Setelah terdiam selama 5 menit di dalam mobil, Dean akhirnya keluar dari mobil, lalu berjalan menuju loby hotel. Setelah masuk ke dalam lift, Dean menekan tombol bertuliskan angka 2, di mana restoran berada.Tidak lama berselang, pintu lift terbuka. Dengan langkah tegap, Dean berjalan masuk ke dalam restoran, lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tidak menemukan sosok yang dia cari, Dean akhirnya berjalan menuju pintu yang menghubungkan restoran indoor dan ourdoor.Barulah setelah itu, dia melihat keberadaan Lucia dan Julian yang letak mejanya berada di dekat pintu penghubung. Ketika Dean akan melangkah menghampiri keduanya, tiba-tiba saja dia mendengar percakapan Julian dan Lucia yang sedang membahas dirinya.Dean pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk bersembunyi di balik tembok untuk mendengarkan obrolan mereka. Beruntung restoran itu tidak terlalu ramai karena sudah mulai larut malam. Jadi, dia tidak menjadi pusat perhatian ketika berdiri di belakang tembok.Obrolan tentang
"Dean, kau sedang apa di sini?" tanya Carissa saat melihat Dean berjalan di lorong ruangan khusus VIP."Bukan urusanmu." Dean melenggang pergi tanpa memperdulikan Carissa yang nampak kecewa setelah mendengar nada dingin dari Dean.Semenjak Dean tahu kalau dirinya mengusir Lucia dari rumahnya, pria itu sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. Jangankan bertemu, mengangkat telpon serta membalas pesannya pun sudah tidak mau. Padahal, hubungan mereka sebelumnya baik-baik saja, meskipun tidak sedekat ketika mereka masih menjalani pendidikan di luar negeri."Dean, tunggu!" Carissa menyusul langkah Dean yang nampak terus berjalan ke arah ruangan VIP yang berada di ujung."Dean, sebentar." Carissa akhirnya memberanikan diri memegang lengan kemeja pria itu setelah berhasil menyusulnya, tepat sebelum Dean akan memasuki ruangan yang ada di depannya."Carissa, jangan berani menyentuhku lagi!" Ketika melihat sorot mata Dean yang begitu tajam, Carissa langsung menarik tangannya dengan ekspresi taku
Rebecca menghampiri Dean yang masih terbaring di ranjang dengan langkah pelan. Dia tersenyum penuh arti ketika melihat Dean masih belum sadarkan diri. Setelah duduk di tepi ranjang, Rebecca menatap Dean sejenak, kemudian mulai menyentuh wajah pria itu dengan jemarinya yang lentik.Seringai licik keluar dari bibir wanita yang memiliki paras cantik dan menawan itu ketika melihat Dean masih tidak bergerak ketika dia menelusuri wajah tampan milik pria itu. Tiba-tiba tangannya terhenti di bibir atas Dean yang terlihat lebih tipis dari bibir bawahnya."Mulut ini, kenapa suka sekali mengeluarkan kata-kata tajam padaku," monolog Rebecca. "Padahal, aku selalu bersikap baik padamu."Dari bibir, jemari tangan Rebecca turun ke leher dan berhenti tepat di dada Dean. "Aku rela menyerahkan diriku padamu, tapi kenapa selalu menolakku? Padahal, aku sangat menginginkanmu, Dean.""Lucia." Ketika mendengar Dean meracau sambil menyebut nama Lucia, sorot mata Rebecca terlihat langsung menyala. Dia nampak
"Lucia, jadilah milikku malam ini."Usai mengatakan itu, Dean kembali menyatukan bibir keduanya.Baru saja bibir mereka menempel, Lucia merasakan tubuhnya seperti ditimpa batu besar hingga membuatnya merasa sesak. Ketika dia menatap Dean, pria itu terlihat sudah memejamkan matanya.Tidak hanya itu, tubuhnya pun sudah tidak di sanggah lagi dengan kedua sikunya, seperti tadi. Entah pria itu tertidur atau tidak sadarkan diri karena mabuk berat, yang pasti, bobot tubuh Dean membuatnya kesulitan untuk bernapas.“Dean,” panggil Lucia seraya menepuk punggung pria itu berkali-kali untuk menyadarkannya.“Dean, aku tidak bisa bernapas.” Lucia kembali menepuk punggung pria itu. Namun, masih tidak ada respon apa pun darinya. Lucia pun menarik napas panjang untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak, kemudian menghembuskannya dengan cepat. Baru setelah itu, dia mencoba untuk mendorong tubuh Dean agar menjauh darinya, tapi sayangnya, bobot tubuh sangat berat. Jadi, sulit baginya untuk menyingk
