga mereka, jika Walter tidak berbelaskasihan, jika kerugian yang ditimbulkannya terlalu besar, pria ini pasti sudah mati sejak awal!"Uhuk, uhuk." Jayden segera mengalihkan topik pembicaraan setelah ditatap oleh Huston. "Gerald, ketiga gudang harta karun itu tak ternilai harganya. Gimana kamu akan mengurusnya?""Tentu saja membawa semuanya ke Atlandia. Masa diberikan kepada bajingan-bajingan itu?" Huston mengerlingkan matanya."Kita nggak boleh mengambil semuanya." Luther menggeleng dan melanjutkan, "Paviliun Lingga bisa lenyap berkat bantuan beberapa kelompok. Kita harus berbagi rata dengan mereka.""Gerald, kamu nggak bercanda?" Jayden tertegun sesaat, lalu menjadi emosional. "Kamu juga sudah mendengar ucapan Bahran tadi. Dia bilang itu adalah harta yang dikumpulkan Paviliun Lingga selama puluhan tahun. Kamu mau berbag
Sesudah membagikan peta, Luther mengatur orang untuk mengurus markas Paviliun Lingga. Pertahanan tempat ini sangat luar biasa. Lokasinya juga terpencil dan strategis, bahkan terletak di antara perbatasan kedua negara.Jadi, tempat ini sangat cocok untuk dijadikan benteng militer. Kelak kalau terjadi konflik dengan berbagai negara di wilayah barat, tempat ini akan menjadi titik terpenting. Mereka bisa mengutus pasukan dari sini dan mencapai kesuksesan yang tak terduga.Meskipun tidak akan digunakan untuk sementara waktu, tidak ada salahnya membuat persiapan. Setelah menyelesaikan masalah ini, Luther pun membawa orang-orang kembali ke istana.Luther pulang dengan membawa kemenangan. Sebagai raja, Walter pun mengatur pesta di istana sekaligus mengundang banyak tamu. Semua yang berjasa dalam misi ini pasti mendapat undangan.Seketika, istana menjadi sangat ramai. Mereka sangat bersyukur karena Walter tidak mati. Ditambah lagi kabar musnahnya Paviliun Lingga, orang-orang pun menjadi makin s
Semua orang bertatapan dengan ragu. Mereka tahu kondisi kesehatan Walter kurang baik, tetapi yakin Walter masih bisa bertahan beberapa tahun. Kini semua masalah telah teratasi, tetapi Walter tiba-tiba memilih untuk menyerahkan takhtanya."Raja, apa ini nggak terlalu terburu-buru?" tanya Haruna."Ya, Raja. Kamu masih sehat dan akan berumur panjang. Kenapa membuat keputusan secepat itu?" tanya Arafu.Orang lainnya juga merasa bingung, tetapi tidak ada yang berani bersuara. Jika membujuk Walter, mereka hanya akan menyinggung raja baru. Jadi, yang bisa mereka lakukan untuk sekarang hanya mengamati situasi."Aku tahu kondisiku sendiri. Aku rasa aku nggak bisa bertahan lama lagi. Selagi kalian semua ada di sini, aku ingin mengatur semuanya terlebih dahulu supaya bisa tenang." Walter tersenyum."Raja ...." Haruna masih ingin berbicara, tetapi Walter mengangkat tangan dan menyela, "Sudahlah. Aku sudah membuat keputusan. Jangan membujukku lagi."Walter kembali menatap semua orang, lalu berucap