"Para tamu sekalian, selamat sore." Setelah pesta budaya dimulai, seorang pria paruh baya yang gemuk dan putih naik ke atas panggung sambil tersenyum. Kemudian, dia memberi hormat kepada para tamu di bawah panggung. Pria itu sangat sopan dan tidak ada kelalaian sedikit pun.Pria gemuk itu berkata sambil tersenyum, "Namaku Chandra, penjaga restoran ini. Terima kasih kepada semuanya yang telah mengunjungi Restoran Sultan. Malam ini, kita kembali mengadakan pesta budaya yang diadakan selama tiga bulan sekali. Bos kami sengaja memilih sebuah barang berharga dari gudang harta karun sebagai hadiah malam ini supaya semua orang bersemangat. Tentu saja, tujuan kami adalah membangun persahabatan melalui budaya, bukan bersaing menang dan kalah. Hanya berbagi keindahan budaya.""Pak Chandra, harta karun apa yang disiapkan bos kalian? Tunjukkan pada kami!" sahut seorang pria tiba-tiba."Benar! Kami sengaja datang ke sini untuk acara ini. Jangan buat kami kecewa," seru beberapa orang secara bersamaa
Setelah mengetahui asal-usul lukisan itu, seluruh ruangan itu menjadi gempar. Orang-orang yang hadir malam itu memiliki minat dalam hal seni dan tokoh legendaris seperti Master Doris juga sangat dihormati.Puisi dan lukisan adalah dua kategori seni yang berbeda. Bisa menguasai salah satu saja sudah tidak mudah. Jadi tentunya, orang yang bisa menguasai keduanya sangatlah langka. Bagi mereka, sosok seperti Master Doris yang ahli dalam puisi dan lukisan ini sungguh merupakan tokoh yang luar biasa.Yang lebih menarik lagi, Master Doris memiliki kepribadian yang unik. Dia tidak tertarik dengan uang, sehingga dia juga jarang sekali menghasilkan karya. Oleh karena itu, setiap kali karyanya diluncurkan, benda itu akan dilelang dengan harga tinggi dan dianggap sebagai harta berharga. Banyak pejabat dan bangsawan yang suka dengan seni akan merasa bangga jika memiliki salah satu karya asli dari Master Doris. Tentu saja orang-orang di restoran itu merasa luar biasa karena sekarang mereka bisa meli
"Menebak teka-teki?" Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka saling memandang dengan ekspresi yang agak bingung. Pasalnya, pertandingan dalam acara ini sebelumnya selalu berupa puisi, keterampilan musik, catur, dan melukis. Kenapa hari ini malah menebak teka-teki?Banyak pejabat dan bangsawan sudah sengaja menghabiskan banyak uang untuk mengundang ahli puisi dan tokoh sastra untuk membantu mereka. Sekarang, pertandingannya bukan tentang puisi ataupun melukis, malah tiba-tiba menjadi menebak teka-teki. Bukankah semua persiapan mereka sebelumnya jadi sia-sia?"Pak Chandra, kenapa nggak bertanding puisi malah tiba-tiba menebak teka-teki? Bukankah ini sama saja kamu sengaja mempersulit kita?" protes salah satu peserta."Tuan salah paham. Pertanyaan yang diajukan bos kami ini dipilih secara acak dan nggak berniat mempersulit. Mohon dimaklumi," kata Chandra sambil sedikit menganggukkan kepalanya."Sudahlah, jangan omong kosong lagi. Menebak teka-teki saja, apa susahnya?
