“Aku membawakan sesuatu untukmu.” Rebecca melemparkan senyuman manisnya pada Dean seraya menghampiri pria itu. “Ayo, duduk.” Rebecca mengapit lengan Dean dengan mesra seraya menuntunnya menuju sofa yang dia duduki tadi.
“Kenapa tidak bilang padaku kalau akan ke sini?” tanya Dean setelah keduanya duduk bersisian.Lucia yang berada di depan mereka nampak mengamati interaksi keduanya. Tidak bisa dipungkiri kalau hatinya terasa nyeri saat melihat ada wanita lain yang bergelayut manja pada Dean.Dia pikir, hatinya sudah tidak bisa merasakan perasaan sakit lagi, ternyata dia salah. Hanya melihat dudum bersama dengan Rebecca sudan membuat dadanya terasa panas.“Aku haus.” Dean menatap Lucia, kemudian berkata, “Ambilkan minuman untukku dan Rebecca.”Mendengar langsung dari mulut Dean yang menyuruhnya untuk mengambil minuman untuk wanita lain, dadanya kembali berdenyut. Meskipun begitu, sebisa mungkin dia bersikap biasa.“Baik.”[Lucia, jam berapa kau selesai bekerja?] Pesan dari Julian masuk ke ponsel Lucia saat dia sedang berada di toilet yang berada di lantai paling atas gedung Merion Corp.[Aku tidak tahu. Ada apa, Julian?] Lucia membalas pesan pria itu setelah selesai membasuh tangannya di wastafel yang ada di depan bilik toilet.[Aku ingin aku bicarakan denganmu sebelum aku pulang.]Rencananya, Julian akan pulang keesokan harinya dan akan kembali lagi ke kota Y minggu depan untuk menghadiri undangan pesta dari rekan bisnis ayahnya.[Aku tidak tahu selesai pukul berapa. Akan aku kabari setelah aku selesai bekerja.] Itu adalah balasan yang sudah dikirim oleh Lucia.[Baiklah. Aku tunggu kabar darimu.]Setelah mendapatkan balasan dari Julian, Lucia kembali membalas pesan pri itu, kemudian merapihkan rambutnya dan keluar dari toliet.Sepanjang jalan, Lucia terus berbalas pesan dengan Julian hingga tiba di ujung lorong dan bertemu dengan Nolan. “Nona, Lucia. Tuan Dean mencarimu.”Lucia mendongak usai membalas
“Tunggu di sini,” ucap Dean setelah mobil berhenti di depan sebuah bangunan yang Lucia ketahui adalah butik langganan keluarga Anderson.“Apa saya perlu turun, Tuan?” tanya Nolan sebelum Dean turun dari mobil.“Kau di sini saja.” Usai mengatakan itu, Dean turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke dalam bangunan itu.Lima belas menit berlalu, Dean akhirnya keluar dari sana bersama dengan seorang wanita. Mereka nampak berbincang di depan pintu. Terlihat sangat akrab saat Lucia memperhatikan dari gestur keduanya saat sedang berbicara. Wanita itu, Lucia belum pernah melihatnya selama mengenal Dean. Wanita yang memiliki paras campuran itu terlihat selalu melemparkan senyuman tipis dan sesekali tertawa sambil terus menatap wajah tampan di depannya itu.Kurang dari 3 lima menit berbicara, wanita itu terlihat berjalan bersama dengan Dean ke arah mobilnya dan berhenti di dekat mobil, lebih tepatnya di dekat pintu kemudi. Mereka kembali berbincang sebentar.Tiba-tiba saja wanita itu melihat ke
Lucia mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer di depan cermin yang ada di kamar mandi dengan wajah kesal. Dia menatap dirinya di pantulan cermin yang sedang mengenakan bathrobe berwarna putih."Lucia, buka." Terdengar suara Dean berasal dari luar kamar mandi."Tunggu."Meskipun dia masih kesal dengan Dean. Namun, dia tidak bisa mengabaikan panggilan pria itu.Lucia pun berjalan menuju pintu kamar mandi dan membukanya sedikit setelah merapihkan bathtobe yang dia kenakan. "Ada apa?" Dean nampak berdiri di depan kamar mandi dengan pakaian yang sudah diganti. "Cepat keluar, aku lapar."Ketika mendengar itu, Lucia kembali merasa geram dengan pria itu. Kalau bukan karena ulahnya, dia tidak akan mandi dan berlama-lama berada di dalam kamar mandi."Aku tidak memiliki baju."Semua bajunya basah jadi dia hanya mengenakan bathtobe saat ini. Tidak mungkin dia keluar hanya mengenakan itu. Sementara ada Dean juga di kamar itu."Keluarlah. Bajumu sudah ada."Jika dia keluar sekarang, dia akan
"Masuk," titah Dean seraya membuka pintu mobil bagian depan."Aku bisa pulang sendiri, Dean. Kau Tidak perlu mengantarku.""Cepat masuk!" Melihat wajah Dean yang tidak ingin dibantah, Lucia terpaksa menuruti pria itu. Dia akhirnya duduk di kursi depan dengan ekspresi canggung.Setelah Lucia mengatakan kalau dirinya akan bertemu dengan Julian, Dean tidak mengatakan apa pun lagi dan langsung keluar dari kamar itu dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak. Pria itu terus saja bungkam setelah itu.Mulai dari Lucia memasak sampai selesai makan malam, Dean tidak kunjung bicara juga. Baru setelah Lucia berpamitan pulang, Dean akhirnya mengeluarkan suaranya. Itu pun hanya untuk mengatakan kalau dirinya akan mengantar Lucia pulang. Lucia sebenarnya sudah menolak dengan halus tawaran Dean. Namun, pria itu berlalu begitu saja setelah mengatakan dia akan mengantarnya. Dia tidak menggubris penolakan Lucia hingga mereka tiba di depan mobil Bently yang biasa dia pakai untuk mengantar Lucia."Kau pul
