Saat Ariana kembali ke kamar pasien, seluruh tubuhnya terlihat lemas. Ekspresinya bengong dan kedua matanya terlihat tidak bersemangat. Dia bahkan sama sekali tidak sadar tangannya yang terbalut perban masih mengalirkan darah. Pandangan Luther yang tanpa perasaan saat pergi, seperti sebuah pisau yang menusuk ke dalam hatinya dengan kejam. Dia tahu mereka sudah terpisah makin jauh.Sebelumnya, Ariana selalu mengutamakan karier dan bertekad untuk menjadi sukses. Jadi, dia mengabaikan dan juga merelakan banyak hal. Namun, sejak bercerai, dia pelan-pelan menyadarinya. Ternyata, masih ada satu hal yang lebih penting daripada karier. Namun sayangnya, dia terlambat menyadarinya.Begitu melihat Ariana masuk, Helen langsung menyambutnya dan menjelaskan, "Ariana! Aku sudah mencari tahu tadi. Luther itu hanya berpura-pura. Dia melakukan sesuatu pada tubuh Nona Marie dan mengancam nyawanya, jadi Keluarga Sudarmo terpaksa tunduk. Bisa dibilang, dia hanya menggunakan trik rendahan!""Benar! Si Luthe
Setelah kembali ke Klinik Damai. Luther mulai meminum arak sendirian, gelas demi gelas, tanpa henti. Meskipun dia terlihat tanpa ekspresi, hatinya tetap merasa gelisah. Mungkin sudah waktunya untuk benar-benar melepaskan perasaannya selama tiga tahun ini."Dokter! Dokter ...."Saat Luther mulai merasa mabuk, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang tergesa-gesa. Luther membuka pintu klinik dan melihat dua gadis cantik sedang berdiri di luar. Salah satu dari gadis itu mengenakan pakaian putih, memiliki wajah yang manis dan terlihat polos.Gadis yang satu lagi mengenakan pakaian berwarna hitam dengan fitur wajah yang sangat halus dan tegas. Auranya sangat kuat dan tidak kalah dengan seorang pria. Namun saat ini, wajahnya terlihat pucat karena darah yang terus mengalir dari luka di perutnya."Tuan, apa Dokter ada di sini? Temanku terluka dan harus segera diobati!" kata wanita berpakaian putih itu dengan cemas."Aku dokternya, masuklah," kata Luther sambil memberinya jalan untuk masuk.
Bum! Terdengar suara ledakan. Pintu depan klinik ditendang hingga terbuka oleh seseorang. Setelah itu, muncul sekitar 8 pembunuh berpakaian hitam dan wajah tertutup dengan aura membunuh yang kuat."Gawat, mereka telah mengejar kita!" Ekspresi Valen berubah drastis. Sebelumnya, tim pengawal mereka seluruhnya tewas dalam perangkap pembunuh. Hanya dia yang melindungi Lufita keluar dari situasi berbahaya. Valen mengira bahwa mereka telah lepas dari bahaya. Tak disangka, para pembunuh ini akan terus mengejarnya."Lufita! Nanti aku akan menghalangi mereka, kamu cari kesempatan untuk melarikan diri dari pintu belakang!" bisik Valen."Kak Valen, kalau aku pergi, kamu akan celaka. Lagi pula, aku adalah target mereka. Paling-paling, aku hanya akan tertangkap oleh mereka!" Wajah Lufita menjadi pucat ketika mengatakan hal tersebut."Lufita, sebagai ketua dari tim pengawalmu, kewajibanku adalah menjamin keselamatanmu. Kamu dengarkan saja perintahku!" Valen mengadang di depan dengan tatapan tegas."
