Di Restoran Sultan, ruang privat lantai 2 yang dekat dengan jendela. Berry menggoyangkan gelas anggurnya sambil memandang langit malam. Matanya tampak memancarkan binar unik."Nona ...." Seorang pengawal berjas tiba-tiba menghampiri dan melapor dengan suara rendah, "Ada masalah tadi, kami kehilangan target.""Kehilangan target? Apa maksudmu?" tanya Berry sambil mengangkat alisnya."Target punya kekuatan yang luar biasa, dia menjatuhkan puluhan orang dengan tangan kosong, lalu pergi begitu saja," jawab pengawal itu dengan kepala tertunduk."Oh? Berarti dia petarung hebat?" Berry tersenyum penuh minat. Dia menjadi makin tertarik dengan Luther. "Kukira dia hanya tampan, tapi rupanya hebat juga. Cepat utus orang untuk menyelidiki latar belakangnya. Kalau bukan orang biasa, segera cari cara untuk membuatnya berada di pihak kita.""Baik." Pengawal itu mengiakan, lalu segera pergi."Menarik, menarik sekali, aku sudah lama nggak bertemu orang semenarik ini," ucap Berry sembari tersenyum dan me
"Guru, Kak Luther, ternyata kalian di sini." Saat ini, Alarik dan Sarisha tiba-tiba memasuki ruangan."Huh! Lagi-lagi datang untuk numpang makan," ejek Sarisha sambil mencebik dengan raut wajah penuh kebencian. Dia masih merasa kesal karena masalah kemarin, terutama saat melihat Luther dan Berry."Kak Luther, kudengar kemarin kamu dirampok? Gimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Alarik dengan ekspresi penuh perhatian."Terima kasih banyak, tapi mereka hanya sekelompok semut kecil, sama sekali bukan lawanku," balas Luther. Kemudian, dia mengalihkan topik pembicaraan dengan bertanya, "Omong-omong, gimana kamu bisa tahu aku dirampok?""Eh?" Ekspresi Alarik sontak membeku, tetapi dia segera bersikap normal dan menjawab, "Oh, aku mendapat banyak informasi. Di kota selatan ini, nggak ada yang bisa terlepas dari pandanganku.""Begitu rupanya." Luther tersenyum misterius. Kemarin, dia masih penasaran siapa yang mengincar Lukisan Bahari. Dilihat dari situasi sekarang, sepertinya pelakunya ad
Sejam kemudian, di Kedai Teh Phoenix. Faust duduk di kursi dekat jendela dan menyesap tehnya sambil melihat orang yang berlalu-lalang di jalanan.Total ada belasan meja di kedai teh ini. Hanya saja, kalau dibandingkan keramaian pada hari biasa, suasana di kedai teh hari ini terasa agak suram.Semua tamu menundukkan kepala meminum teh tanpa mengobrol sedikit pun. Saat ini, Draig yang berada di belakang tiba-tiba berkata sambil menunjuk lantai bawah, "Pak Faust, dia sudah sampai."Faust menunduk, melihat Luther melewati orang-orang dan memasuki kedai teh dengan santai. Dia tersenyum mencibir dan berucap, "Huh! Berani sekali dia datang sendirian. Benar-benar nggak takut apa pun!"Faust pun mengangkat cangkir teh dan meneguknya. Tidak berselang lama, terdengar suara langkah kaki yang makin mendekat.Luther naik ke lantai atas dengan mudah. Setelah melirik sekeliling dan melihat Faust serta beberapa orang lainnya, dia langsung duduk."Pak Faust, kita berjumpa lagi," sapa Luther sambil terse
