"Dokter Ghufran, menjual Klinik Svarga adalah pilihan terbaikmu. Selain itu, nggak akan ada orang yang mau membeli Klinik Svarga lagi selain kami," bujuk Julia dengan lembut.Seluruh wilayah Kota Narata ini dikuasai oleh Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman. Tanpa persetujuan mereka, tidak ada orang yang berani mengambil alih Klinik Svarga."Nggak jual! Mati pun aku nggak akan menjualnya! Kalian jangan bermimpi bisa merebut Klinik Svarga dariku!" teriak Ghufran dengan marah. Dia sudah mengelola Klinik Svarga sepanjang hidupnya dan sudah mengorbankan banyak tenaga sehingga Klinik Svarga bisa seperti saat ini. Bagaimana mungkin dia rela menjual klinik itu dengan harga murah? Apalagi, dia harus menjual kepada orang-orang yang berniat buruk seperti mereka. Dia bahkan bisa membayangkan begitu Klinik Svarga jatuh ke tangan mereka, klinik ini pasti hanya akan menjadi mesin pencetak uang dan reputasinya akan hancur sepenuhnya.Yudas tersenyum dingin. "Nggak jual? Dokter Ghufran, kamu sebaikny
"Enam puluh miliar?" Begitu mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka mengangkat kepala dan melihat orang yang mengatakan itu adalah Luther."Anak Muda, apa yang kamu katakan tadi?" Yudas memiringkan kepalanya, curiga dia salah dengar.Julia juga mengernyitkan alisnya dan ekspresinya terlihat sangat tidak senang.Luther berkata dengan serius, "Dokter Ghufran, aku bersedia membayarmu 60 miliar untuk membeli Klinik Svarga. Aku juga jamin Klinik Svarga akan dibangun kembali sesuai dengan keadaan sebelumnya dan kamu tetap menjadi dokter utama Klinik Svarga yang bertanggung jawab atas semua urusan di klinik."Mendengar perkataan itu, Ghufran langsung tertegun. Dia tentu saja mengerti apa maksud dari perkataan Luther ini. Membangun kembali sesuai keadaan sebelumnya dan kekuasaannya tidak berubah, berarti dia bisa terus mengelola Klinik Svarga dan melakukan amal baik. Yang berbeda adalah dia tidak ada hubungannya lagi dengan berapa banyak penghasilan Klinik Svarga kelak. D
Luther menggeleng sambil tertawa. Dia tidak menjelaskan lebih jauh lagi, melainkan hanya mengeluarkan sebuah kartu bank berwarna merah. Di depan kartu itu terukir seekor naga berwarna emas yang sangat berwibawa. Di belakangnya terukir kata berwarna emas, "Sultan"."Ini adalah Kartu Sultan dari Bank Lontern. Hanya orang yang memiliki aset di atas triliunan yang berhak memilikinya. Hanya dengan sebuah kartu ini, aku bisa mengambil uang tunai 100 miliar dari bank mana pun di Negara Draco ini. Jadi menurut kalian, aku sanggup beli Klinik Svarga nggak? Bisa keluarin 60 miliar nggak?"Luther menunjukkan kartu berwarna merah di tangannya di hadapan semua orang dengan ekspresi menghina."Apa? Kartu Sultan Bank Lontern?"Melihat kejadian ini, semua orang langsung membelalakkan matanya dengan takjub. Bank Lontern adalah bank terbesar di Negara Draco. Anggotanya terdiri dari beberapa tingkatan yang dari mendasar hingga tertinggi. Dimulai dari member biasa, member emas, member platinum, member tit
"Apa? Dipenjara seumur hidup?" Mendengar hal ini, ekspresi Ghufran yang berada di samping langsung berubah drastis dan berkeringat dingin. Dia juga meragukan keabsahan Kartu Sultan milik Luther. Jadi saat mendengar ancaman Julia, dia langsung terperangah. Ghufran tidak ingin membuat Luther terlibat masalah karena dirinya."Luther, cepat simpan kartunya. Kalau nggak, nanti masalahnya jadi repot!" ujar Ghufran sambil menarik lengan baju Luther dan berkata dengan suara pelan. Asalkan bisa menghancurkan kartu palsu ini, mungkin mereka akan bisa lolos dari bahaya."Luther! Besar sekali nyalimu! Kamu bahkan berani memalsukan Kartu Sultan. Sepertinya kamu memang sudah bosan hidup!" seru Yudas dengan tatapan yang tak bersahabat."Luther, sekarang kuberi satu kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Asalkan kamu mengaku bersalah, lalu menghancurkan kartu ini dan pergi dari sini, aku akan menganggap nggak pernah terjadi apa pun," kata Julia sambil sedikit mendongak dengan sombong."Kenapa aku harus
