"Nona Berry sudah menang dua pertanyaan berturut-turut. Kalau terus begiini, Klinik Svarga bisa dalam bahaya!"Ghufran mengernyitkan alisnya dengan erat dan ekspresinya menjadi serius. Jika tahu hasilnya akan seperti ini, dia tidak akan menyetujui taruhan ini. Jika kalah, hasil kerja kerasnya seumur hidupnya akan menjadi sia-sia."Nona Berry ini jelas sudah melakukan persiapan, kita pasti sudah dijebak.""Wanita ini benar-benar licik!"Beberapa murid dari Klinik Svarga mengomel dengan sangat kesal, tetapi mereka tidak berdaya. Sekarang semua sudah dimulai, mereka tetap harus mengikutinya. Taruhan yang sudah ditetapkan di depan umum tidak bisa diubah, mereka hanya bisa mencari kesempatan untuk menang kembali.Terdengar suara Berry yang menyindir, "Sarisha, kalian kalah lagi. Kalau kalah beberapa pertanyaan lagi, berarti Klinik Svarga kalian akan menjadi milikku.""Huh! Jangan terlalu cepat senang, semuanya baru dimulai!" teriak Sarisha dengan nada muram. Dia sudah mencari tahu bahwa per
Mendengar perkataan itu, Sarisha langsung merasa kesal. "Kak Alarik, apa maksud perkataanmu? Siapa dia sampai dibandingkan denganku? Kamu rela memercayai orang luar daripada aku?"Alarik langsung menoleh dan berteriak, "Tutup mulutmu! Sebelumnya aku sudah percaya padamu dua kali, tapi dua-duanya salah. Bagaimana aku bisa percaya lagi?""Aku ...." Sarisha langsung terdiam dan wajahnya memerah. Di pikirannya, Alarik adalah seorang kakak yang selalu memperlakukannya dengan baik dan tidak pernah kasar seperti ini terhadapnya. Kenapa hari ini Alarik malah bersikap seperti ini?"Sarisha, ini bukan main-main, kamu sudah taruhan dengan Berry. Kalau kalah, taruhannya adalah seluruh Klinik Svarga!"Alarik menurunkan nadanya dan menasihati dengan sungguh-sungguh, "Lagi pula, kamu hanya mahir dalam musik, catur, melukis, dan puisi, nggak pernah mencoba menebak teka-teki. Lebih baik kamu biarkan Luther untuk mencobanya."Baik Klinik Svarga ataupun Lukisan Bahari, Alarik bertekad untuk memenangkan k
"Brak!" Melihat Alarik membanting kertas di mejanya, Chandra pun tercengang. Tebersit kekagetan di matanya. Dia tidak menyangka bahwa Alarik bisa menjawab.Soal ketiga jauh lebih sulit dari dua soal sebelumnya. Kata "kulacino" sangat jarang diketahui orang, apalagi menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan kata ini sebagai teka-teki tentunya adalah tingkat kesulitan yang cukup tinggi.Saat mendapat soal ini tadi, dia mengira tidak akan ada yang bisa menjawabnya dan berencana untuk mengumumkan jawabannya. Tak disangka Alarik yang tidak terlalu terpelajar malah bisa menebak jawabannya. Hal ini memang cukup mengejutkan orang. Tampaknya, Alarik punya seseorang di belakangnya yang mengajarinya."Kenapa masih bengong saja? Cepat beri aku kepastian, apakah jawabanku itu benar?" desak Alarik. Tadinya dia cukup percaya diri, tapi malah jadi gugup setelah melihat ekspresi Chandra yang tampak aneh."Tuan Alarik, kusarankan sebaiknya kamu jangan melawan lagi. Dilihat dari wajah Pak Ch
Bagi Sarisha, Luther hanya kebetulan bisa menebak jawabannya dengan benar. Mungkin juga dia sudah melihat soalnya sebelumnya sehingga bisa menjawab dengan cepat."Luther, teka-teki selanjutnya harus bergantung padamu. Setelah semuanya selesai, aku akan memberimu imbalan besar!" ujar Alarik sambil memberi hormat pada Luther."Demi Dokter Ghufran, aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Luther sambil menguap. Jika bukan karena ingin mempertahankan Klinik Svarga, dia bahkan enggan mencampuri urusan seperti ini."Sarisha, nggak kusangka masih ada orang pintar di antara kalian." Suara Berry kembali terdengar, "Tapi kamu nggak usah senang dulu. Sekarang ini kami masih memimpin. Tujuh soal selanjutnya inilah yang menentukan pemenangnya.""Huh! Siapa takut!" balas Sarisha sambil mendongakkan kepalanya tanpa merasa takut."Pak Chandra, silakan beri pertanyaan lagi!" desak Berry.Chandra mengangguk, lalu mengambil kartu keempat dari kotak. "Dengarkan soal keempat. Terbang di langit, tetapi tida
Pada saat ini, semua orang dikagetkan oleh kecepatan Luther menjawab pertanyaan. Saking cepatnya, semua orang bahkan tidak sempat bereaksi. Semua orang jadi kehilangan semangat untuk bersaing. Situasi yang seharusnya menjadi kompetisi orang banyak, sekarang malah jadi seperti pertunjukan Luther seorang diri. Bahkan Chandra yang memberi pertanyaan pun sampai bermandikan keringat.Soal pertanyaan ini diundi secara acak dan temanya berbeda-beda. Bahkan dengan meneliti secara cermat pun belum tentu bisa menjawab secepat dan akurat itu. Jika bukan karena keamanan di Restoran Sultan dijaga ketat, mereka bahkan curiga apakah Luther sudah melihat pertanyaannya dan menghafalnya sebelumnya."Pertanyaan ... terakhir."Chandra menelan ludah, lalu membacakan pertanyaan sesuai dengan yang tertulis di atas kartu. "Terkadang berwarna kekuningan ataupun hitam, tapi lebih sering berwarna putih, bisa berubah bentuk. Bergerak ribuan mil tidak pernah berhenti, tapi langsung hilang kalau tertiup angin ...."