"Pak Faust, sepertinya kamu tulus menginginkan resep Salep Halimun. Begini saja, nggak masalah kalau aku rugi sedikit. Aku hanya mau 20 bahan obat pertama, gimana?" tanya Luther yang tampak sedih."Dua puluh juga nggak bisa!" sahut Faust."Jadi, kamu bisa berapa?" tanya Luther lagi."Satu! Aku hanya bisa memberimu satu!" jawab Faust."Satu? Pak Faust, kamu bercanda, ya? Memangnya begini cara menawar sesuatu?" tanya Luther yang mengernyit."Resep Salep Halimun hanya pantas dibayar dengan salah satu bahan obat di daftar ini. Ini batas toleransiku!" Faust mulai kehilangan kesabarannya. Jika Luther hanya menginginkan uang, Faust bisa membantunya. Namun, sekarang Luther malah meminta begitu banyak, mereka jelas akan rugi."Ya sudah kalau Keluarga Suratman nggak cukup tulus." Luther tidak berbasa-basi lagi. Dia bergegas mengambil kembali resep itu, lalu bersiap-siap untuk pergi."Berhenti! Bocah, apa aku menyuruhmu pergi?" tanya Faust yang menggebrak meja."Kenapa? Kamu ingin minum teh bersa
"Gimana? Kamu terkejut, 'kan? Aku melihatmu di jalanan tadi dan merasa sangat familier. Aku pun nggak nyangka itu benar-benar kamu. Aku nggak sempat berterima kasih padamu waktu itu, kali ini aku akan mentraktirmu makan," ujar Julia."Sama-sama, Nona. Itu hanya bantuan kecil," sahut Luther sambil mengangguk ringan."Nona ... ka ... kamu kenal bocah ini?" tanya Faust dengan hati-hati.Plak! Julia melayangkan tamparan lagi dan memaki, "Dasar bodoh! Dokter ini pernah menolongku, kamu berani menyerangnya? Percaya atau nggak, aku bisa saja mengebirimu!""Pernah menolongmu?" Faust makin ketakutan saat mendengarnya. Sekujur tubuhnya sampai lemas. Dia mengira Luther tidak memiliki latar belakang apa pun, paling-paling hanya menguasai sedikit ilmu bela diri.Tanpa diduga, ternyata Luther memiliki hubungan dengan Keluarga Ghanim. Rencana Faust pun gagal hari ini."Kenapa diam saja? Cepat minta maaf! Kalau nggak, aku akan memberimu pelajaran," jelas Julia yang memelotot.Plop! Faust segera berlut
"Nona, apa ada yang bisa kubantu?" tanya Egon yang buru-buru berlari menghampiri sembari tersenyum."Aku mau tanya, kita punya Ginseng Naga, 'kan?" tanya Julia balik."Ada, di gudang," jawab Egon dengan jujur."Oke, ambilkan untukku," perintah Julia."Nona, kenapa kamu mau ginseng itu?" tanya Egon yang mencoba mencari tahu."Ngapain kamu banyak tanya? Tentu saja aku butuh!" jawab Julia dengan tidak sabar."Nona, jujur saja, ginseng itu disimpan oleh Tuan Tua. Kita nggak boleh mengambil tanpa izin," jelas Egon."Ambilkan dulu, nanti baru kujelaskan kepada Kakek," ujar Julia."Tapi ... begini sepertinya kurang tepat." Egon merasa serbasalah."Hei! Kamu mau membantah perintahku? Ambil saja! Jangan bertele-tele! Cepat!" ucap Julia yang membelalakkan mata. Kemudian, dia sontak melayangkan tendangan ke bokong Egon."Baiklah, Nona tunggu sebentar." Egon tidak berdaya sehingga hanya bisa buru-buru mengambilnya."Dokter Muda, kamu duduk saja dulu dan minum teh. Ginsengnya akan segera datang," u
Barang yang diambil oleh Egon adalah emas batangan. Cahaya matahari yang menyinari membuat emas itu menjadi makin cemerlang."Luther, ini niat baik dari Keluarga Ghanim, juga imbalan karena kamu sudah menolong Julia," ucap Flanna dengan nada datar sambil melirik emas batangan itu."Ibu, apa maksudmu?" tanya Julia sambil memanyunkan bibir dengan jengkel."Keluarga Ghanim nggak pernah berutang budi. Karena Luther sudah menyelamatkanmu, aku pun membalasnya dengan emas batangan ini. Nggak ada yang salah, 'kan?" tanya Flanna dengan dingin."Bibi, aku menolong orang bukan demi uang," ujar Luther sambil menggeleng."Kenapa? Kamu merasa terlalu sedikit?" Tanpa berbasa-basi, Flanna segera memberi isyarat tangan dan memerintahkan, "Egon, ambilkan sekotak lagi.""Baik." Egon mengiakan dan hendak meninggalkan tempatnya."Ibu!" Julia akhirnya tidak tahan lagi. "Nggak semua barang bisa dinilai dengan uang. Yang temanku butuhkan adalah Ginseng Naga, obat spiritual untuk menyelamatkan nyawa orang, buk