"Bagus, besar sekali nyalimu!" Setelah tertawa sejenak, ekspresi Handy tiba-tiba berubah. "Sudah lama aku nggak pernah bertemu dengan orang yang tak tahu diri sepertimu!""Nggak usah banyak omong kosong, cepat ganti rugi," kata Luther dengan tidak sabaran. Suasana hatinya memang sudah buruk sedari tadi. Sekarang masih harus mendengar ocehan dari orang seperti ini, Luther benar-benar kesal."Hehehe ... sepertinya kamu nggak akan jera kalau nggak dihajar dulu!" Handy tertawa kejam, lalu memberi isyarat pada bawahannya, "Patahkan kaki dan tangan bocah itu! Aku mau lihat seberapa besar kemampuannya sampai berani membual seperti itu!""Baik!" Para bawahan di belakangnya langsung mengayunkan pisau mereka ke arah Luther tanpa ragu-ragu. Setiap tebasan yang dilayangkan mereka itu tampak sangat kuat, seakan-akan hendak merenggut nyawanya!"Tunggu! Tadi kamu sudah sepakat untuk melepaskannya!" teriak Lufita."Nona Lufita, tadi aku sepakat untuk tidak membunuhnya. Tapi karena bocah ini cari mati
"Serangga guna-guna? Bagaimana kamu bisa tahu hal itu? Apa kamu juga bisa ilmu hitam?" tanya Valen dengan wajah ragu-ragu."Aku hanya mengerti sedikit," jawab Luther seraya mengangguk."Hanya orang-orang jahat yang belajar ilmu hitam. Ternyata kamu memang bukan orang baik!" Valen tiba-tiba mengarahkan pedangnya kepada Luther dengan aura membunuh yang kuat. "Cepat katakan! Siapa kamu sebenarnya?""Kak Valen, apa yang sedang kamu lakukan? Tuan ini adalah penyelamat kita!" ujar Lufita sambil mengadang ke depan."Lufita, minggir! Orang ini tidak jelas asal usulnya, aku harus menyelidikinya dengan baik!" ujar Valen dengan tatapan tegas."Menurutku, sebelum kamu menyelidikiku, sepertinya kamu harus memeriksa otakmu terlebih dulu."Luther memijat pelipisnya sambil berkata, "Apa kamu tahu ilmu hitam itu juga bisa digunakan untuk menyembuhkan orang? Tentu saja, pasti ada orang jahat yang mempelajari ilmu ini, tapi bukan berarti semua orang itu jahat. Tetap saja harus dilihat dari kepribadian or
Keesokan paginya ....Duk duk duk!Luther dibangunkan oleh suara ketukan pintu di depan. Setelah membuka pintu, dia melihat ternyata Eril yang sedang berdiri di luar sana."Pak Eril, ada apa pagi-pagi begini?" tanya Luther sambil menguap."Tuan Luther, aku punya kabar baik!" Eril berkata dengan kegirangan, "Aku sudah mendapat informasi mengenai Buah Mistis Merah yang Anda butuhkan itu!""Buah Mistis Merah?" Seketika, Luther menjadi bersemangat, "Apa kamu yakin?"Sama dengan bahan obat kelas atas yang lainnya, Buah Mistis Merah ini sangat langka. Jika bisa mendapatkan Buah Mistis Merah ini, dia hanya butuh tiga bahan obat spiritual lainnya lagi untuk meracik Pil Penyambung Nyawa!"Tentu saja aku yakin!" Eril mengangguk bertubi-tubi dan berkata, "Buah Mistis Merah adalah harta berharga di Lembah Obat. Tapi, akhir-akhir ini ada orang yang membelinya dengan harga tinggi. Kebetulan orang ini sementara tinggal di Vila Gegana!""Oh ya? Siapa?" tanya Luther sambil mengangkat alisnya."Richard
"Apa? Kenapa bisa begini?" Richard langsung terperanjat."Saya ... juga tidak tahu. Tadi pagi saat saya mau membangunkan Nona, Nona sudah tidak sadarkan diri. Sekujur tubuhnya juga terasa dingin," jawab pelayan itu dengan gugup,Sebelum dia selesai bicara, Richard dan Layla sudah buru-buru berlari ke kamar putrinya. Namun, begitu masuk ke kamar, kedua orang itu langsung terperangah. Mereka melihat bahwa Lufita sedang berbaring di atas Ranjang Pemulih dengan tenang.Ranjang yang semula terasa hangat itu, kini telah dilapisi oleh es. Sementara itu, wajah Lufita sangat pucat. Kaki dan tangannya sangat kaku, bahkan alisnya juga dilapisi es. Sekujur tubuhnya bahkan memancarkan embun yang dingin. Dilihat sekilas, penampilannya ini tampak seperti baru dikeluarkan dari gua salju."Lufita!" Layla mulai panik. Dia langsung menghampiri Lufita dan menggosok-gosok tangan putrinya bermaksud ingin memberinya kehangatan."Gawat!" Wajah Richard menjadi muram. Dia mencoba memeriksa denyut nadi Lufita, t
Setelah mengetahui situasinya, bukan hanya Valen yang terkejut. Pada saat ini, Layla juga sangat kaget. Jika mengetahui status Luther sebelumnya, dia pasti tidak akan membiarkan Richard mengusir orang itu. Bagaimanapun, pemuda itu pernah menolong putrinya."Untung saja tidak terjadi masalah besar. Kalau sampai kita membuang obat ini, Lufita benar-benar akan dalam bahaya!" seru Layla dengan ketakutan.Beruntungnya, dia memutuskan untuk berjaga-jaga sebelumnya. Jika tidak, konsekuensinya tidak bisa dibayangkan."Meskipun saat ini Lufita telah melewati masa kritis untuk sementara, hawa dingin dalam tubuhnya masih belum hilang." Setelah memeriksa kondisi putrinya, Richard memberi perintah, "Valen, pergi ke klinik itu dan panggil Luther kemari.""Paman nggak benar-benar percaya orang itu bisa mengobati penyakit Lufita, 'kan?" tanya Valen dengan ekspresi rumit. Berhubung persepsi Valen sebelumnya, dia selalu merasa Luther tidak bisa dipercaya."Aku hanya ingin mendengar cara yang diusulkanny