Setelah terdiam selama 5 menit di dalam mobil, Dean akhirnya keluar dari mobil, lalu berjalan menuju loby hotel. Setelah masuk ke dalam lift, Dean menekan tombol bertuliskan angka 2, di mana restoran berada.Tidak lama berselang, pintu lift terbuka. Dengan langkah tegap, Dean berjalan masuk ke dalam restoran, lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tidak menemukan sosok yang dia cari, Dean akhirnya berjalan menuju pintu yang menghubungkan restoran indoor dan ourdoor.Barulah setelah itu, dia melihat keberadaan Lucia dan Julian yang letak mejanya berada di dekat pintu penghubung. Ketika Dean akan melangkah menghampiri keduanya, tiba-tiba saja dia mendengar percakapan Julian dan Lucia yang sedang membahas dirinya.Dean pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk bersembunyi di balik tembok untuk mendengarkan obrolan mereka. Beruntung restoran itu tidak terlalu ramai karena sudah mulai larut malam. Jadi, dia tidak menjadi pusat perhatian ketika berdiri di belakang tembok.Obrolan tentang
"Dean, kau sedang apa di sini?" tanya Carissa saat melihat Dean berjalan di lorong ruangan khusus VIP."Bukan urusanmu." Dean melenggang pergi tanpa memperdulikan Carissa yang nampak kecewa setelah mendengar nada dingin dari Dean.Semenjak Dean tahu kalau dirinya mengusir Lucia dari rumahnya, pria itu sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. Jangankan bertemu, mengangkat telpon serta membalas pesannya pun sudah tidak mau. Padahal, hubungan mereka sebelumnya baik-baik saja, meskipun tidak sedekat ketika mereka masih menjalani pendidikan di luar negeri."Dean, tunggu!" Carissa menyusul langkah Dean yang nampak terus berjalan ke arah ruangan VIP yang berada di ujung."Dean, sebentar." Carissa akhirnya memberanikan diri memegang lengan kemeja pria itu setelah berhasil menyusulnya, tepat sebelum Dean akan memasuki ruangan yang ada di depannya."Carissa, jangan berani menyentuhku lagi!" Ketika melihat sorot mata Dean yang begitu tajam, Carissa langsung menarik tangannya dengan ekspresi taku
Rebecca menghampiri Dean yang masih terbaring di ranjang dengan langkah pelan. Dia tersenyum penuh arti ketika melihat Dean masih belum sadarkan diri. Setelah duduk di tepi ranjang, Rebecca menatap Dean sejenak, kemudian mulai menyentuh wajah pria itu dengan jemarinya yang lentik.Seringai licik keluar dari bibir wanita yang memiliki paras cantik dan menawan itu ketika melihat Dean masih tidak bergerak ketika dia menelusuri wajah tampan milik pria itu. Tiba-tiba tangannya terhenti di bibir atas Dean yang terlihat lebih tipis dari bibir bawahnya."Mulut ini, kenapa suka sekali mengeluarkan kata-kata tajam padaku," monolog Rebecca. "Padahal, aku selalu bersikap baik padamu."Dari bibir, jemari tangan Rebecca turun ke leher dan berhenti tepat di dada Dean. "Aku rela menyerahkan diriku padamu, tapi kenapa selalu menolakku? Padahal, aku sangat menginginkanmu, Dean.""Lucia." Ketika mendengar Dean meracau sambil menyebut nama Lucia, sorot mata Rebecca terlihat langsung menyala. Dia nampak
"Lucia, jadilah milikku malam ini."Usai mengatakan itu, Dean kembali menyatukan bibir keduanya.Baru saja bibir mereka menempel, Lucia merasakan tubuhnya seperti ditimpa batu besar hingga membuatnya merasa sesak. Ketika dia menatap Dean, pria itu terlihat sudah memejamkan matanya.Tidak hanya itu, tubuhnya pun sudah tidak di sanggah lagi dengan kedua sikunya, seperti tadi. Entah pria itu tertidur atau tidak sadarkan diri karena mabuk berat, yang pasti, bobot tubuh Dean membuatnya kesulitan untuk bernapas.“Dean,” panggil Lucia seraya menepuk punggung pria itu berkali-kali untuk menyadarkannya.“Dean, aku tidak bisa bernapas.” Lucia kembali menepuk punggung pria itu. Namun, masih tidak ada respon apa pun darinya. Lucia pun menarik napas panjang untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak, kemudian menghembuskannya dengan cepat. Baru setelah itu, dia mencoba untuk mendorong tubuh Dean agar menjauh darinya, tapi sayangnya, bobot tubuh sangat berat. Jadi, sulit baginya untuk menyingk