"Apa? Dipenjara seumur hidup?" Mendengar hal ini, ekspresi Ghufran yang berada di samping langsung berubah drastis dan berkeringat dingin. Dia juga meragukan keabsahan Kartu Sultan milik Luther. Jadi saat mendengar ancaman Julia, dia langsung terperangah. Ghufran tidak ingin membuat Luther terlibat masalah karena dirinya."Luther, cepat simpan kartunya. Kalau nggak, nanti masalahnya jadi repot!" ujar Ghufran sambil menarik lengan baju Luther dan berkata dengan suara pelan. Asalkan bisa menghancurkan kartu palsu ini, mungkin mereka akan bisa lolos dari bahaya."Luther! Besar sekali nyalimu! Kamu bahkan berani memalsukan Kartu Sultan. Sepertinya kamu memang sudah bosan hidup!" seru Yudas dengan tatapan yang tak bersahabat."Luther, sekarang kuberi satu kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Asalkan kamu mengaku bersalah, lalu menghancurkan kartu ini dan pergi dari sini, aku akan menganggap nggak pernah terjadi apa pun," kata Julia sambil sedikit mendongak dengan sombong."Kenapa aku harus
"Julia, jangan terlalu memandang tinggi diri sendiri. Aku nggak butuh kesempatan darimu," ucap Luther dengan dingin. Sejak Julia memanfaatkan dirinya, sejak Giotto dan Flanna membalas air susu dengan air tuba, kedua belah pihak memang sudah bermusuhan."Oke. Karena kamu begitu keras kepala, aku nggak akan peduli pada hubungan kita yang sebelumnya lagi," ujar Julia dengan ekspresi masam."Kalimat ini untukmu juga. Kalau Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman masih memiliki niat jahat, kalian tanggung sendiri akibatnya nanti!" ejek Luther."Dasar nggak tahu diri!" Julia mendengus, lalu berbalik dan pergi. Ketika hendak naik mobil, dia tiba-tiba teringat pada sesuatu sehingga menghentikan langkah kakinya dan menoleh sambil tersenyum sinis.Julia menambahkan, "Oh, aku lupa memberitahumu sesuatu. Mulai hari ini, Keluarga Suratman dan Keluarga Ghanim akan bekerja sama untuk memproduksi Salep Halimun. Aku yakin, Salep Halimun akan menjadi terkenal dalam waktu singkat. Kemudian, Keluarga Ghanim
"Luther, kamu nggak seharusnya segegabah itu tadi. Kamu sudah menyinggung Keluarga Suratman dan Keluarga Ghanim. Takutnya, kamu akan dipersulit mereka di Kota Narata," ujar Ghufran sembari menghela napas. Jelas, dia sangat mencemaskan Luther."Dokter, tenang saja. Aku punya penyokong, mereka nggak mungkin bisa menyerangku semudah itu," timpal Luther yang tersenyum tipis."Penyokong? Siapa?" Ghufran seketika dipenuhi antusiasme. Ternyata, Luther berani menantang kedua keluarga kaya itu karena memiliki penyokong? Benar juga, kalau Luther tidak memiliki latar belakang apa-apa, mana mungkin dia berani selancang itu!"Ini rahasia, kamu akan tahu sendiri nanti," ujar Luther dengan misterius. Baik itu Keluarga Suratman ataupun Keluarga Ghanim, Luther sama sekali tidak takut pada mereka. Akan tetapi, dia tidak ingin memulai perselisihan besar dan mengungkapkan identitasnya. Hal ini bisa saja membuat kelompok lain mengambil tindakan. Itu sebabnya, Luther akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak
"Nona Berry, aku punya tawaran untukmu. Kujamin kamu bisa menghasilkan banyak uang," ujar Luther."Oh? Tawaran apa itu?" Minat Berry seketika terbangkitkan."Bicara di telepon akan kurang jelas. Kita bertemu di Restoran Sultan sejam lagi," ucap Luther."Oke, kutunggu kamu di sana," sahut Berry.Begitu mengakhiri panggilan, Luther langsung mengemudikan mobilnya ke Restoran Sultan. Ada Jordan yang berjaga di vila sehingga Luther tidak perlu khawatir pada tipu muslihat Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman.Jam 12 siang, di Restoran Sultan. Begitu Luther masuk, seorang staf langsung membawanya ke lantai 2 dan memasuki sebuah ruang privat.Di dalam sana, Berry yang mengenakan terusan merah sedang meminum teh dengan santai. Hari ini, Berry tidak memakai riasan yang terlalu tebal. Dia memegang kipas dan rambut hitamnya diikat. Tubuhnya yang seksi terlihat sangat memikat karena terusan yang pas badan itu. Belum lagi kakinya yang putih dan mulus, membuat orang tak kuasa berfantasi.Meskipun pe
