Rebecca menghampiri Dean yang masih terbaring di ranjang dengan langkah pelan. Dia tersenyum penuh arti ketika melihat Dean masih belum sadarkan diri. Setelah duduk di tepi ranjang, Rebecca menatap Dean sejenak, kemudian mulai menyentuh wajah pria itu dengan jemarinya yang lentik.Seringai licik keluar dari bibir wanita yang memiliki paras cantik dan menawan itu ketika melihat Dean masih tidak bergerak ketika dia menelusuri wajah tampan milik pria itu. Tiba-tiba tangannya terhenti di bibir atas Dean yang terlihat lebih tipis dari bibir bawahnya."Mulut ini, kenapa suka sekali mengeluarkan kata-kata tajam padaku," monolog Rebecca. "Padahal, aku selalu bersikap baik padamu."Dari bibir, jemari tangan Rebecca turun ke leher dan berhenti tepat di dada Dean. "Aku rela menyerahkan diriku padamu, tapi kenapa selalu menolakku? Padahal, aku sangat menginginkanmu, Dean.""Lucia." Ketika mendengar Dean meracau sambil menyebut nama Lucia, sorot mata Rebecca terlihat langsung menyala. Dia nampak
"Lucia, jadilah milikku malam ini."Usai mengatakan itu, Dean kembali menyatukan bibir keduanya.Baru saja bibir mereka menempel, Lucia merasakan tubuhnya seperti ditimpa batu besar hingga membuatnya merasa sesak. Ketika dia menatap Dean, pria itu terlihat sudah memejamkan matanya.Tidak hanya itu, tubuhnya pun sudah tidak di sanggah lagi dengan kedua sikunya, seperti tadi. Entah pria itu tertidur atau tidak sadarkan diri karena mabuk berat, yang pasti, bobot tubuh Dean membuatnya kesulitan untuk bernapas.“Dean,” panggil Lucia seraya menepuk punggung pria itu berkali-kali untuk menyadarkannya.“Dean, aku tidak bisa bernapas.” Lucia kembali menepuk punggung pria itu. Namun, masih tidak ada respon apa pun darinya. Lucia pun menarik napas panjang untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak, kemudian menghembuskannya dengan cepat. Baru setelah itu, dia mencoba untuk mendorong tubuh Dean agar menjauh darinya, tapi sayangnya, bobot tubuh sangat berat. Jadi, sulit baginya untuk menyingk
Setelah meletakkan ponsel Dean di atas nakas, Lucia menoleh ke belakang, Dean nampak masih memejamkan matanya. Beruntung pria itu masih tertidur. Jadi, dia bisa turun dari ranjang segera, sebelum Dean menyadari keadaan mereka sekarang.Lucia pun akhirnya berbalik dengan gerakan pelan hingga keduanya berhadapan, kemudian menyingkirkan tangan Dean dari pinggangnya. Setelah memastikan kalau pria itu tidak terbangun, Lucia kembali membalik tubuhnya, berniat itu turun dari tempat tidur. Namun, baru saja dia membelakangi pria itu, tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang dengan cepat hingga tubuhnya keduanya nyaris menempel. Karena terkejut, Lucia segera membalikkan tubuhnya ke belakang dan tatapannya langsung bertemu dengan manik mata sehitam obsidian milik Dean. Tubuh Lucia pun membeku saat itu juga. Dia sangat terkejut saat mendapati pria itu ternyata sudah membuka matanya. “Kenapa di sini?” Suara berat dan serak Dean akhirnya menyadarkan Lucia dari keterkejutannya. “A-aku juga tidak t
“Apa Dean ada di dalam?” tanya Fandy setelah di berhenti di depan meja Jossy, sekeretaris Dean.“Ada, tapi …” Jossy melirik sekilas pintu ruangan Dean kemudian kembali beralih pada Fandy. “Sepertinya suasana hati CEO Dean sedang buruk,” lanjutnya dengan suara pelan. “Ada baiknya, Tuan Fandy tidak menemuinya dulu.” Ekspresi wajah Jossy terlihat ragu dan takut. Mungkin karena sejak Dean datang ke kantor, wajahnya terlihat sangat dingin dan menakutkan, sehingga membuatnya tidak berani mengizinkan siapa pun untuk masuk ke ruangannya. Fandy tersenyum tipis, lalu berkata, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin bicara dengannya.”Lagi pula, sudah sore, sebentar lagi jam kantor akan berakhir. Jadi, Fandy tidak khawatir mengganggu pekerjaan Dean. “Baiklah. Tolong jangan buat suasana CEO Dean tambah buruk,” pesan Jossy. Karena jika itu terjadi, dia juga yang akan terkena imbasnya. “Tenang saja. Itu tidak akan terjadi.” Setelah itu, dia berjalan menuju ruangan Dean dan mengetuknya terlebih dahulu
