"Nona Berry, aku punya tawaran untukmu. Kujamin kamu bisa menghasilkan banyak uang," ujar Luther."Oh? Tawaran apa itu?" Minat Berry seketika terbangkitkan."Bicara di telepon akan kurang jelas. Kita bertemu di Restoran Sultan sejam lagi," ucap Luther."Oke, kutunggu kamu di sana," sahut Berry.Begitu mengakhiri panggilan, Luther langsung mengemudikan mobilnya ke Restoran Sultan. Ada Jordan yang berjaga di vila sehingga Luther tidak perlu khawatir pada tipu muslihat Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman.Jam 12 siang, di Restoran Sultan. Begitu Luther masuk, seorang staf langsung membawanya ke lantai 2 dan memasuki sebuah ruang privat.Di dalam sana, Berry yang mengenakan terusan merah sedang meminum teh dengan santai. Hari ini, Berry tidak memakai riasan yang terlalu tebal. Dia memegang kipas dan rambut hitamnya diikat. Tubuhnya yang seksi terlihat sangat memikat karena terusan yang pas badan itu. Belum lagi kakinya yang putih dan mulus, membuat orang tak kuasa berfantasi.Meskipun pe
Ketika melihat ekspresi tidak tega Berry, Luther sempat tertegun sesaat. Dia seolah-olah melihat Bianca dari sosok Berry.'Bagaimana kabar Bianca sekarang? Apa dia baik-baik saja? Aku sudah lama nggak menghubunginya, dia nggak akan marah, 'kan?' batin Luther.Begitu tersadar dari lamunannya, Luther segera menarik tangannya dan menolak bantuan Berry. Dia menjelaskan, "Nggak apa-apa, ini hanya luka kecil. Asalkan mengoleskan Salep Halimun, lukaku akan pulih dalam waktu singkat."Selesai mengatakan itu, Luther mengeluarkan Salep Halimun yang telah disiapkannya. Kemudian, dia langsung mengoleskannya.Berbeda dengan Salep Halimun yang berwarna hitam, yang Luther keluarkan kali ini berwarna hijau seperti warna giok. Salep ini telah dikembangkan oleh Luther. Bukan hanya tidak punya efek samping, tetapi khasiatnya juga jauh lebih hebat."Tampan, kalaupun mau menguji obat, kamu nggak seharusnya sekejam ini pada diri sendiri. Rasanya pasti sakit sekali," keluh Berry."Dengan cara ini, aku baru b
"Nona Berry, karena ini kerja sama, aku nggak mungkin membiarkanmu berjuang sendirian. Aku akan menanggung sebagian besar tekanannya, kamu hanya perlu memproduksi salep dan melakukan promosi. Gunakan seluruh koneksi Keluarga Chuwardi untuk membuat salep itu terkenal," ujar Luther dengan serius.Mendengar ini, Berry terdiam sesaat. Meskipun Salep Halimun sangat ajaib, apakah pantas bersaing dan menyinggung Keluarga Suratman serta Keluarga Ghanim?"Tentunya, kalau kamu masih punya keraguan, aku nggak bakal memaksa. Selain itu, anggap salep ini sebagai hadiah dariku," lanjut Luther sambil tersenyum. Dia meletakkan botol salep di tangannya dan mendorongnya ke depan.Kekuasaan Keluarga Chuwardi tidaklah kecil. Di Kota Narata ini, mereka menduduki peringkat ketiga. Yang pertama dan kedua sudah pasti adalah Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman. Jika bersaing dengan kedua keluarga ini sekaligus, Keluarga Chuwardi harus menanggung tekanan besar. Sekarang semua tergantung kepada Berry, apakah d
Setelah kembali ke vila, Luther mengambil ponselnya dan ekspresinya terlihat agak ragu-ragu. Saat membahas kerja sama dengan Berry sebelumnya, dia tiba-tiba teringat pada Bianca dan rasa rindu langsung memenuhi pikirannya hingga tak terkendali. Dia tidak bisa menepis gambaran Bianca dari pikirannya.Luther mendengar kabar dari Jordan bahwa Bianca sudah mengikuti kakeknya dan pindah ke Midyar untuk mengembangkan bisnis. Dia hanya perlu menelepon saja, keduanya sudah bisa segera bertemu. Namun, dia merasa agak khawatir. Midyar berbeda dengan Provinsi Narata, di sini penuh dengan ancaman dan sangat berbahaya. Dia tidak ingin melibatkan Bianca karena apa yang harus dia lakukan sekarang sangat berbahaya."Bagaimana kalau hanya bertemu sebentar untuk mengucapkan salam?" gumam Luther pada dirinya sendiri.Setelah mondar-mandir sejenak di balkon, Luther menarik napas dalam-dalam dan akhirnya menelepon sebuah nomor. Setelah berdering sekitar lima detik, telepon itu akhirnya diangkat dan segera
