"Brak!" Melihat Alarik membanting kertas di mejanya, Chandra pun tercengang. Tebersit kekagetan di matanya. Dia tidak menyangka bahwa Alarik bisa menjawab.Soal ketiga jauh lebih sulit dari dua soal sebelumnya. Kata "kulacino" sangat jarang diketahui orang, apalagi menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan kata ini sebagai teka-teki tentunya adalah tingkat kesulitan yang cukup tinggi.Saat mendapat soal ini tadi, dia mengira tidak akan ada yang bisa menjawabnya dan berencana untuk mengumumkan jawabannya. Tak disangka Alarik yang tidak terlalu terpelajar malah bisa menebak jawabannya. Hal ini memang cukup mengejutkan orang. Tampaknya, Alarik punya seseorang di belakangnya yang mengajarinya."Kenapa masih bengong saja? Cepat beri aku kepastian, apakah jawabanku itu benar?" desak Alarik. Tadinya dia cukup percaya diri, tapi malah jadi gugup setelah melihat ekspresi Chandra yang tampak aneh."Tuan Alarik, kusarankan sebaiknya kamu jangan melawan lagi. Dilihat dari wajah Pak Ch
Bagi Sarisha, Luther hanya kebetulan bisa menebak jawabannya dengan benar. Mungkin juga dia sudah melihat soalnya sebelumnya sehingga bisa menjawab dengan cepat."Luther, teka-teki selanjutnya harus bergantung padamu. Setelah semuanya selesai, aku akan memberimu imbalan besar!" ujar Alarik sambil memberi hormat pada Luther."Demi Dokter Ghufran, aku akan berusaha sebaik mungkin," jawab Luther sambil menguap. Jika bukan karena ingin mempertahankan Klinik Svarga, dia bahkan enggan mencampuri urusan seperti ini."Sarisha, nggak kusangka masih ada orang pintar di antara kalian." Suara Berry kembali terdengar, "Tapi kamu nggak usah senang dulu. Sekarang ini kami masih memimpin. Tujuh soal selanjutnya inilah yang menentukan pemenangnya.""Huh! Siapa takut!" balas Sarisha sambil mendongakkan kepalanya tanpa merasa takut."Pak Chandra, silakan beri pertanyaan lagi!" desak Berry.Chandra mengangguk, lalu mengambil kartu keempat dari kotak. "Dengarkan soal keempat. Terbang di langit, tetapi tida
Pada saat ini, semua orang dikagetkan oleh kecepatan Luther menjawab pertanyaan. Saking cepatnya, semua orang bahkan tidak sempat bereaksi. Semua orang jadi kehilangan semangat untuk bersaing. Situasi yang seharusnya menjadi kompetisi orang banyak, sekarang malah jadi seperti pertunjukan Luther seorang diri. Bahkan Chandra yang memberi pertanyaan pun sampai bermandikan keringat.Soal pertanyaan ini diundi secara acak dan temanya berbeda-beda. Bahkan dengan meneliti secara cermat pun belum tentu bisa menjawab secepat dan akurat itu. Jika bukan karena keamanan di Restoran Sultan dijaga ketat, mereka bahkan curiga apakah Luther sudah melihat pertanyaannya dan menghafalnya sebelumnya."Pertanyaan ... terakhir."Chandra menelan ludah, lalu membacakan pertanyaan sesuai dengan yang tertulis di atas kartu. "Terkadang berwarna kekuningan ataupun hitam, tapi lebih sering berwarna putih, bisa berubah bentuk. Bergerak ribuan mil tidak pernah berhenti, tapi langsung hilang kalau tertiup angin ...."