“Menurutmu, apa yang membuat Dean membatalkan acara pertunanganya?” tanya Renata sembari menopang dagunya di atas meja setelah makanan yang mereka pesan datang.Saat ini, Renata dan Lucia sedang berada di salah satu cafe yang terkenal di kota Y. Sore tadi, setelah berbincang di telpon, Renata mengajak Lucia bertemu setelah jam kantor selesai. Lucia pun menyanggupi ajakan sehabatnya itu, dikarenakan banyak hal yang ingin dia ceritakan dengan Renata juga.“Aku tidak tahu,” jawab Lucia dengan mengedikkan bahunya.Dia memang tidak tahu mengenai hubungan Dean dan Rebecca. Pria itu tidak pernah membahas calon tunangannya itu saat sedang bersamanya. “Apa mereka bertengkar hebat hingga memilih mengakhiri?” tebak Renata, tapi setelah berpikir lagi, dia tidak yakin dengan tebakannya itu. Pasalnya, selama ini tidak ada berita apa pun mengenai keduanya. Yang ada hanya berita tentang kesuksesan Dean dalam dunia bisnis.“Sepertinya, tidak.” Terakhir kali melihatnya di kantor, hubungan mereka nampak
Setibanya di mansion, Lucia langsung turun dari taksi dan bertanya pada penjaga yang berjaga di luar tentang keberadaan Dean. Ternyata, pria itu tidak ada di sana. Lucia pun bergegas menuju apartemen Dean. Pukul 9 malam, dia akhirnya tiba di apartemen pria itu.Dia mencoba memencet tombol bel sambil. Setelah menekan berkali-kali, tapi pintu tidak juga terbuka, Lucia memutuskan untuk menghubungi Nolan untuk menanyakan keberadaan pria itu.Sebenarnya, dia bisa saja masuk ke dalam apartemen Dean, karena dia tahu kode pintunya. Namun, dia tidak mau melakukan itu. Sebab itulah, dia memilih untuk menghubungi asisten Dean."Nolan, apa kau tahu di mana Dean?" tanya Lucia setelah panggilan telponnya tersambung. "Tuan Dean ada di apartemen. Ada apa, Nona?"Lucia nampak mengerutkan keningnya. "Aku berada di apartemennya, tapi Dean tidak ada."Sebelum ke apartemennya, Lucia sudah mengirimkan pesan pada Dean terlebih dahulu, tapi sampai saat ini, pesannya belum juga dibalas oleh pria itu."Seharus
Wajah Lucia berubah menjadi pias. Dengan susah payah dia menelan salivanya, kemudian mengatur irama jantungnya yang berdetak dengan cepat. Baru setelah itu, dia memberanikan diri untuk bicara."Dean, aku ..."Melihat wajah bimbang Lucia, sorot mata Dean yang semula menyala karena gairah, seketika meredup. "Aku tidak akan memaksa, jika kau tidak mau." Dia pun melepaskan cengkaram tangannya, lalu menarik diri dari Lucia dan berkata, "Pulanglah."“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Lucia seraya bangun dari sofa.“Aku bisa mengatasinya sendiri.” Dean membalik tubuhnya dan berjalan menuju kamar.Lucia yang melihat itu, segera mengejar Dean yang sudah sampai di depan kamarnya. “Dean, apa kau yakin bisa mengatasinya tanpa bantuan Dokter?” tanya Lucia sembari menahan tangan pria itu ketika dia akan memasuki kamarnya. Dia tentu saja tahu bagaimana rasanya saat dipengaruhi oleh obat, karena dia pernah mengalami 3 tahun lalu, ketika dia dan Dean melakukan pertama kalinya. Hanya mendapatkan sentuha
Ceklek!Setelah Tuan Federick membuka pintu kamar Dean, dia dan istrinya langsung melihat ke arah dua orang yang sedang berbaring di ranjang. Ketika melihat pemandangan di depannya, terukir senyuman lebar di bibir Tuan Federick dan Nyonya Sheema. Keduanya nampaknya tersenyim malu ketika melihat Dean dan Lucia sedang tertidur di ranjang. Padahal, posisi keduanya tidak terlihat intim, keduanya hanya tidur saling berhadapan dengan selimut yang menutupi tubuh keduanya.“Dean … Lucia, bangun,” panggil Tuan Fedrick.Karena keduanya masih tertidur pulas, Tuan Federick kembali membangungkan mereka dengan memanggil dengan lebih keras lagi.Detik selanjutnya, kedua orang itu pun mulai membuka mata bersamaan, setelah itu saling menatap sebelum akhirnya mereka menoleh ketika mendengar suara orang berdeham dari arah pintu.“Kakek! … Nenek!” seru keduanya secara bersamaan saat melihat Tuan Federick dan Nyonya Sheema sedang berdiri di depan ranjang. Keduanya pun refleks bangun dari tidurnya. Lucia