Raline tidak melanjutkan langkahnya saat mendenar sayup-sayup suara seorang laki-laki yang sedang membela diri. Ada juga suara teriakan Bang Jack yang sedang bertanya dan menginterogasi. Suara Bang Jack terdengar menggelegar dan emosi karena marah."Nyonya, jangan mendekat. Takutnya berbahaya!" Pak Basri berlari mendekati Raline.Tiba-tiba ada pintu terbuka yang berada di samping Pak Basri. Pintu itu tidak terlihat seperti pintu dari luar. Seperti dinding yang bersekat, ternyata ada pintu rahasia."Ra!" Eddriz ke luar dari dalam garasi."Bang ...?" Raline tidak melanjutkan ucapannya saat di peluk oleh Eddriz dengan erat."Ayo, kita kembali ke resort!" "Ra mengenal suara itu, Bang. Mau apa dia ke sini?" "Nanti Abang ceritakan, kita tinggalkan tempat ini dulu. Tidak perlu Ra menenui dia!""Baiklah."Dengan pasrah Raline berjalan mengikuti langkah panjang Eddriz. Tangan bertautan sambil sesekali Raline melihat arah pintu rahasia itu. Berharap melihat wajah suara yang didengarnya tadi.
Eddriz membaca surat perjanjian antara Ayah Wisnu dan Ngadimin. Surat prjanjian itu tertulis dua tahun lalu. Tepatnya saat Raline naik di tahun terakhrir SMA.Surat yang berisi jika Ayah Wisnu akan mengizinkan Ngadimin bersama dengan Raline satu malam jika tidak sanggup membayar hutang. Yang lebih parah lagi dalam perjanjian itu ada tulisan tidak perduli keadaan Raline sudah bersuami atau belum. Yang terpenting Raline wajib melayani satu malam demi pelunasan hutang."Laki-laki itu masih ada di sini?" tanya Eddriz dengan penuh emosi setelah selesai membaca.."Masih di garasi, Tuan. Dia bersikeras ingin bertemu dengan Nyonya Ra.""Berani-beraninya dia membayangkan akan bermalam dengan istri seorang Eddriz Bhusiry, brengsek!"Eddriz berjalan dengan langkah panjang kembali menuju garasi. Tangan mulai gatal ingin menghajar habis-habiskan orang yang berani berniat menemui istri. Jangankan menemui, membayangkan saja tidak rela apalagi menghabiskan malam bersama.Tanpa basa-basi Eddriz langsu
Shafea menunduk melihat sopir yang sedang menghentikan mobil tepat di depannya. Walau sangat mengenal suaranya, tetapi hati seolah tidak percaya. Pasalnya saat ke luar dari resort tadi terlihat cuek dan astyik dengan dunianya sendiri.Lakilaki yang sangat dikaguminya itu terihat sangat misterius. Saat di depan banyak orang teekadang cuek dan tidak perduli. Namun, jika sendiri terlihat perhatian."Mengapa Abang menyusul Fea?""Tidak usah cerewet, cepat ayo naik!" perintahnya.Sambil menggerutu, Shafea naik mobil tanpa melihat Bang Jack yang ada di kemudi stir. Sok cuek, tetapi ternyata memperhatikan. Mungkin tidak tega jika harus menunggu angkutan umum.Dengan santai Bang Jack melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Baru saja ke luar dari area Ancol di petigaan jalan, mobil dibelokkan ke rumah makan sunda. Shafea langsung membuka mata lebar-labar karena kaget."Mau ngapain kita ke sini, Bang?""Abang lapar, dari siang tidak sempat makan, ayo turun!"Shafea mengangguk dan turun tan
"Abang orangnya suka berterus terang dan tidak romantis, bolehkan Abang suka sama Fea?""Iya, Fea juga sama Abang," jawab Shafea malu-malu"Berarti kita sudah jadian, Ya?""Hhmm."Umur Bang Jack lebih dari dua puluh lima tahun. Terkadang melihat Shafea masih seperti anak kecil. Sikapnya yang terkadang manja seolah klop denga Bang Jack yang dominan.Cinta yang dirasakan Bang Jack seoarng laki-laki dewasa akan sangt berbeda. Jika Shafea ingin bersenang-senang dan sayang-sayangan, Namun bagi Bang Jack lebih cinta yang serius dan memikirkan tentang tindakan dan rasa"Apakah Fea ingin menikah muda?" "Eee, baru jadian, Abang ingin langsung menikah?""Tidak juga, sih. Apakah Fea ingin di lamar?""Tidak, Fea masih kuliah. Tunggulah Fea lulus kuliah dulu.""Tentu, lihat saja nanti.""Ayo, Abang antar Fea pulang.""Iya."Sore ini Shafea pulang diantar oleh Bang Jack yang sudah berstatus pacar. Hati terasa berbunga-bunga karena cinta tidak bertepuk sebelah tangan. Padahal awalnya tidak barani be