"Luther.""Tuan Luther, selamat Anda memenangkan hadiah utama." Chandra memegang kotak yang berisikan Lukisan Bahari, lalu berjalan dengan hormat ke hadapan Luther. "Aku mewakili Restoran Sultan menyerahkan Lukisan Bahari yang berharga ini kepada Tuan Luther.""Kuperiksa dulu barangnya." Alarik menerima kotak itu dan membukanya. Dia langsung berseru, "Benar-benar harta berharga!"Setelah memastikan tidak ada kesalahan, Alarik justru merasa kesulitan. Harta ini dimenangkan oleh Luther, dia akan dikritik orang jika mengambil hadiah ini langsung tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Cara paling bagus adalah membiarkan Luther menyerahkannya dengan sukarela. Dia bisa mengikuti arus untuk mendapatkan hadiah ini, juga bisa memenangkan reputasi. Ini benar-benar cara yang sempurna!"Luther, meskipun aku sudah lama mendambakan dan sangat menginginkan Lukisan Bahari ini, bagaimanapun, kamu yang memenangkannya dengan kemampuanmu sendiri. Aku nggak bisa merebut benda orang lain."Sambil berbicara, Al
"Kamu ... apa katamu?!" Sarisha kesal bukan main. Emosinya langsung meledak."Memangnya yang kubilang itu salah? Kalau bukan karena kakak tampan ini yang membantu kalian, kamu bahkan bisa bangkrut. Masih saja terus mengoceh di sini, nggak etis sama sekali." Berry memeluk kedua tangannya sambil mencibir. Setelah itu, dia mengedipkan mata ke arah Luther. "Benar nggak, Tampan?"Nada bicaranya terdengar sangat manja dan mesra."Ternyata kalian sekongkol!" Sarisha melihat keduanya, seolah-olah tiba-tiba sadar. "Pantas saja kalian terus mengedipkan mata, ternyata kalian sekongkol!""Bodoh!" Berry memutar bola matanya dengan tak berdaya. Dia membatin, 'Otak wanita ini isinya sampah ya? Nggak mikir dulu sebelum bicara? Dasar tolol!'"Sudahlah, Dik. Lukisan Bahari ini memang dimenangkan Luther, kita nggak boleh merebut milik orang lain. Dia yang memutuskan sendiri mau bagaimana mengurusnya. Kita nggak bisa menentukannya," balas Alarik sambil menepuk pundak Sarisha.Ekspresinya memang terlihat t
Berry akhirnya berbicara ke intinya, "Tampan, kulihat kamu sangat berbakat, bagaimana kalau menjadi tamu Keluarga Chuwardi? Dengan perlindungan Keluarga Chuwardi, nggak akan ada yang berani mengusikmu, kecuali dua keluarga terbesar itu.""Nona Berry, kamu bukan hanya mengincar Lukisan Bahari, 'kan?" tanya Luther yang mencoba untuk mencari tahu."Mengincar Lukisan Bahari?" sahut Berry sambil tersenyum. "Lukisan itu memang berharga, tapi aku nggak kekurangan uang. Bagiku, lukisan itu nggak cukup bernilai.""Jadi, kenapa kamu membantuku?" tanya Luther dengan penasaran."Aku nggak kekurangan uang, tapi aku kekurangan orang," timpal Berry sambil menjulurkan tangan untuk menyentuh dada Luther. Dia meneruskan dengan antusias, "Kamu terlihat kurus, tapi ternyata begitu kekar. Aku memang nggak salah menilai. Apa kamu tertarik menjadi pacarku yang ke-108?""Hm?" Luther mengernyit dan tanpa sadar mundur dua langkah. Dia mengira wanita ini mengincar Lukisan Bahari, tetapi ternyata mengincar diriny
Ketika keluar dari Restoran Sultan, Luther sontak merasakan tatapan yang dipenuhi niat jahat. Setelah melirik kiri kanan, dia mendapati bahwa setidaknya ada dua kelompok yang mengincarnya.Sepertinya yang dikatakan Berry memang benar. Lukisan Bahari memang bernilai, tetapi hanya akan menimbulkan kerepotan untuknya.Luther tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi malah diincar karena memiliki harta karun. Jika itu orang biasa, mereka pasti sudah mati. Untung saja, Luther bukan orang biasa."Berani sekali kalian mengincarku, mari kita lihat, apakah kalian punya kemampuan ini atau nggak," ucap Luther yang mendengus dingin. Saat berikutnya, dia berbelok ke jalan terpencil dengan santai.Begitu melihatnya, kedua kelompok itu segera mengikuti. Setelah berjalan sekitar 10 menit, Luther memegang Lukisan Bahari sambil berbelok lagi ke gang terpencil."Ini kesempatan bagus! Ikuti dia!" Belasan pria berpakaian hitam sontak mengangkat golok sambil mengikuti Luther.Begitu masuk dan melihat, semua
Dari sini, bisa dilihat bahwa dalang di baik semua ini telah menganggap remeh Luther. Atau lebih tepatnya, orang itu memang tidak punya kekuatan apa-apa.Luther menepuk-nepuk pakaiannya dan menyimpan kembali kotak tersebut. Ketika dia hendak pergi, sebuah mobil MPV berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depan gang.Begitu pintu terbuka, terlihat sekelompok orang yang berpakaian seperti pesilat dan bertubuh kekar sontak menyerbu ke arah Luther.Semuanya memegang senjata. Mereka mengepung Luther tanpa memberinya kesempatan untuk kabur."Minggir!" Saat ini, seorang pria bertubuh kekar dan menggigit cerutu mendekati Luther dengan angkuh. Pria ini memiliki bekas luka pisau di wajahnya sehingga terlihat begitu beringas. Sekilas saja, sudah tahu dia bukan orang yang mudah untuk diusik."Kamu?" Luther memicingkan mata karena mengenali pria itu. Pria ini tidak lain adalah Draig yang sempat membuat onar di Klinik Svarga."Bocah! Kita bertemu lagi!" seru Draig sembari membusungkan dada dan berkacak