"Julia, jangan terlalu memandang tinggi diri sendiri. Aku nggak butuh kesempatan darimu," ucap Luther dengan dingin. Sejak Julia memanfaatkan dirinya, sejak Giotto dan Flanna membalas air susu dengan air tuba, kedua belah pihak memang sudah bermusuhan."Oke. Karena kamu begitu keras kepala, aku nggak akan peduli pada hubungan kita yang sebelumnya lagi," ujar Julia dengan ekspresi masam."Kalimat ini untukmu juga. Kalau Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman masih memiliki niat jahat, kalian tanggung sendiri akibatnya nanti!" ejek Luther."Dasar nggak tahu diri!" Julia mendengus, lalu berbalik dan pergi. Ketika hendak naik mobil, dia tiba-tiba teringat pada sesuatu sehingga menghentikan langkah kakinya dan menoleh sambil tersenyum sinis.Julia menambahkan, "Oh, aku lupa memberitahumu sesuatu. Mulai hari ini, Keluarga Suratman dan Keluarga Ghanim akan bekerja sama untuk memproduksi Salep Halimun. Aku yakin, Salep Halimun akan menjadi terkenal dalam waktu singkat. Kemudian, Keluarga Ghanim
"Luther, kamu nggak seharusnya segegabah itu tadi. Kamu sudah menyinggung Keluarga Suratman dan Keluarga Ghanim. Takutnya, kamu akan dipersulit mereka di Kota Narata," ujar Ghufran sembari menghela napas. Jelas, dia sangat mencemaskan Luther."Dokter, tenang saja. Aku punya penyokong, mereka nggak mungkin bisa menyerangku semudah itu," timpal Luther yang tersenyum tipis."Penyokong? Siapa?" Ghufran seketika dipenuhi antusiasme. Ternyata, Luther berani menantang kedua keluarga kaya itu karena memiliki penyokong? Benar juga, kalau Luther tidak memiliki latar belakang apa-apa, mana mungkin dia berani selancang itu!"Ini rahasia, kamu akan tahu sendiri nanti," ujar Luther dengan misterius. Baik itu Keluarga Suratman ataupun Keluarga Ghanim, Luther sama sekali tidak takut pada mereka. Akan tetapi, dia tidak ingin memulai perselisihan besar dan mengungkapkan identitasnya. Hal ini bisa saja membuat kelompok lain mengambil tindakan. Itu sebabnya, Luther akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak
"Nona Berry, aku punya tawaran untukmu. Kujamin kamu bisa menghasilkan banyak uang," ujar Luther."Oh? Tawaran apa itu?" Minat Berry seketika terbangkitkan."Bicara di telepon akan kurang jelas. Kita bertemu di Restoran Sultan sejam lagi," ucap Luther."Oke, kutunggu kamu di sana," sahut Berry.Begitu mengakhiri panggilan, Luther langsung mengemudikan mobilnya ke Restoran Sultan. Ada Jordan yang berjaga di vila sehingga Luther tidak perlu khawatir pada tipu muslihat Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman.Jam 12 siang, di Restoran Sultan. Begitu Luther masuk, seorang staf langsung membawanya ke lantai 2 dan memasuki sebuah ruang privat.Di dalam sana, Berry yang mengenakan terusan merah sedang meminum teh dengan santai. Hari ini, Berry tidak memakai riasan yang terlalu tebal. Dia memegang kipas dan rambut hitamnya diikat. Tubuhnya yang seksi terlihat sangat memikat karena terusan yang pas badan itu. Belum lagi kakinya yang putih dan mulus, membuat orang tak kuasa berfantasi.Meskipun pe
Ketika melihat ekspresi tidak tega Berry, Luther sempat tertegun sesaat. Dia seolah-olah melihat Bianca dari sosok Berry.'Bagaimana kabar Bianca sekarang? Apa dia baik-baik saja? Aku sudah lama nggak menghubunginya, dia nggak akan marah, 'kan?' batin Luther.Begitu tersadar dari lamunannya, Luther segera menarik tangannya dan menolak bantuan Berry. Dia menjelaskan, "Nggak apa-apa, ini hanya luka kecil. Asalkan mengoleskan Salep Halimun, lukaku akan pulih dalam waktu singkat."Selesai mengatakan itu, Luther mengeluarkan Salep Halimun yang telah disiapkannya. Kemudian, dia langsung mengoleskannya.Berbeda dengan Salep Halimun yang berwarna hitam, yang Luther keluarkan kali ini berwarna hijau seperti warna giok. Salep ini telah dikembangkan oleh Luther. Bukan hanya tidak punya efek samping, tetapi khasiatnya juga jauh lebih hebat."Tampan, kalaupun mau menguji obat, kamu nggak seharusnya sekejam ini pada diri sendiri. Rasanya pasti sakit sekali," keluh Berry."Dengan cara ini, aku baru b