Setelah meletakkan ponsel Dean di atas nakas, Lucia menoleh ke belakang, Dean nampak masih memejamkan matanya. Beruntung pria itu masih tertidur. Jadi, dia bisa turun dari ranjang segera, sebelum Dean menyadari keadaan mereka sekarang.Lucia pun akhirnya berbalik dengan gerakan pelan hingga keduanya berhadapan, kemudian menyingkirkan tangan Dean dari pinggangnya. Setelah memastikan kalau pria itu tidak terbangun, Lucia kembali membalik tubuhnya, berniat itu turun dari tempat tidur. Namun, baru saja dia membelakangi pria itu, tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang dengan cepat hingga tubuhnya keduanya nyaris menempel. Karena terkejut, Lucia segera membalikkan tubuhnya ke belakang dan tatapannya langsung bertemu dengan manik mata sehitam obsidian milik Dean. Tubuh Lucia pun membeku saat itu juga. Dia sangat terkejut saat mendapati pria itu ternyata sudah membuka matanya. “Kenapa di sini?” Suara berat dan serak Dean akhirnya menyadarkan Lucia dari keterkejutannya. “A-aku juga tidak t
“Apa Dean ada di dalam?” tanya Fandy setelah di berhenti di depan meja Jossy, sekeretaris Dean.“Ada, tapi …” Jossy melirik sekilas pintu ruangan Dean kemudian kembali beralih pada Fandy. “Sepertinya suasana hati CEO Dean sedang buruk,” lanjutnya dengan suara pelan. “Ada baiknya, Tuan Fandy tidak menemuinya dulu.” Ekspresi wajah Jossy terlihat ragu dan takut. Mungkin karena sejak Dean datang ke kantor, wajahnya terlihat sangat dingin dan menakutkan, sehingga membuatnya tidak berani mengizinkan siapa pun untuk masuk ke ruangannya. Fandy tersenyum tipis, lalu berkata, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin bicara dengannya.”Lagi pula, sudah sore, sebentar lagi jam kantor akan berakhir. Jadi, Fandy tidak khawatir mengganggu pekerjaan Dean. “Baiklah. Tolong jangan buat suasana CEO Dean tambah buruk,” pesan Jossy. Karena jika itu terjadi, dia juga yang akan terkena imbasnya. “Tenang saja. Itu tidak akan terjadi.” Setelah itu, dia berjalan menuju ruangan Dean dan mengetuknya terlebih dahulu
“Menurutmu, apa yang membuat Dean membatalkan acara pertunanganya?” tanya Renata sembari menopang dagunya di atas meja setelah makanan yang mereka pesan datang.Saat ini, Renata dan Lucia sedang berada di salah satu cafe yang terkenal di kota Y. Sore tadi, setelah berbincang di telpon, Renata mengajak Lucia bertemu setelah jam kantor selesai. Lucia pun menyanggupi ajakan sehabatnya itu, dikarenakan banyak hal yang ingin dia ceritakan dengan Renata juga.“Aku tidak tahu,” jawab Lucia dengan mengedikkan bahunya.Dia memang tidak tahu mengenai hubungan Dean dan Rebecca. Pria itu tidak pernah membahas calon tunangannya itu saat sedang bersamanya. “Apa mereka bertengkar hebat hingga memilih mengakhiri?” tebak Renata, tapi setelah berpikir lagi, dia tidak yakin dengan tebakannya itu. Pasalnya, selama ini tidak ada berita apa pun mengenai keduanya. Yang ada hanya berita tentang kesuksesan Dean dalam dunia bisnis.“Sepertinya, tidak.” Terakhir kali melihatnya di kantor, hubungan mereka nampak
Setibanya di mansion, Lucia langsung turun dari taksi dan bertanya pada penjaga yang berjaga di luar tentang keberadaan Dean. Ternyata, pria itu tidak ada di sana. Lucia pun bergegas menuju apartemen Dean. Pukul 9 malam, dia akhirnya tiba di apartemen pria itu.Dia mencoba memencet tombol bel sambil. Setelah menekan berkali-kali, tapi pintu tidak juga terbuka, Lucia memutuskan untuk menghubungi Nolan untuk menanyakan keberadaan pria itu.Sebenarnya, dia bisa saja masuk ke dalam apartemen Dean, karena dia tahu kode pintunya. Namun, dia tidak mau melakukan itu. Sebab itulah, dia memilih untuk menghubungi asisten Dean."Nolan, apa kau tahu di mana Dean?" tanya Lucia setelah panggilan telponnya tersambung. "Tuan Dean ada di apartemen. Ada apa, Nona?"Lucia nampak mengerutkan keningnya. "Aku berada di apartemennya, tapi Dean tidak ada."Sebelum ke apartemennya, Lucia sudah mengirimkan pesan pada Dean terlebih dahulu, tapi sampai saat ini, pesannya belum juga dibalas oleh pria itu."Seharus
