“Haish ….” Dennis menghela napas ringan. “Anak yang unggul biasanya akan sangat arogan. Akan sulit untuk mendapatkan hatinya kembali. Dia memang nggak salahin kamu yang lebih memilih untuk memercayai temanmu, tapi hubungan kalian nggak akan bisa kembali seperti dulu lagi.”“Hah? Jadi, bagaimana sekarang?” Lufita merasa panik.“Jalani saja. Mungkin kelak kalian masih punya kesempatan untuk bertemu lagi.” Dennis menggeleng. Dia memang berbicara seperti itu, tapi sebenarnya Dennis tahu hubungan mereka tidak akan kembali seperti semula.Jika hubungan mereka telah retak, tak peduli bagaimana Lufita menebus kesalahannya, keretakan itu juga tidak akan menghilang.…Setelah meninggalkan kediaman jenderal, Luther mengendarai mobil melaju ke Vila Embun.Baru saja berjalan masuk ke dalam vila, tampak Johan berlari keluar dengan panik. Dia berlari sembari menjerit, “Tuan! Celaka! Celaka!”“Emm?” Ketika mendengar ucapan itu, kening Luther spontan berkerut. “Ada masalah apa? Coba kamu ceritakan.”“I
“Coba kamu ulangi sekali lagi?” Raut wajah Hani langsung berubah dingin. Dia mengarahkan pedang ke leher Bianca. Jika Bianca maju sedikit saja, sepertinya Hani bisa merenggut nyawa Bianca dengan gampangnya.“Emm?” Bianca menatap pedang, lalu spontan mengerutkan keningnya. Dia sungguh tidak menyangka temperamen Hani akan seburuk ini. Dia malah akan menggunakan pedang di kala berbeda pendapat. Dia bisa memastikan bahwa Hani tidak sedang bercanda. Jika Bianca memancing emosinya lagi, sepertinya Bianca benar-benar akan dibunuh Hani.Sepertinya Bianca telah bertemu dengan lawan yang cukup tangguh. Wanita di hadapannya ini bahkan lebih sulit dihadapi daripada Ariana.“Berhenti!” Saat kondisi sangatlah tegang, Luther langsung berlari ke sisi mereka.“Kak Luther, kamu sudah pulang, ya?” Hani segera menurunkan pedangnya, lalu menyembunyikan sikap dinginnya dan menunjukkan senyuman manis di wajahnya.“Hani, apa yang kamu lakukan tadi?” Kening Luther berkerut. Dia kelihatan agak tidak gembira.“N
Setengah jam kemudian, di depan pintu Restoran Harum.Dua mobil mewah berhenti dengan perlahan. Begitu pintu dibuka, Luther dan yang lain duluan menuruni mobil.Restoran Harum adalah restoran yang baru saja dibuka. Lingkungan, pelayanan, dan rasanya mendapat komentar bagus. Tak sedikit keluarga pejabat datang ke restoran ini.Berhubung mereka sudah memesan tempat sebelumnya, begitu masuk restoran, Luther dan yang lain langsung dibawa pelayan ke lantai dua.Lantai dua di restoran ini adalah area privat. Meja di ruangan privat biasa hanya akan dibatasi dengan pembatas saja. Namun, ruangan yang lebih privat akan memiliki ruangan tertutup yang lebih privasi. Tak peduli dari segi lingkungan dan pelayanan, boleh dikatakan sangatlah mewah.“Nona Bianca, sebelah sini.” Seorang pelayan yang berkemeja putih membawakan jalan dengan tersenyum. Kemudian, mereka pun diarahkan ke dalam ruangan privat nomor 3.Begitu pintu dibuka, seorang wanita berpakaian formal tetiba mengadang di hadapan mereka. Te
Luther merasa lucu. “Jangan-jangan begini pelayanan Restoran Harum? Menyuruh tamu menukar ruangan tanpa sebab, bahkan bersikap ketus? Apa yang ingin kalian lakukan? Menindas tamu?” Tentu saja Luther tidak menerima perlakuan seperti itu.“Tuan, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?” Priya merasa tidak senang. “Sepertinya kalian minta ganti rugi, ya? Oke, asalkan kalian bersedia untuk ganti ruangan, aku akan pakai uangku untuk memberi kalian sepiring buah-buahan. Gimana menurutmu?”Selesai berbicara, Priya menunjukkan ekspresi meremehkan.“Pertama-tama, aku nggak mau ganti rugi apa pun. Kedua, kamu ingin usir kami dengan sepiring buah-buahan? Kamu kira kami itu apa? Pengemis?” Raut wajah Luther tampak dingin.“Tuan, lebih baik kamu jangan perbesar masalah. Restoran punya aturannya sendiri. Kalau kamu nggak suka, kamu bisa meninggalkan tempat ini. Aku juga nggak akan memaksamu!” Priya merasa sangat tidak sabar.Sekarang bisnis di restoran sangatlah bagus. Jadi, tidaklah masalah untuk ke