Di Kota Dalam, masih ada Kota Terlarang yang mewakili kekuasaan tertinggi. Itu adalah tempat suci yang diidamkan semua orang yang ambisius dan juga tempat di mana Luther mencari kebenaran dan keadilan. Namun, tentu saja bukan sekarang.Kota Dalam sangat ramai dan kebetulan saat ini adalah jam pulang kerja. Meskipun Luther berangkat satu jam lebih awal, langit sudah gelap saat dia tiba di tujuan. Tempat di mana Bianca mengadakan pesta perayaan ini disebut Hotel Angkasa. Ini adalah sebuah hotel bintang lima. Tempatnya sangat eksklusif dan dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas hiburan. Pelayanan di hotel itu sangat baik dan memiliki reputasi yang cocok untuk menerima tamu-tamu penting.Saat ini, di dalam aula utama di lantai teratas Hotel Angkasa. Sekelompok pemuda dan pemudi yang berpakaian menarik sedang berkumpul untuk minum bersama dan mengobrol. Pertunjukan nyanyian dan tarian yang spektakuler terus berlanjut di atas panggung dan menghibur para tamu di bawah panggung. Bisa dibil
Alarik berkata dengan ekspresi bangga, "Sarisha, sekarang kamu tahu kehebatannya, 'kan? Asalkan Nona Bianca bersedia turun tangan, apa yang bisa dilakukan Keluarga Suratman?""Benar juga ...." Sarisha terus menganggukkan kepala dan ekspresinya terlihat gembira. Dia sudah memutuskan untuk melakukan apa pun demi menyenangkan Bianca. Dengan begitu, dia bukan hanya bisa melindungi diri, tapi juga bisa berkuasa dan masuk ke kalangan elite Midyar."Oh ya. Kak Alarik, kenapa kamu bisa tahu semua ini?" Sarisha tiba-tiba merasa penasaran."Sejujurnya, pamanku bekerja di pemerintahan sebagai salah satu staf militer di bawah pimpinan Adipati Ezra. Koneksinya luas, jadi aku bisa mendapatkan informasi rahasia ini dengan mudah," kata Alarik sambil mengangkat dagunya dengan ekspresi bangga. Sebenarnya, identitas Bianca sudah tersebar di kalangan elite. Hanya saja, orang biasa tidak mengetahui hal ini."Kak Alarik memang hebat!" kata Sarisha sambil mengacungkan ibu jarinya dan matanya berbinar.Ekspre
"Jangan bercanda. Nona Bianca dikelilingi banyak pengagum dan semuanya adalah tokoh terkenal di industri. Apa yang bisa kulakukan?" kata Alarik sambil menggelengkan kepala. Alarik memang tertarik pada Bianca, tetapi dia juga tahu diri. Statusnya dan Bianca terlalu berbeda jauh."Kak Alarik, nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini bagi orang yang berusaha. Bagaimanapun juga, kamu harus mencobanya, siapa tahu Nona Bianca suka tipe sepertimu," kata Sarisha mulai menyemangati Alarik."Benarkah?" Alarik agak ragu.Sarisha terus mendukung Alarik. "Untuk apa aku membohongimu? Lihatlah dirimu. Tampan, postur tubuhmu tinggi, berwibawa, dan menarik. Selain itu, kamu ahli dalam bidang kedokteran, perhatian, dan punya karakter yang baik. Pria sepertimu sangat langka!""Benarkah?" Alarik mengatur rambutnya, merapikan dasinya, dan langsung menjadi sangat percaya diri. Dia memang merasa dirinya sangat unggul, sempurna, dan berpotensi besar, seharusnya tidak berlebihan jika menikahi cucu Adipati Ezr
"Apa? Wanitamu?" Mendengar perkataan itu, Alarik dan Sarisha tertegun sejenak, lalu saling memandang karena ragu apakah mereka salah dengar. Siapa Bianca ini? Bianca adalah wanita cantik di peringkat ketiga di Peringkat Bidadari, cucu dari Adipati Ezra, dan wanita idaman banyak pria berbakat. Pria miskin ini malah berani mengatakan Bianca adalah wanitanya dengan percaya diri. Mereka berpikir pria ini mungkin sudah gila."Luther, kamu ... serius?" tanya Alarik."Tentu saja," kata Luther dengan tegas."Puft!" Mendengar perkataan itu, Alarik akhirnya tertawa, seolah-olah mendengar lelucon."Luther, kamu masih belum bangun tidur ya? Kamu bilang Nona Bianca adalah wanitamu? Hahaha ...."Setelah mengatakan itu, Alarik langsung tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi yang sangat berlebihan.Sarisha melipat kedua tangannya di depan dada dan berkata dengan meremehkan, "Huh! Benar-benar nggak tahu malu! Kamu nggak becermin? Jangan mengira statusmu berubah hanya dengan mengganti pakaian saja, oran