Hari ini adalah hari pertama Eddriz menjadi orang biasa. Menjadi orang seperti masyarakat pada umumnya. Padahal seumur hidup tidak penah melakukan itu sama sekali.Sebelum berangkat Raline menubah pemampilan Eddriz. Yang awalnya selalu memakai jas kebesaran, kini hanya memakai kaos disro warna biru navi dan celana pendek selutut. Memakai topi dan kaca mata hitam untuk penyamaran.Raline memakai gaun berwana pink pendek di bawah lutut. Topi bulat warna senada dengan gaun yang gerly. Ditampah kaca mata hitam yang terlihat sangat cantik dan terlihat ceria."Di mana belinya rujak itu, Sayang?" tanya Eddriz saat mulai melajukan mobilnya."Di sana taman kota, rujaknya sangat enak, Bang!"Mobil meluncur menuju taman kota yang diinginkan Raline. Yang tidak berubah hanya pengawalan ketat Bang Jack saja dalam petulangan Raline dan Eddriz kali ini. Hanya bedanya, pengawalan dilakukan dari kejauhan sesuai permintaan Raline."Abang perkir di pinggir taman yang kosong sebelah sana itu, ya!" perinta
Eddriz terpaksa memesan dan mengantri lagi untuk membeli rujak buah. Pasalnya Raline cemberut dan marah gara-gara rujak buahnya dihabiskan suami. Semakin sore rujak buah itu semangin antri membuat Eddriz kesal sendiri, tetapi tetap diredam emosinya."Ada lagi yang diinginkan selain rujak, Sayang?""Tidak, Ra maunya rujak buah saja," jawab Raline masih merajuk."Itu jualan apa, Sayang?" Eddriz mengalihkan perhatian agar tidak marah dengan menujuk pedagang yang terlihat ramai. pembelinya sebagin besar anak-anak dan remaja."Itu Abang cilok namanya.""Abang mau beli boleh, 'kan?""Terserah." Raline masih merasa kesal.Yang awalnya Eddriz melarang membeli makanan yang di pinggir jalan. Sekarang laki-laki suami Raline itu mencoba semua jajanan setelah merasakan nikmatnya cilok yang dibelinya.Eddriz membeli jajanan hampir satu deretan pedagang di taman. Sedangkan Raline hanya setia makan rujak buah dan minum es kelapa saja. Raline duduk menunggu Edrriz selesai berbelanja."Ayo pulang, Bang
Ayah Wisnu spontan memundurkan badannya. Padahal awalnya berdiri memegangi jeruji besi yang membatasi antara diri sendiri dan Ngadimin. Suara teriakan teman lama itu terdengar menciutkan nyali.Ngadimin berusaha duduk dan melihat Ayah Wisnu yang berdiri menjauh, "Kemari kamu, Wisnu!" teriaknya."Apa salahku?" tanya Ayah Wisnu pura-pura bingung."Kamu yang meyakinkan aku untuk menagih hutangmu pada Ra!"Ayah Wisnu tersenyum merasa menang karena mendengar teriakan Ngadimin. Pasalnya laki-laki yang terlihat babak belur itu menagih terlebih dahulu. Padahal perjanjian awal akan menunggu dan akan menemui berdua."Itu salah kamu sendiri, aku sudah katakan tunggu aku. Mengapa kamu mengingkari janji?" tanya Ayah Wisnu membela diri.Bang Jack tersenyum simpul mendengar dua laki-laki itu berdebat saling menyalahkan. Keduanya salah tempat jika mengusik istri kedua Eddriz. Untung ayah tiri itu tidak ada saat Ngadimin dihajar Eddriz, mungkin jika ada sudah akan menjadi bergedel seperti Ngadimin."S
Tangan Eddriz terasa kebas karena memberikan bogem mentah pada Ayah Wisnu berkali-kali. Hati terasa lega bisa melampiaskan kekesalan dan kemrahan hari ini. Tidak hanya tangan yang beraksi, kaki pun ikut unjuk gigi menendang perut sampai kaki. "Lempar dia ke luar dari sini!" Eddriz langsung meninggalkan Ayah Wisnu dan pos security begitu saja.Bang Jack memerintahkan security untuk segera mengusir Ayah Wisnu ke luar dari gerbang utama perusahaan. Laki-laki yang sudah babak belur itu berusaha berdiri dan mengangkat tangan, "Bang Jack ...?" Ayah Wisnu tidak melanjutkan ucapannya karena pandangan mata tajam Bang Jack seolah seperti pedang yang menghunus jantung."Maaf, Pak. Saya tidak bisa membantu Anda, Ini salah Anda sendiri bukankah kemarin sudah saya katakan untuk pulang ke Bandung!"Ayah Wisnu terduduk tanpa kata. Niatnya ke perusahaan agar tidak bertemu dengan pengawal pribadi itu. Kemarin sudah berjanji akan langsung pulanng ke Bandung.Bang Jack berlari untuk mengantar tuannya y