"Teratai Es dan Sumsum Giok," jawab Luther.Kemampuan Keluarga Ghanim jelas lebih hebat daripada Keluarga Suratman. Asalkan mereka mau, pasti bisa menemukannya."Anak Muda, kamu serakah sekali. Kedua bahan obat ini sangat mahal. Hanya dengan satu resepmu, kamu ingin aku membayar dengan ketiga bahan obat itu? Bukankah kamu terlalu serakah?" tanya Flanna sambil mengernyit dengan jengkel."Bibi, aku berani menjamin kalau Salep Halimun ini sangat bernilai dan bisa membawa keuntungan besar untuk Keluarga Ghanim. Bahkan, keuntungan itu melampaui harga ketiga bahan obat itu," balas Luther."Masa?" Flanna menatap Luther lekat-lekat, mencoba untuk mencari tahu sesuatu. Namun, Luther tidak menghindar ataupun terlihat gelisah, yang ada hanya kejujuran. Setidaknya, Flanna yakin Luther tidak berbohong."Oke, aku akan memercayaimu untuk kali ini." Setelah mempertimbangkannya beberapa saat, Flanna mengangguk menyetujui. "Tinggalkan resep Salep Halimun, maka kamu boleh membawa Ginseng Naga. Beri aku w
Malam perlahan menyelimuti kota.Di dalam sebuah rumah sederhana, Loland duduk bersila di atas ranjang, memejamkan mata untuk memulihkan tenaga.Setelah beristirahat sehari, Racun Uzur di tubuhnya hampir sepenuhnya dikeluarkan. Namun, seluruh kota sedang dalam keadaan siaga penuh. Semua gerbang dan jalan utama ditutup, sementara surat perintah penangkapan ditempel di mana-mana.Sekalipun Loland telah memulihkan kekuatannya, keluar dari ibu kota tetap mustahil. Untuk sementara, dia hanya bisa bersembunyi di sini, menunggu badai berlalu. Adapun pemilik rumah ini, sudah menjadi mayat.Tok, tok, tok .... Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Loland langsung membuka matanya, tangannya refleks meraih pedang di sampingnya."Siapa?" Di ruang tamu, beberapa pengawal Pasukan Api Merah segera bersiaga. Dua orang diam-diam mencabut pedang dan berdiri di kedua sisi pintu."Ini aku." Terdengar suara yang familier.Para pengawal langsung bernapas lega. Mereka mengintip dari celah pintu untuk mema
"Tunggu sebentar!"Melihat dirinya akan ditangkap, Rigen benar-benar panik dan segera berteriak, "Nggak ada pemeriksaan menyeluruh dan keputusan dari hakim, apa hakmu menangkapku? Kamu ini jelas-jelas bertindak sewenang-wenang.""Heh .... Saat aku berbicara denganmu menggunakan logika, kamu bermain licik. Sekarang aku yang bermain licik, kamu malah ingin membahas hukum denganku. Kamu pikir ini masuk akal?" sindir Huston."Tuan Rigen, kita bicarakan soal logika ini di dalam penjara saja, kita bisa berbicara lama di sana," kata Wirya sambil tersenyum sinis dan melangkah maju, lalu langsung menekan bahu Rigen."Tunggu! Masih ada yang ingin kukatakan."Rigen menelan ludahnya. Menyadari situasinya tidak bisa diselamatkan lagi, dia akhirnya tidak bersikeras lagi dan mulai memohon, "Huston, kita ini keluarga, kenapa harus seperti ini? Anggap saja semua ini salah Paman Rigen. Dilihat dari hubungan ini, bisakah kamu memaafkanku sekali ini?"Sebelumnya, Rigen masih bisa membalikkan keadaan denga