Ketika melihat ekspresi tidak tega Berry, Luther sempat tertegun sesaat. Dia seolah-olah melihat Bianca dari sosok Berry.'Bagaimana kabar Bianca sekarang? Apa dia baik-baik saja? Aku sudah lama nggak menghubunginya, dia nggak akan marah, 'kan?' batin Luther.Begitu tersadar dari lamunannya, Luther segera menarik tangannya dan menolak bantuan Berry. Dia menjelaskan, "Nggak apa-apa, ini hanya luka kecil. Asalkan mengoleskan Salep Halimun, lukaku akan pulih dalam waktu singkat."Selesai mengatakan itu, Luther mengeluarkan Salep Halimun yang telah disiapkannya. Kemudian, dia langsung mengoleskannya.Berbeda dengan Salep Halimun yang berwarna hitam, yang Luther keluarkan kali ini berwarna hijau seperti warna giok. Salep ini telah dikembangkan oleh Luther. Bukan hanya tidak punya efek samping, tetapi khasiatnya juga jauh lebih hebat."Tampan, kalaupun mau menguji obat, kamu nggak seharusnya sekejam ini pada diri sendiri. Rasanya pasti sakit sekali," keluh Berry."Dengan cara ini, aku baru b
"Nona Berry, karena ini kerja sama, aku nggak mungkin membiarkanmu berjuang sendirian. Aku akan menanggung sebagian besar tekanannya, kamu hanya perlu memproduksi salep dan melakukan promosi. Gunakan seluruh koneksi Keluarga Chuwardi untuk membuat salep itu terkenal," ujar Luther dengan serius.Mendengar ini, Berry terdiam sesaat. Meskipun Salep Halimun sangat ajaib, apakah pantas bersaing dan menyinggung Keluarga Suratman serta Keluarga Ghanim?"Tentunya, kalau kamu masih punya keraguan, aku nggak bakal memaksa. Selain itu, anggap salep ini sebagai hadiah dariku," lanjut Luther sambil tersenyum. Dia meletakkan botol salep di tangannya dan mendorongnya ke depan.Kekuasaan Keluarga Chuwardi tidaklah kecil. Di Kota Narata ini, mereka menduduki peringkat ketiga. Yang pertama dan kedua sudah pasti adalah Keluarga Ghanim dan Keluarga Suratman. Jika bersaing dengan kedua keluarga ini sekaligus, Keluarga Chuwardi harus menanggung tekanan besar. Sekarang semua tergantung kepada Berry, apakah d
Setelah kembali ke vila, Luther mengambil ponselnya dan ekspresinya terlihat agak ragu-ragu. Saat membahas kerja sama dengan Berry sebelumnya, dia tiba-tiba teringat pada Bianca dan rasa rindu langsung memenuhi pikirannya hingga tak terkendali. Dia tidak bisa menepis gambaran Bianca dari pikirannya.Luther mendengar kabar dari Jordan bahwa Bianca sudah mengikuti kakeknya dan pindah ke Midyar untuk mengembangkan bisnis. Dia hanya perlu menelepon saja, keduanya sudah bisa segera bertemu. Namun, dia merasa agak khawatir. Midyar berbeda dengan Provinsi Narata, di sini penuh dengan ancaman dan sangat berbahaya. Dia tidak ingin melibatkan Bianca karena apa yang harus dia lakukan sekarang sangat berbahaya."Bagaimana kalau hanya bertemu sebentar untuk mengucapkan salam?" gumam Luther pada dirinya sendiri.Setelah mondar-mandir sejenak di balkon, Luther menarik napas dalam-dalam dan akhirnya menelepon sebuah nomor. Setelah berdering sekitar lima detik, telepon itu akhirnya diangkat dan segera
Di Kota Dalam, masih ada Kota Terlarang yang mewakili kekuasaan tertinggi. Itu adalah tempat suci yang diidamkan semua orang yang ambisius dan juga tempat di mana Luther mencari kebenaran dan keadilan. Namun, tentu saja bukan sekarang.Kota Dalam sangat ramai dan kebetulan saat ini adalah jam pulang kerja. Meskipun Luther berangkat satu jam lebih awal, langit sudah gelap saat dia tiba di tujuan. Tempat di mana Bianca mengadakan pesta perayaan ini disebut Hotel Angkasa. Ini adalah sebuah hotel bintang lima. Tempatnya sangat eksklusif dan dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas hiburan. Pelayanan di hotel itu sangat baik dan memiliki reputasi yang cocok untuk menerima tamu-tamu penting.Saat ini, di dalam aula utama di lantai teratas Hotel Angkasa. Sekelompok pemuda dan pemudi yang berpakaian menarik sedang berkumpul untuk minum bersama dan mengobrol. Pertunjukan nyanyian dan tarian yang spektakuler terus berlanjut di atas panggung dan menghibur para tamu di bawah panggung. Bisa dibil