“Ergh ….” Priya merasa dirinya kesulitan untuk bernapas. Kedua kakinya menggantung di udara. Wajahnya juga tampak merona. Dia merasa sepertinya ajalnya akan dijemput saja. Rasa takut seketika menjalar di hatinya.Jujur saja, Priya sungguh tidak menyangka wanita berambut putih yang tidak berbicara dari tadi itu malah memiliki kekuatan sebesar ini. Dia bahkan bisa mengangkat Priya dengan satu tangan.Sepertinya jika wanita ini mengerahkan tenaganya, lehernya pasti akan putus nantinya.“Nggak usah dibunuh, cukup ditampar saja. Biar dia tahu rasa,” balas Luther.“Baik.” Hani mengangguk, lalu menampar Priya hingga pandangannya menggelap. Giginya bahkan copot dan tampak darah mengalir dari hidungnya.Seusai memukul, Hani bagai sedang membuang sampah, langsung membuangnya ke luar ruangan.“Uhuk uhuk ….” Priya berdeham dan wajahnya sangat merona. “Ka … Kalian sungguh kurang ajar. Aku nggak akan lepasin kalian!”Raut wajah Priya tampak galak. Dia berkata sembari berlari menuruni tangga. Namun b
Luther berdiri dengan perlahan, lalu mengangkat kepalanya. Saat menemukan Helen dan orang-orang di belakangnya, dia spontan terbengong di tempat.Kenapa mereka ketemu lagi?“Dia?” Bianca spontan mengerutkan keningnya ketika melihat Ariana yang berada di depan pintu.Padahal Bianca masih belum berhasil mengatasi Hani, sekarang malah datang si Ariana. Apa Tuhan sengaja ingin mempermainkan Bianca?“Luther? Kamu?” Helen melihat dengan saksama. Raut wajahnya seketika menjadi serius. “Kenapa kamu bisa ada di sini? Jangan-jangan kamu mengekori kami?”“Kamu sudah berpikir kebanyakan. Kami hanya datang untuk makan saja,” balas Luther dengan datar.“Makan? Hmph! Siapa juga yang tahu kamu itu lagi bohong atau bukan?” Helen berkata dengan curiga, “Menurutku, kamu pasti tahu kami sudah sukses, makanya kamu ingin ketemuan sama kami. Kamu ingin menjalin hubungan baik dengan keluarga kami, ‘kan? Aku sudah sering bertemu orang sepertimu!”“Pasti seperti itu!” Roselyn mengangkat kepalanya, lalu berkata
Bianca dan Ariana saling bertatapan. Pada saat ini, tidak ada yang ingin mengalah sama sekali.“Nona Bianca, aku nggak ingin berdebat sama kamu. Kenyataannya, kalian sudah menempati ruangan kami. Kalau kamu nggak ingin pergi, jangan salahkan kami menyelesaikannya dari jalur hukum.” Ariana kembali bersuara. Nada bicara Ariana sangat datar, tetapi kedengaran sangat mengerikan.“Apa kamu ingin lapor polisi? Terserah.” Bianca tersenyum. Dia tidak takut sama sekali.“Nak, orang-orang ini nggak tahu malu. Menurutku, kamu juga nggak usah sungkan sama mereka. Suruh orang untuk usir mereka saja!” Helen merasa kesal.“Benar! Jelas-jelas kami sudah mereservasi ruangan ini. Kenapa mereka malah menempatinya? Dasar nggak tahu diri!” Roselyn juga tidak menerima.Pada saat ini, sekuriti restoran sudah datang. Ketika melihat kedatangan sekuriti, Helen duluan menjerit, “Kenapa kalian malah terbengong? Ayo, cepat! Segera usir mereka semua!”“Nggak dengar apa? Usir semuanya!” Priya menimpali.“Ingin beran
“Aku ….” Priya kehabisan kata-kata. Meskipun dia ingin berdalih, dia juga tidak berani melakukannya. Sebab dia dapat merasakan bahwa Ariana sudah emosi saat ini.“Dasar nggak berguna!” Pada saat ini, Helen yang berada di samping tidak bisa bersabar lagi. Dia langsung menampar Priya, lalu memarahinya, “Reservasi saja nggak becus. Untuk apa aku menghubungimu? Bikin malu saja!”“Bibi, maaf, maaf, maaf sekali.” Priya menutup wajahnya yang terasa panas. Dia bukan hanya tidak berani berulah, dia malah segera membungkukkan tubuhnya dan meminta maaf.“Apa gunanya minta maaf sama aku? Bagaimana dengan masalah ruangan? Apa kamu tahu sebentar lagi kami akan menjamu tamu penting?” jerit Helen.Priya sungguh tidak berguna. Dia malah membuat Helen malu di hadapan Luther. “Bibi, gimana kalau kita makan di ruang privat biasa saja? Ruangan nomor 1 itu cukup bagus,” tanya Priya.“Plak!” Helen kembali menamparnya, lalu berkata, “Apa kamu gila? Dengan identitas kami, kamu malah suruh kami duduk di ruang