"Buku catatan?"Melihat buku catatan berwarna merah di bawah kakinya, Rigen menyipitkan matanya dan ekspresinya mulai terlihat panik. Dia benar-benar tidak menyangka buku catatan yang sudah disembunyikannya malah bisa ditemukan oleh Tim Penegak Hukum. Buku catatan ini berisi detail tentang semua transaksi ilegal dan korupsi dengan berbagai pejabat yang dilakukannya selama bertahun-tahun ini.Awalnya, Rigen menyimpan buku catatan ini agar para pejabat yang bekerja sama dengannya tidak berkhianat, tetapi sekarang ini malah menjadi buku kematiannya. Harta bisa disita dan anak-anak bisa diabaikan, tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya mengelak dari buku penuh dengan tulisan tangannya sendiri.Rigen mengernyitkan alisnya dan keringat dingin mengalir sampai punggungnya basah kuyup."Tuan Rigen, kenapa kamu berkeringat begitu banyak? Apa cuacanya terlalu panas? Apa perlu aku menyuruh orang untuk mengipasimu?" sindir Wirya sambil tersenyum. Bukti yang sudah terkumpul kali ini cukup untuk mem
"Oh? Benarkah? Kalau begitu, serahkan buktinya agar semua orang bisa melihatnya dengan jelas," kata Huston sambil tersenyum."Gulp ...." Mendengar laporan itu, Rigen langsung menelan ludahnya dan keringat dingin mulai mengalir. Hanya dalam waktu setengah hari saja, tidak mungkin semua rahasianya bisa terbongkar.Wirya mengeluarkan setumpuk dokumen dan meletakkannya di atas meja, lalu berkata dengan tegas, "Pertama, aku sudah menyelidiki masalah keuangan Tuan Rigen. Gaya hidup Tuan Rigen jauh melampaui gaji resminya. Dia punya 18 rumah mewah, puluhan kereta mewah, emas, barang antik, lukisan terkenal, dan lainnya. Total asetnya mencapai puluhan triliun.""Dengan gaji resmi Tuan Rigen, setidaknya perlu berhemat dan bekerja keras selama ribuan tahun untuk mengumpulkan puluhan triliun ini. Jadi, aku penasaran, dari mana semua harta ini berasal?"Begitu mendengar perkataan itu, semua mata langsung tertuju pada Rigen. Mereka tahu dia memang korupsi, tetapi mereka tidak menyangka jumlahnya ak
Huston melirik Rigen, lalu mengalihkan pandangannya pada para penasihat lainnya dan berkata sambil tersenyum dingin, "Aku juga akan menyelidiki kalian satu per satu dengan teliti. Lebih baik kalian memastikan diri kalian bersih. Kalau aku menemukan kesalahan atau kejahatan kalian sedikit saja, aku akan menindak kalian sesuai hukum. Nggak ada ampun."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang langsung menjadi panik. Mereka saling menatap dengan bingung dan jantung berdebar. Setelah menyadari Huston benar-benar marah, mereka semua memilih untuk diam dan hanya Rigen yang terus berteriak dengan marah. Mereka tidak menyangka kini malah mereka yang terkena dampaknya.Hampir semua pejabat memiliki catatan yang buruk setelah menjabat di pemerintahan, Raja biasanya hanya berpura-pura tidak tahu dan tidak mempermasalahkan hal ini dengan mereka. Namun, sekarang Huston ini jelas tidak ingin memberi mereka muka lagi. Jika Huston benar-benar menyelidiki mereka sampai ke akar, sebagian besar dari me
"Rigen, Rigen ... aku benar-benar nggak bisa membedakan kamu ini sengaja pura-pura bodoh atau memang bodoh?"Huston tertawa, tetapi tatapannya penuh dengan ketidakpedulian. "Kamu minta bukti fisik, aku sudah memberikannya. Kamu minta saksi, aku juga sudah menyediakannya. Sekarang bukti dan saksi sudah ada, bahkan pelaku sendiri sudah mengaku. Lalu, apa lagi yang kamu inginkan?""Hmph! Dunia politik ini penuh kegelapan. Aku cuma menuntut keadilan agar kamu nggak membunuh orang yang tak bersalah!" Rigen tetap berdiri tegak dengan sikap penuh keadilan.Beberapa pejabat yang tadi mendukungnya kini memilih diam. Mereka sadar bahwa Huston benar-benar marah. Tak ada yang berani terus menantangnya. Yang lebih penting, mereka kehilangan keyakinan mereka.Seperti yang Huston katakan, bukti-bukti kuat telah diletakkan di depan mereka. Tak ada lagi alasan untuk meragukannya.Rigen adalah bagian dari Keluarga Bennett, paman dari Huston. Dia bisa berbicara sesuka hati tanpa rasa takut. Namun, mereka