Sarisha berkata dengan penuh percaya diri, "Kata itu adalah pucat! Bulan mewakili cahaya dan pohon tinggi mewakili jarak yang jauh. Maksudnya sebuah cahaya yang dilihat dari kejauhan dan nggak jelas warnanya, jadi terlihat pucat.""Pucat? Kamu yakin?" tanya Alarik."Tentu saja! Teka-teki semudah itu nggak mungkin bisa mempersulitku. Asalkan menggunakan otakku, aku bisa menebaknya dengan mudah," kata Sarisha dengan yakin."Sarisha memang hebat. Bisa menebak teka-teki ini dengan cepat, memang wanita berbakat yang diakui semua orang!" puji Omar."Benar! Kalau ada Sarisha, kita bukan hanya bisa memenangkan Lukisan Bahari, kita bahkan bisa mendapatkan 200 miliar," kata para murid Klinik Svarga dengan sangat bersemangat."Huh .... Hanya menebak teka-teki saja, sama sekali nggak menantang dan nggak bisa menunjukkan kemampuanku," kata Sarisha dengan ekspresi angkuh.Mendengar perkataan itu, Luther hanya menggeleng dan tersenyum. Dia berpikir wanita ini memang terlalu percaya diri. Teka-tekinya
"Hei! Apa hakmu bilang jawabanku salah? Mana mungkin aku bisa salah menebak teka-teki semudah ini?" protes Sarisha yang tidak bisa menahan dirinya sembari bangkit dari tempat duduknya. Sebagai seorang wanita berbakat, dia memiliki kebanggaannya tersendiri. Sarisha sulit menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa menebak sebuah teka-teki."Nona, tolong tenang. Jawaban teka-teki ini sudah ditentukan sejak awal dan jawaban kalian memang salah," kata Chandra mencoba menjelaskan."Baiklah! Kalau jawabanku salah, segera umumkan jawaban yang benar sekarang. Aku ingin lihat apa masih ada jawaban yang lebih baik daripada jawabanku!" kata Sarisha mendesak Chandra."Nona, para tamu lainnya masih belum menebak, mengumumkan jawabannya sekarang nggak sesuai peraturan. Kalau nggak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini, aku akan mengumumkan hasilnya nanti. Mohon bersabar," kata Chandra dengan tenang."Sarisha, harus bisa legowo kalau salah. Sebagai seorang wanita berbakat, kamu nggak sanggup menerima kek
Setelah tersadar kembali, Alarik menyesali keputusannya dan hampir saja menampar dirinya sendiri. Sialan, seandainya saja tadi dia mendengar saran dari Luther. Sekarang dia bukan hanya gagal menonjolkan kemampuannya, tapi malah mempermalukan dirinya sendiri."Kenapa jawabannya bisa gelap bukan pucat?" gumam Sarisha yang sulit untuk menerima kenyataan."Sarisha si wanita berbakat, gimana? Apa lagi yang mau kamu katakan sekarang?" tanya Berry menantang Sarisha sambil tersenyum.Sarisha kehabisan kata-kata. Dia merasa sangat tidak puas, tetapi kenyataan sudah di depan mata dan dia tidak bisa membantahnya. Setelah mendengar penjelasan tadi, hatinya juga menyadari gelap memang lebih cocok untuk menjadi jawabannya dibandingkan dengan pucat."Selamat kepada Nona Berry yang berhasil menjawab satu pertanyaan."Chandra memberi hormat, lalu berkata sambil tersenyum, "Para tamu sekalian tentu saja jangan berkecil hati, masih ada beberapa pertanyaan selanjutnya. Kalau kalian bisa menjawab semuanya
Sarisha berkata dengan ekspresi dingin, "Huh! Kamu tahu apa? Mana mungkin teka-teki dari Restoran Sultan ini bisa dijelaskan dengan pemahaman biasa? Jangan pikir hanya karena kamu bisa menebak satu pertanyaan tadi, kamu sudah bisa mengajariku. Dilihat dari kemampuan, kamu masih nggak berhak!"Menurut Sarisha, Luther hanya beruntung karena berhasil menebak satu pertanyaan dengan benar. Namun, keberuntungan tidak mungkin selalu berpihak padanya."Benarkah? Sepertinya Nona Sarisha sangat yakin dengan jawabannya sendiri," kata Luther sambil tersenyum.Sarisha berkata sambil mengangkat kepalanya, "Tentu saja! Aku ini berpendidikan dan berbakat. Kalau hanya teka-teki mudah ini saja nggak bisa, mau gimana aku menemui orang nanti?"Mendengar perkataan itu, Luther tertawa. Dia berpikir kepercayaan diri wanita ini memang luar biasa."Luther, bagaimana kalau kamu berbagi pemikiranmu? Kita bisa berdiskusi sama-sama," kata Alarik."Kalau Tuan Alarik bersedia mendengarnya, aku akan menyampaikan sedi
Mendengar perkataan itu, semua orang mulai berbisik-bisik. Beberapa bangsawan yang pura-pura mengerti pun merasa menyesal dan menepuk paha mereka."Hei! Tadi aku mau bilang duka saat berpisah dan suka saat bertemu kembali, nggak disangka sudah direbut orang ini dulu. Benar-benar salah strategi!""Aku juga. Kalau saja aku nggak ragu, mana mungkin anak ini bisa mendapat sorotan seperti ini?""Duka saat berpisah dan suka saat bertemu kembali ini memang sungguh kalimat yang bagus!"Melihat Alarik yang penuh percaya diri dan berbicara dengan lancar, banyak orang yang percaya jawaban itu memang benar."Pak Chandra, bagaimana? Apa tebakanku benar?" kata Alarik sambil tersenyum dan penuh percaya diri."Ini .... Maaf, tebakan Anda salah lagi," kata Chandra dengan sopan.Mendengar perkataan itu, senyuman di wajah Alarik langsung menjadi kaku. "Apa? Salah lagi? Pak Chandra, kamu nggak bercanda, 'kan?""Bagaimana mungkin saya bercanda dengan hal seperti ini? Jawaban Anda memang salah," kata Chandr