Setelah meletakkan ponsel Dean di atas nakas, Lucia menoleh ke belakang, Dean nampak masih memejamkan matanya. Beruntung pria itu masih tertidur. Jadi, dia bisa turun dari ranjang segera, sebelum Dean menyadari keadaan mereka sekarang.Lucia pun akhirnya berbalik dengan gerakan pelan hingga keduanya berhadapan, kemudian menyingkirkan tangan Dean dari pinggangnya. Setelah memastikan kalau pria itu tidak terbangun, Lucia kembali membalik tubuhnya, berniat itu turun dari tempat tidur. Namun, baru saja dia membelakangi pria itu, tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang dengan cepat hingga tubuhnya keduanya nyaris menempel. Karena terkejut, Lucia segera membalikkan tubuhnya ke belakang dan tatapannya langsung bertemu dengan manik mata sehitam obsidian milik Dean. Tubuh Lucia pun membeku saat itu juga. Dia sangat terkejut saat mendapati pria itu ternyata sudah membuka matanya. “Kenapa di sini?” Suara berat dan serak Dean akhirnya menyadarkan Lucia dari keterkejutannya. “A-aku juga tidak t
“Apa Dean ada di dalam?” tanya Fandy setelah di berhenti di depan meja Jossy, sekeretaris Dean.“Ada, tapi …” Jossy melirik sekilas pintu ruangan Dean kemudian kembali beralih pada Fandy. “Sepertinya suasana hati CEO Dean sedang buruk,” lanjutnya dengan suara pelan. “Ada baiknya, Tuan Fandy tidak menemuinya dulu.” Ekspresi wajah Jossy terlihat ragu dan takut. Mungkin karena sejak Dean datang ke kantor, wajahnya terlihat sangat dingin dan menakutkan, sehingga membuatnya tidak berani mengizinkan siapa pun untuk masuk ke ruangannya. Fandy tersenyum tipis, lalu berkata, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin bicara dengannya.”Lagi pula, sudah sore, sebentar lagi jam kantor akan berakhir. Jadi, Fandy tidak khawatir mengganggu pekerjaan Dean. “Baiklah. Tolong jangan buat suasana CEO Dean tambah buruk,” pesan Jossy. Karena jika itu terjadi, dia juga yang akan terkena imbasnya. “Tenang saja. Itu tidak akan terjadi.” Setelah itu, dia berjalan menuju ruangan Dean dan mengetuknya terlebih dahulu
“Menurutmu, apa yang membuat Dean membatalkan acara pertunanganya?” tanya Renata sembari menopang dagunya di atas meja setelah makanan yang mereka pesan datang.Saat ini, Renata dan Lucia sedang berada di salah satu cafe yang terkenal di kota Y. Sore tadi, setelah berbincang di telpon, Renata mengajak Lucia bertemu setelah jam kantor selesai. Lucia pun menyanggupi ajakan sehabatnya itu, dikarenakan banyak hal yang ingin dia ceritakan dengan Renata juga.“Aku tidak tahu,” jawab Lucia dengan mengedikkan bahunya.Dia memang tidak tahu mengenai hubungan Dean dan Rebecca. Pria itu tidak pernah membahas calon tunangannya itu saat sedang bersamanya. “Apa mereka bertengkar hebat hingga memilih mengakhiri?” tebak Renata, tapi setelah berpikir lagi, dia tidak yakin dengan tebakannya itu. Pasalnya, selama ini tidak ada berita apa pun mengenai keduanya. Yang ada hanya berita tentang kesuksesan Dean dalam dunia bisnis.“Sepertinya, tidak.” Terakhir kali melihatnya di kantor, hubungan mereka nampak
Setibanya di mansion, Lucia langsung turun dari taksi dan bertanya pada penjaga yang berjaga di luar tentang keberadaan Dean. Ternyata, pria itu tidak ada di sana. Lucia pun bergegas menuju apartemen Dean. Pukul 9 malam, dia akhirnya tiba di apartemen pria itu.Dia mencoba memencet tombol bel sambil. Setelah menekan berkali-kali, tapi pintu tidak juga terbuka, Lucia memutuskan untuk menghubungi Nolan untuk menanyakan keberadaan pria itu.Sebenarnya, dia bisa saja masuk ke dalam apartemen Dean, karena dia tahu kode pintunya. Namun, dia tidak mau melakukan itu. Sebab itulah, dia memilih untuk menghubungi asisten Dean."Nolan, apa kau tahu di mana Dean?" tanya Lucia setelah panggilan telponnya tersambung. "Tuan Dean ada di apartemen. Ada apa, Nona?"Lucia nampak mengerutkan keningnya. "Aku berada di apartemennya, tapi Dean tidak ada."Sebelum ke apartemennya, Lucia sudah mengirimkan pesan pada Dean terlebih dahulu, tapi sampai saat ini, pesannya belum juga dibalas oleh pria itu."Seharus