"Tuan Weker? Tuan Trisno?" Begitu melihat wajah kedua orang itu, Rigen langsung membelalakkan mata, tampak sangat terkejut. "Ka ... kalian? Gimana bisa jadi seperti ini?"Saat ini, dia benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin? Kedua orang ini adalah tokoh besar di Atlandia yang biasanya dihormati ke mana pun mereka pergi. Bahkan, dia sendiri harus memberi hormat kepada mereka.Namun, hanya dalam satu malam, dua pejabat berkuasa yang begitu terhormat telah berubah menjadi tahanan dengan rambut berantakan dan pakaian lusuh."Huston! Ini sudah keterlaluan!" Setelah terkejut, Rigen langsung meledak marah, bahkan cara dia memanggil Huston pun berubah. "Kamu sadar nggak apa yang kamu lakukan? Mereka berdua adalah pilar utama Atlandia!""Mereka adalah tangan kanan Raja! Bahkan juga gurumu dan orang yang lebih tua darimu! Kamu malah memperlakukan mereka seperti ini. Apa kamu masih manusia?""Benar sekali! Mereka telah mengabdi dengan setia pada negara dan rakyat. Kesalahan apa yang mereka lakuk
"Pangeran Huston, jangan bicara sembarangan!" Rigen memasang ekspresi serius. "Aku selalu berjalan di jalan yang benar dan nggak pernah melakukan sesuatu yang melanggar moral. Aku pantas mendapatkan kepercayaan darimu, pantas mendapatkan kepercayaan rakyat. Aku nggak pernah mengecewakan siapa pun!""Kata-katamu terdengar sangat mulia. Kalau kamu memang bersih, kenapa nggak membiarkan Tim Penegak Hukum melakukan penyelidikan?" tanya Huston dengan suara dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, ekspresi Rigen sedikit berubah dan menunjukkan sedikit rasa gelisah. Siapa pejabat yang tidak punya noda di masa lalunya? Jika benar-benar diselidiki, pasti akan ditemukan beberapa kesalahan. Meskipun kesalahan itu tidak terlalu serius, tetap saja akan mencemari reputasi.Namun, di hadapan begitu banyak rekan sejawat, dia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Kalau tidak, bagaimana dia bisa terus berdiri di dunia politik dan mengaku sebagai pejabat yang bersih?"Silakan periksa!" Rigen mengangkat dagunya
Huston yang duduk di kursi mengamati para penasihat yang berpura-pura berwibawa itu dengan tenang dan tidak memberikan tanggapan sedikit pun. Dia bahkan menikmati tehnya dengan santai, seolah-olah tidak peduli dengan tuduhan mereka.Namun, sikap Huston yang cuek ini membuat Rigen dan yang lainnya mengernyitkan alis dan perlahan-lahan berhenti memprotes secara refleks. Mereka sudah berbicara dengan penuh semangat, tetapi Huston malah sama sekali tidak menanggapinya. Bukankah semua ini hanya sia-sia saja?Begitu protesnya perlahan-lahan mereda, Huston akhirnya berkata, "Sudah selesai? Kalau belum, silakan lanjutkan sampai kalian puas.""Pangeran Huston, kami sedang membahas masalah serius denganmu, sikap santaimu ini benar-benar sangat mengecewakan," kata Rigen dengan muram."Masalah serius? Heh ...."Huston mendengus. "Kalian bahkan nggak tahu mana yang benar dan salah pun sudah berani lantang dan menuduhku semena-mena. Bagiku, kalian sama saja sedang melawak.""Kamu ... sombong sekali!