"Luther.""Tuan Luther, selamat Anda memenangkan hadiah utama." Chandra memegang kotak yang berisikan Lukisan Bahari, lalu berjalan dengan hormat ke hadapan Luther. "Aku mewakili Restoran Sultan menyerahkan Lukisan Bahari yang berharga ini kepada Tuan Luther.""Kuperiksa dulu barangnya." Alarik menerima kotak itu dan membukanya. Dia langsung berseru, "Benar-benar harta berharga!"Setelah memastikan tidak ada kesalahan, Alarik justru merasa kesulitan. Harta ini dimenangkan oleh Luther, dia akan dikritik orang jika mengambil hadiah ini langsung tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Cara paling bagus adalah membiarkan Luther menyerahkannya dengan sukarela. Dia bisa mengikuti arus untuk mendapatkan hadiah ini, juga bisa memenangkan reputasi. Ini benar-benar cara yang sempurna!"Luther, meskipun aku sudah lama mendambakan dan sangat menginginkan Lukisan Bahari ini, bagaimanapun, kamu yang memenangkannya dengan kemampuanmu sendiri. Aku nggak bisa merebut benda orang lain."Sambil berbicara, Al
"Kamu ... apa katamu?!" Sarisha kesal bukan main. Emosinya langsung meledak."Memangnya yang kubilang itu salah? Kalau bukan karena kakak tampan ini yang membantu kalian, kamu bahkan bisa bangkrut. Masih saja terus mengoceh di sini, nggak etis sama sekali." Berry memeluk kedua tangannya sambil mencibir. Setelah itu, dia mengedipkan mata ke arah Luther. "Benar nggak, Tampan?"Nada bicaranya terdengar sangat manja dan mesra."Ternyata kalian sekongkol!" Sarisha melihat keduanya, seolah-olah tiba-tiba sadar. "Pantas saja kalian terus mengedipkan mata, ternyata kalian sekongkol!""Bodoh!" Berry memutar bola matanya dengan tak berdaya. Dia membatin, 'Otak wanita ini isinya sampah ya? Nggak mikir dulu sebelum bicara? Dasar tolol!'"Sudahlah, Dik. Lukisan Bahari ini memang dimenangkan Luther, kita nggak boleh merebut milik orang lain. Dia yang memutuskan sendiri mau bagaimana mengurusnya. Kita nggak bisa menentukannya," balas Alarik sambil menepuk pundak Sarisha.Ekspresinya memang terlihat t
Berry akhirnya berbicara ke intinya, "Tampan, kulihat kamu sangat berbakat, bagaimana kalau menjadi tamu Keluarga Chuwardi? Dengan perlindungan Keluarga Chuwardi, nggak akan ada yang berani mengusikmu, kecuali dua keluarga terbesar itu.""Nona Berry, kamu bukan hanya mengincar Lukisan Bahari, 'kan?" tanya Luther yang mencoba untuk mencari tahu."Mengincar Lukisan Bahari?" sahut Berry sambil tersenyum. "Lukisan itu memang berharga, tapi aku nggak kekurangan uang. Bagiku, lukisan itu nggak cukup bernilai.""Jadi, kenapa kamu membantuku?" tanya Luther dengan penasaran."Aku nggak kekurangan uang, tapi aku kekurangan orang," timpal Berry sambil menjulurkan tangan untuk menyentuh dada Luther. Dia meneruskan dengan antusias, "Kamu terlihat kurus, tapi ternyata begitu kekar. Aku memang nggak salah menilai. Apa kamu tertarik menjadi pacarku yang ke-108?""Hm?" Luther mengernyit dan tanpa sadar mundur dua langkah. Dia mengira wanita ini mengincar Lukisan Bahari, tetapi ternyata mengincar diriny