Wajah Lucia berubah menjadi pias. Dengan susah payah dia menelan salivanya, kemudian mengatur irama jantungnya yang berdetak dengan cepat. Baru setelah itu, dia memberanikan diri untuk bicara."Dean, aku ..."Melihat wajah bimbang Lucia, sorot mata Dean yang semula menyala karena gairah, seketika meredup. "Aku tidak akan memaksa, jika kau tidak mau." Dia pun melepaskan cengkaram tangannya, lalu menarik diri dari Lucia dan berkata, "Pulanglah."“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Lucia seraya bangun dari sofa.“Aku bisa mengatasinya sendiri.” Dean membalik tubuhnya dan berjalan menuju kamar.Lucia yang melihat itu, segera mengejar Dean yang sudah sampai di depan kamarnya. “Dean, apa kau yakin bisa mengatasinya tanpa bantuan Dokter?” tanya Lucia sembari menahan tangan pria itu ketika dia akan memasuki kamarnya. Dia tentu saja tahu bagaimana rasanya saat dipengaruhi oleh obat, karena dia pernah mengalami 3 tahun lalu, ketika dia dan Dean melakukan pertama kalinya. Hanya mendapatkan sentuha
Ceklek!Setelah Tuan Federick membuka pintu kamar Dean, dia dan istrinya langsung melihat ke arah dua orang yang sedang berbaring di ranjang. Ketika melihat pemandangan di depannya, terukir senyuman lebar di bibir Tuan Federick dan Nyonya Sheema. Keduanya nampaknya tersenyim malu ketika melihat Dean dan Lucia sedang tertidur di ranjang. Padahal, posisi keduanya tidak terlihat intim, keduanya hanya tidur saling berhadapan dengan selimut yang menutupi tubuh keduanya.“Dean … Lucia, bangun,” panggil Tuan Fedrick.Karena keduanya masih tertidur pulas, Tuan Federick kembali membangungkan mereka dengan memanggil dengan lebih keras lagi.Detik selanjutnya, kedua orang itu pun mulai membuka mata bersamaan, setelah itu saling menatap sebelum akhirnya mereka menoleh ketika mendengar suara orang berdeham dari arah pintu.“Kakek! … Nenek!” seru keduanya secara bersamaan saat melihat Tuan Federick dan Nyonya Sheema sedang berdiri di depan ranjang. Keduanya pun refleks bangun dari tidurnya. Lucia
“Aku memang ingin mendapatkanmu lagi, tapi bukan dengan cara seperti ini.”Lucia kembali teringat kata-kata Dean yang semalam saat pria itu hampir saja menyentuhnya. Ya, selain tahap terakhir, semua sudah dilakukan oleh Dean. Bahkan pria itu meninggakan banyak jejak kemerahan di beberapa bagian tubuh Lucia, termasuk di leher yang mudah sekali dilihat oleh orang lain. Keduanya pun sudah hampir polos, yang tersisa hanya kain terakhir yang menutup daerah sensitif keduanya.Lucia sempat berpikir kalau Dean pasti akan menyentuhnya semalam, tapi dia cukup terkejut ketika Dean tiba-tiba menghentikan cumbuannya di menit terakhir. Padahal, satu langkah lagi, dia bisa melampiaskan hasratnya.Namun, dia memilih untuk berhenti dan segera keluar dari kamar itu, kemudian menguncinya dari luar. Karena benar-benar tidak tahan, Dean akhirnya menghubungi Dokter pribadinya, dan menyuruhnya datang ke apartemennya. Sebenarnya, dia bisa saja pergi ke rumah sakit terdekat. Namun, dia tidak mau mengundang p
“Selamat malam, Helia.”“Tuan Besar, Nyonya Besar.” Ibu Lucia sangat terkejut ketika melihat kedatangan Tuan Federick dan Nyonya Sheema di apartemennya.“Maaf, kalau kedatangan kami malam ini mengejutkanmu.”Meskipun terkejut, Nyonya Helia masih berusaha untuk terlihat biasa. “Tidak apa-apa.” Dia pun segera mempersilahkan Tuan Federick dan Nyonya Sheema untuk segera masuk ke dalam.Nyonya Helia nampak memperhatikan banyak pria berseragam lengkap ikut masuk ke dalam dan meletakkan banyak sekali kotak transparan di meja serta di lantai. Usai meletakkan barang-barang itu, pria-pria berseragam itu keluar dari sana, menyisakan 4 pria tegap yang berdiri di belakang tempat duduk Nyonya Sheema dan Tuan Federick.“Tuan Besar ini …” Nyonya Helia nampak menunjuk ke kotak yang dibawa oleh pria-pria yang tadi ikut masuk bersama dengan kakek dan nenek Dean.“Ini hanya hadiah kecil kami untuk Lucia.”Bagaimana bisa dikatakan hadiah kecil, semua barang yang dibawa oleh Tuan Federick adalah barang-bar